Rasanya memang setiap pasangan punya cara sendiri-sendiri. Tapi, menurut saya, 
memang sebaiknya sih pembukuan terbuka. Supaya tidak ada saling curiga. 
Walaupun, saya rasa tidak ada keharusan bahwa suami harus memberitahukan 
keseluruhan penghasilan dia atau memberikan keseluruhan penghasilan dia kepada 
isteri. CMIIW.
 
Kalau kami, kami sudah punya pos-pos dengan anggarannya setiap bulan, yang 
sudah kami bicarakan di awal. Ada pos-pos tertentu yang saya urusin 
sehari-harinya, yaitu untuk urusan dapur dan rumah tangga. Untuk keperluan ini, 
suami langsung transfer ke rekening saya, jadi saya yang kelola. Untuk pos-pos 
lain, seperti bayar listrik, telpon, hp, uang sekolah anak, ngasih ke 
ortu/saudara/dll, suami yang transfer langsung via ATM (tidak lewat saya lagi). 
Untuk kartu kredit, biaya kantor bayar masing-masing. Kalau penggunaan untuk 
non kantor, ya suami yang bayar..he..he.. Kalau ada pengeluaran extra, di luar 
pos, dia selalu lapor ke saya..he..he.. padahal saya ngga minta dilaporin lho.. 
Cuma, memang dia berprinsip, lebih suka terbuka.
 
Kalau pendapatan saya, suami ngga pernah tanya-tanya sih.. Tapi saya suka kasih 
tau ke dia juga. Tapi dia memberi kebebasan kepada saya untuk menggunakan untuk 
apa saja. Meskipun demikian, kalau dipakai untuk pengeluaran yang agak mahal, 
saya juga merundingkan dulu sama suami.. tapi keputusan ada di saya. 
 
Wass,
-Ning
 
 
 

________________________________

From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of 
Achmad Chodjim
Sent: Saturday, March 03, 2007 8:40 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?



Pak Aly,

Saya sih setuju dengan pandangan Pak Ali bahwa perihal gaji itu dirundingkan 
antara suami-istri. Cuma, saya ketawa ketika melihat cara Pak Aly mengambil 
kesimpulan bilamana gaji diserahkan 100% kepada istri. Sekali lagi, saya tidak 
menertawakan Pak Aly tapi tertawa terhadap caranya Pak Aly dalam mengambil 
kesimpulan. Coba kita perhatikan kesimpulan berikut:

"kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu wah gak bebas... kalau gaji 
dikasih semua ke istri pas ada kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman, 
infaq spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa diselipin di kantor atau di 
kaos kaki kalau pulang kerja hi3.... "

Pertanyaan saya:
(1) Mengapa tidak bebas kalau gaji diserahkan kepada istri sepenuhnya, bukankah 
istri dalam bahasa Jawa itu disebut "garwa", yang dimaknai sebagai "sigaring 
nyawa" atau belahan jiwa?
(2) Mengapa kebingungan kalau mau beli rokok, traktir teman dan lain sebagainya 
bilamana gaji diserahkan semuanya kepada istri?

Uraian saya:
(1) Meski gaji diserahkan seluruhnya kepada istri, kalau itu dibangun atas 
hubungan "garwa", masing-masing disebut "bojo" (suami/istri), ya kita akan 
merasa bebas tak ada perasaan ditindas atau menindas. Hubungan setara. Suami 
merupakan pakaian bagi istri, dan istri merupakan pakaian bagi suami. 
Masing-masing pihak saling memakai. Bukankah begitu yang dituturkan dalam 
Alquran? Lha, kalau tidak bebas itu artinya belum setara, karena masih ada yang 
perlu disembunyikan dari pihak lain. :)

(2) Kita tak perlu bingung kalau beli rokok atau menaktrir rekan bisnis. 
Bukankah dalam hubungan kesetaraan suami/istri itu ada saling kepercayaan. Cara 
pemecahannya, ini berdasarkan yang kami (suami/istri) praktikkan. Istri sebagai 
mentri dalam negeri yang merangkap bendara rumahtangga, hahaha... Dia terima 
seluruh penghasilan saya. Dari hasil administrasinya, dia memberitahu bahwa 
sekian rupiah dimasukkan dalam tabungan atas nama suami (saya). Nah, dari buku 
tabungan itulah saya bisa menarik via ATM untuk keperluan saya misalnya membeli 
buku-buku, disk, menaktrir teman karena lama tak bersuo padahal ingin 
mengobrol-ngobrol, etc. etc.
Laporan pembukuan terbuka buat suami/istri. Kan beres...! Dengan cara demikian, 
tidur pun nyenyak nggak takut ngelindur yang nggak-nggak, gak mikirkan lagi apa 
yang kita gunakan sebelumnya.. Mengapa? Karena, kita tidak takut dicurigai 
apa-apa. 
Dan, apa yang saya sampaikan ini tidak bisa disimpulkan bahwa yang "manci" atau 
menjatah istrinya berarti senantiasa ada kecurigaan dari pihak istri. Tidak 
demikian, lantaran hubungan suami-istri itu relasi kepercayaan, relasi belahan 
jiwa! 

Wassalam,
chodjim 

----- Original Message ----- 
From: Muhammad Aly 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com <mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com>  
Sent: Thursday, March 01, 2007 12:40 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Gaji Suami, siapa yang mengelola?

Mbak Aisha,
ya dirundingkan saja dengan kedua belah pihak
(suami-istri) mana yg lebih baik... 
khan waktu pacaran sebelum nikah gak pernah dismpan di
calon istri uangnya khan..? Jd ya sy bebas saja naruh
uang di mobil, di atas TV/komputer, dilemari.. pin atm
aja bini gak mau tau ... padahal sdh pernah sy ksh tau
tp egp aja he3... yg penting anak sehari2, anak
sekolah, shopping, ortunya dll kehidupan. 

kalau sy minta ke istri apalagi ada teman/sdr/ortu wah
gak bebas... kalau gaji dikasih semua ke istri pas ada
kebutuhan beli rokok tambahan/traktir teman, infaq
spontan, reunian jd report.. nanti lama2 bisa
diselipin di kantor atau di kaos kaki kalau pulang
kerja hi3.... 
yg jelas istri & keluarga dijamin sehari2nya.. makan
nasi goreng sama2.. makan nasi dengan ikan asin juga
sama...naik, naik ojek okey.. naik bus okey, bw mbl
bareng atau sendiri2 juga okey2 aja...saling percaya. 

--- Aisha <[EMAIL PROTECTED] <mailto:aishayasmina2002%40yahoo.com.sg> > wrote:

> Menarik percakapan pak Ali dan dokter Donnie ini:)
> Sebenarnya dalam Islam itu, apa ada petunjuk atau
> contoh yang menjelaskan siapa yang mengelola gaji
> suami? Apa seperti gaya ustadz Chodjim yang
> memberikan semua gajinya ke istri- artinya istri
> yang mengelola semua penghasilan suaminya, atau
> seperti pak Ali yang merasa sudah istimewa
> memberikan 5 juta untuk istrinya dan 2/3 gajinya
> dikelola sendiri?
> 
> Diyakini bahwa pencari nafkah itu suami, lalu apakah
> nafkah itu semuanya diberikan ke istri atau hanya
> sebagian saja? Apakah istri berhak tahu semua
> penghasilan suaminya?
> 
> salam
> Aisha
> ---------
> From : M. Aly
> P Donnie,
> sebaiknya kalau gaji jgn dikasihkan semua ke istri..
> nanto kebiasaan sst.. gue lihat dompet suami gue
> he3... dan nanti kalau terbiasa ngambil gak ssst
> lagi.. tapi " Pak sy ambil uang di dompet kebanyakan
> nanti habis" he3.... sy gaya org kampung aja sy..
> dari gaji mulai kwn 500rb thn 96 semaunya sy aja
> ngasih yg penting tanggung jawab penuh dengan istri
> & keluarga ; beli beras dari manggul, beli beras
> pake ojek dstnya..
> 
> yah khan byk yg ditanggung kredit ini-itu dan
> tanggungan my single parent - ibuku alhamdulillah
> 1jt tiap bulan sy kirim... jd 5jt bwt istri sdh ckp
> istimewa.
> 
> slm,
> buruh
> --- Donnie wrote:
> > Pak Aly, kalau gajinya sebulan emang bener 15 juta
> > kok yang 
> > dikasihkan istri cuman 5 juta?? padahal pak Chojim
> > meneladani dengan 
> > memberikan seluruh gajinya ketika istri memang di
> > minta untuk bekerja 
> > dalam sektor domestik? just curious :D
> > 
> > regards,
> > Donnie
> 
> [Non-text portions of this message have been
> removed]
> 
> 

__________________________________________________________
The fish are biting. 
Get more visitors on your site using Yahoo! Search Marketing.
http://searchmarketing.yahoo.com/arp/sponsoredsearch_v2.php 
<http://searchmarketing.yahoo.com/arp/sponsoredsearch_v2.php> 

[Non-text portions of this message have been removed]



 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke