Pak Achmad :
   
  Lha, kalau Tuhan punya "Nama Diri", ya sejak awal pasti Dia menyebut diri-Nya 
dengan Allah, agar Nabi tidak bingung ketika menerima wahyu itu. Agar Nabi 
langsung tahu bahwa yang mewahyukan itu Allah. Justru karena gemetaran lantaran 
tidak tahu siapa yang menurunkan wahyu itu, maka menurut sirah-sirah Nabi 
Muhammad, akhirnya beliau dibawa oleh Ibunda Khadijah menghadap kepada 
pamannya, Waraqah ibn Nauwfal. Nabi kepingin tahu jelentrehannya, siapa sih.. 
sebenarnya yang menurunkan wahyu itu. 

  ------------------------------------------
   
  Jano - ko :
   
  --
   
  2. Al Baqarah
   
  74. Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih 
keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir 
sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu 
keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur 
jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa 
yang kamu kerjakan. 

  ---
   
  Wassalam
   
   
  --oo0oo--
   
  

Achmad Chodjim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Menarik ndhak menarik ndhak jadi persoalan saya, Mas. Katanya.., 
sekali lagi katanya..., "ballighuu annii walaw aayah", sampaikan apa yang 
datang dariku meskipun hanya satu ayat.

Dulu, ketika Kanjeng Nabi Muhammad menerima wahyu di tahun-tahun pertama, Tuhan 
memerintah Nabi menyebut diri-Nya dengan "rabbuka". Menjelang hijrah ke 
Ethiopia, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dengan "Al-Rahman". Barulah di 
pertengahan masa kenabian beliau di Mekah, nama Allah yang biasa disebut oleh 
orang-orang Qureisy itu diangkat menjadi "al-ismu al-a'zham", nama terluhur 
yang patut diatributkan kepada-NYA.

Kesimpulan yang bisa ditarik dari asbab al-nuzul Alquran, Tuhan tidak 
menyebutkan nama pada puluhan wahyu yang awal diturunkan kepada beliau. Tuhan 
selalu disebut "Rabbuka", seperti iqra bismi rabbika, sabbihisma rabbika.., wa 
rabbuka fakabbir, dst...dst...

Lha, kalau Tuhan punya "Nama Diri", ya sejak awal pasti Dia menyebut diri-Nya 
dengan Allah, agar Nabi tidak bingung ketika menerima wahyu itu. Agar Nabi 
langsung tahu bahwa yang mewahyukan itu Allah. Justru karena gemetaran lantaran 
tidak tahu siapa yang menurunkan wahyu itu, maka menurut sirah-sirah Nabi 
Muhammad, akhirnya beliau dibawa oleh Ibunda Khadijah menghadap kepada 
pamannya, Waraqah ibn Nauwfal. Nabi kepingin tahu jelentrehannya, siapa sih.. 
sebenarnya yang menurunkan wahyu itu. 

Orang-orang Qureisy itu sudah sangat fasih menyebut nama Allah, makanya dalam 
perjanjian Hudaybiyah (th. 6 H), wakil Qureisy meminta agar sifat arrahman dan 
arrahim yang digandengkan pada nama "Allah" itu dibuang. Jadi, bagi orang 
Qureisy, cukuplah "Bismillah". Jadi, nama "ALLAH" itu sudah menjadi "trademark" 
bagi bangsa Arab. Sedangkan Rasulullah diutus oleh Tuhan itu dengan menggunakan 
bahasa kaumnya. Oleh karena itu, setelah sifat-sifat yang tidak patut bagi 
Allah dibersihkan, secara perlahan-lahan kata "rabbuka" digeser dan diganti 
dengan kata "Allah". Dan, sifat-sifat yang diatributkan oleh orang musyrik itu 
juga ditolak oleh Alquran dengan "subhaanahu wa ta 'aalaa 'ammaa yashifuun", 
Mahasuci dan Mahatinggi DIA dari apa yang mereka sifatkan (6:100).

Penyifatan yang salah terhadap Tuhan itu diberikan 7 kali yaitu pada QS 6:100, 
21:22, 23:91, 23:96, 37:159, 37:180, 43:82. Itu pun nama Allah dipautkan pada 
ayat-ayat tersebut setelah ditegaskan bahwa sifat Tuhan itu tidak sebagaimana 
yang digambarkan oleh orang-orang musyrik.

Nah...., kalau saya disebut "entah sungguhan atau sepertinya" bahwa saya arogan 
atau sombong..., ya ndhak apa-apa. Wong Nabi dulu ketika menyampaikan pesan 
"akhlak alkarimah", juga disebut gila, tukang sihir dll. 

Tambahan dari saya:
"Yahdillaahu li nuurihi man yasyaa' (QS 24:35), Allah menunjukkan kepada 
Cahaya-Nya kepada orang yang menghendaki (dan dikehendaki)NYA.

QS 29:69,
Walladziina jaahaduu fiinaa lanahdiyanahum subulana wa innallaaha lama'a 
al-muhsiniin.

"(Perhatikanlah) bahwa orang-orang yang berjuang sungguh-sungguh "fii" Kami, 
niscaya Kami tunjukkan kepada mereka itu jalan-jalan Kami. Dan, sesungguhnya 
Allah beserta orang-orang yang muhsin."

Sengaja kata "fii" tidak saya terjemahkan dengan "jalan" karena kita baru mau 
mencari tahu "jalan-jalan" itu.

Lho, kalau tidak ada koneksi, bagaimana kita akan tahu bahwa Dia akan 
menunjukkan jalan-jalan-Nya itu. Nanti, yang menunjukkan itu dikira 
"Gendruwo"... :)) 
Kalau ndhak ada koneksi, bagaimana Dia dapat dikatakan menyertai orang-orang 
yang muhsin. Piye toh iki..?

Wassalam,
chodjim


----- Original Message ----- 
From: satriyo 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
Sent: Monday, April 23, 2007 10:41 AM
Subject: [wanita-muslimah] Re: The Name of Allah

Ketika saya membaca ada pak Achmad Chodjim ikut memberikan komentar, 
pasti ada sesuatu yang menarik hingga membuat pak Achmad Chodjim 
sedemikian terusik untuk berkomentar ... dan ternyata komentarnya 
tidak terlalu kuat mengingat tidak ada landasan yang kuat tentunya 
yang mendukung argumentasi dan klaim pak Achmad Chodjim. Walau tentu 
sabda pak Achmad Chodjim akan sangat diperhatikan oleh pengikut 
pengajian beliau.

Semua yang pak Achmad Chodjim sangat terasa beraroma 'menurut logika 
saya' dan bernada 'memangnya Arab itu siapa sih? kok mereka 
diistimewakan begitu?' atau yang semisalnya, setidaknya menurut saya 
yang dhaif ini.

Tapi yang paling mengusik adalah pernyataan di akhir komentar pak 
Achmad Chodjim yang makin menambah kuat aroma dari asumsi saya di 
atas, (kutipannya)
> Jika masih tidak percaya bahwa Allah itu aslinya tak bernama, maka 
silakan bertanya sendiri secara langsung kepada DIA! Tidak perlu 
ngotot lagi, karena Dia maha hidup, maha mendengar, dan maha hadir. 
Pasti Dia bisa ditanyai!
> 
Wah selamat ya, pak Achamd Chodjim, karena bisa punya direct 
connection dengan DIA (department of Internal Affairs?) sehingga 
yakin kalo yang lain pasti tidak sehebat njenengan dan pasti nda 
mampu seperti njenengan. Ah jadi teringat ada yang berkomentar 
serupa. Soooooo sure of himself. Tapi nda mengapa, krn itu HAM anda 
dan saya nda mungkin menyatakan anda salah atau sesat karena 
berkomentar yang salah dan sesat. hehehe ...

Njenengan ga usah kalap lho nda baik. Konon menambah % kemungkinan 
kena penyempitan pembuluh darah atau sama dengan bunuh diri ... ehm.

Saya setuju dengan komentar singkat abah, karena kalo ngotot pake 
Tuhan dengan T kapital bagaimana menerjemahkan Syahadat ya? ah tapi 
tentu mudah bagi njenengan atau siapa saja yang sepakat dengan 
njenengan, kan? Gitu aja ko repot.

Mas Prihatmanto, Wikan, dll gimana ni komentar mbah Achmad Chodjim? 
Mba Aisha, Chairunisa? Self-claim nda? Truth claim nda?

salam,
satriyo

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Achmad Chodjim" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Ketika saya membaca tulisan di milis ini, nama Allah sedang 
diributkan. Malah ada yang menyebut bahwa sebagian ulama memandang 
nama Allah sebagai nama pribadi Tuhan dan sebagian yang lain 
mengatakan itu panggilan Tuhan dalam bahasa Arab.
> 
> Yang jelas:
> (1) Nama atau sebutan Allah bagi Tuhan sudah ada jauh sebelum agama 
Islam dibawa oleh Kanjeng Nabi Muhammad.
> 
> (2) Dalam Alkitab yang berbahasa Arab, Tuhan disebut Allah. 
Artinya, Allah yang disebut oleh Nasrani Arab atau orang Islam ya 
sama saja. Rabb dalam bahasa Arab bukan hanya untuk Allah, tapi juga 
untuk bos, majikan atau jeragan. Rabb dalam bahasa Inggris sama 
dengan "Lord", alias Tuan. Dalam bahasa Melayu lama, tak ada kosa 
kata "tuhan". Kosa kata ini muncul di masa pendudukan Belanda di abad 
17. Orang kita diperintah oleh Belanda menyebut dirinya "tuan". Tapi, 
ketika Yesus juga dipanggil "Tuan Yesus", orang Belanda kurang 
berkenan, dan panggilan itu harus dibunyikan secara mantap dengan 
sisipan huruf "h", jadilah "tu...h....an"
> 
> (3) Dalam QS 17:110 menyatakan bahwa DIA tidak memiliki nama 
khusus, maka kita diperintah menyebut Allah, atau al-Rahman, atau 
nama apa pun asalkan masih termasuk dalam "asma' al-husna". Tentunya 
ada jutaan nama-nama baik Tuhan jika dikumpulkan dari berbagai 
bahasa. Dan, kita sah-sah saja menyebut dengan Gusti Kang Murbeng 
Dumadi, atau Sang Hyang Manon, atau Gusti Kang Paring Gesang dan lain-
lainnya. 
> 
> Kisah Musa dalam QS 20:14 menyebutkan bahwa Tuhan mengenalkan 
dengan "Innanii anallaah". Tapi ini kisah Musa dalam bahasa Arab 
Alquran. Sedangkan kisah Musa dalam Alkitab berbahasa Arab 
menyebut, "Fa ajabahullah (ilaa Musa): Ahyah alladzii Ahyah (I am who 
I am).
> 
> (4) Allah tidak pernah memperkenalkan dirinya bahwa nama-Nya itu 
ALLAH. Lantaran Allah bukanlah sosok makhluk yang berbangsa Arab. 
Nama "Allah" itu diberikan oleh manusia kepada-NYA. Jadi, manusialah 
pencipta nama-nama bagi semuanya. Nama diberikan untuk membedakan 
antara sesuatu dengan sesuatu yang lainnya. Sedangkan Allah di QS 
24:25 disebut "al-Haqq al-mubiin", Yang Maha Nyata sekali, atau Yang 
Mahabenar sekaligus mahaterang/mahajelas. Oleh karena Dia itu 
mahajelas maka Dia niscaya tidak membutuhkan nama, karena nama 
hanyalah tanda untuk membedakan!
> 
> Jika masih tidak percaya bahwa Allah itu aslinya tak bernama, maka 
silakan bertanya sendiri secara langsung kepada DIA! Tidak perlu 
ngotot lagi, karena Dia maha hidup, maha mendengar, dan maha hadir. 
Pasti Dia bisa ditanyai!
> 
> Wassalam,
> chodjim
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>

[Non-text portions of this message have been removed]



         

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke