Bung Satriyo Uji niat bukan pada saat diucapkan baik dalam hati maupun lisan. Uji utamanya pada amal perbuatan thd sesama manusia.
Mengapa koq jadi niatnya yg diusik-usik bukan maslahat vs mudharat dari poligami? Ayo dong kita bahas saja maslahat vs mudharat dari setiap hadits ... Akan teruji mana yg bermanfaat mana yg tidak ... --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "rsa" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > 'Ini' yang dimaksud 'ini menunjukkan' itu apa ya? lalu yg > membingungkan dalam 'urusan pernikahan terutama yg berkaitan dg > kehidupan seks' dalam Islam itu yang seperti apa? > > apakah memang niat bisa diuji? hmmm ... parameternya apa ya? bukankah > ada riwayat Rasul menegur sangat keras shahabat yang membunuh lawan > tandingnya dalam sebuah peperangan padahal si lawan sudah berikrar > syahadat hanya karena shahabat ini 'yakin' sesuai 'uji niat' dia > bahwa ikrar syahadatnya itu hanya untuk cari selamat saja? maka Rasul > menimpali, apakah muslim itu diutus untuk membelah dada orang dan > melihat isinya? > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Dan" <dana.pamilih@> > wrote: > > > > Ini menunjukkan bahwa urusan pernikahan terutama yg berkaitan dg > > kehidupan seks masih membingungkan dalam Islam ... he he ... > > > > Bagi saya sih simple aja, kita uji saja niat ybs. > > > > Kalau niatnya memang membantu perempuan pasti yg dinikahinya itu > bukan > > gadis2 cantik dan belia melainkan janda2 yg memiliki anak, termasuk > > nenek nenek. Dan terbukti bahwa anak2nya yg dibawa istri2nya itu > > terpelihara dg baik dan terdidik bersekolah dg baik. > > > > Tapi kalau tidak demikian maka berarti menyalahgunakan ayat2 Al- > Qur'an > > utk memuaskan nafsu keserakahan seksual. Bagi mereka yg demikian > akan > > terlihat bahwa istrinya ganti2, selalu dg yg lebih muda, walaupun > > maksimal 4 dan semua istri yg diceraikan tidak ada yg dipelihara dan > > diberi santunan keuangan yg layak. Semua anak2nya terlantar. > > > > Penilaian poligami dg pendekatan ini akan konsisten mana yg > > bermaslahat mana yg mudharat belaka. > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "rsa" <efikoe@> wrote: > > > > > > Terima kasih atas kiriman beritanya bu Flora. > > > > > > Saya melihat dari ucapan pak Menag yang notabene senior saya di > UI, > > > walau dia dr fak sastra arab dan saya sastra inggris, menyiratkan > > > beberapa hal (yang tersurat sudah jelas lah ya): > > > > > > [1] Islam memandang monogami dan poligami (maksudnya 'poligini') > > > sebagai dua hal yang tidak sepadan. Ujar beliau, "Kita tidak > > > mengatakan menolak poligami, pada hakekatnya, Islam menganut asas > > > monogami meskipun ada celah-celah untuk berpoligami, statusnya > sangat > > > terbatas." Jadi di mata beliau, monogami dan poligini yang jelas- > > > jelas adalah bentuk pernikahan, oleh Islam tidak dipandang sama. > > > Berikut alasan dia lainnya ... > > > > > > [2] Lebih jauh dilaporkan bahwa beliau menyatakan, "dasar hukum > > > berpoligami sebagaimana terdapat dalam surat An-Nisa ayat 3, > > > sebenarnya hanya berbicara tentang bolehnya berpoligami, dan > tidak > > > menyebutkan secara langsung bahwa poligami itu adalah ibadah." > Ini > > > ditegaskan dengan ujaran beliau, "Poligami yang sifatnya ibadah > > > hanyalah dilakukan oleh Rasullulah SAW, yang berpoligami dalam > rangka > > > membantu dn menolong perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam > > > peperangan, dan dalam keadaan ini poligami bersifat sunnah." > > > Sebagaimana di poin #1 di atas, di poin #2 ini lebih ditegaskan > lagi > > > oleh pak Menag bahwa alasan Islam membedakan monogami dari > poligini > > > karena menurut beliau selain poligini Rasulullah, poligini yang > > > dilakukan ummat Islam bukan ibadah. Mengapa demikian, karena > Rasul > > > melakukan poligini semata untuk menolong, wa bil khusus menolong > > > janda perang. Jadi beliau menilai, poligini oleh selain > Rasulullah > > > bukanlah ibadah. > > > > > > Apa yang saya tarik dari pernyataan2 Menag ini adalah bahwa > poligini > > > dalam Islam itu [1] beda dari monogami krn Islam menganut > monogami > > > karena QS 4:3 yang sering dijadikan landasan berpoligini itu > hanya > > > membolehkan bukan 'mewajibkan' poligini sebagai sebuah ibadah, > bukan > > > spt wajibnya nikah monogami; [2] poligini hanya bernilai ibadah > > > ketika dilakukan oleh Rasul dan dalam rangka menolong para janda > > > perang. > > > > > > Jika demikian, [1] para shahabat dan ulama salaf hingga kiwari > ini > > > tidak ada yang beribadah ketika melakukan poligini karena mereka > > > bukan Rasul dan mereka tidak poligini untuk menolong para janda > > > perang. Sungguh prakondisi yang memang sulit (=terbatas) pak > Menag. > > > Ini sama saja dengan mengatakan bahwa 'tidak usah' poligini lah > toh > > > kalian bukan Rasul dan tidak dalam rangkan menolong para janda > > > perang. Jadi khusus buat 'sunnah' yang satu ini, lupakan! > > > > > > Lalu, [2] menikah dalam Islam itu menurut kacamata beliau > hanyalah > > > monogami, karena poligini jelas tidak mungkin dilakukan dengan > syarat > > > ketat spt poin #1 di atas. Jadi entah apa namanya poligini itu. > > > Karena sec umum definisi poligini adalah bentuk pernikahan dengan > > > lebih dari satu istri di saat yang sama. Seharusnya menurut > definisi > > > ini, poligini sama dengan nikah sama dengan monogami sama dengan > > > ibadah. Ada missing link dari logika sang Menag ini. > > > > > > Lebih jauh lagi [3] makna tersirat lain adalah, pernikahan Rasul > > > dengan Aisyah jelas 'tidak sah' krn Rasul sudah beristrikan > Saudah > > > yang dinikahinya dalam status janda dengan banyak anak dan sudah > > > berumur. Mengapa sang Menag seolah mengesampingkan fakta ini? > Kasihan > > > juga status pernikahan Rasul dengan Aisyah yang bukan janda dan > bukan > > > pula dalam rangka Rasul menolong janda perang. > > > > > > Terakhir, bisa dikatakan [4] bahwa sunnah yang sesungguhnya bagi > > > muslim laki-laki untuk bisa mencontoh Rasul, yaitu dengan kata > lain > > > mengikuti sunnahnya adalah, dalam berumah tangga adalah [a] > nikahlah > > > dengan perempuan yang lebih tua, [b] sekaligus seorang pedagang > > > sukses, [c] di saat yang sama juga seorang janda cantik yang > > > direbutkan banyak kali-laki, dan [d] menikah sebelum masuk islam. > > > Lalu bisa juga diteruskan, [e] setelah menikah selama 10 tahun > > > barulah masuk islam dan mengajak istri masuk islam. Teladan > lainnya, > > > [f] nikahilah janda tua beranak banyak setelah 2 atau 3 tahun > > > menduda, dan [g] boleh menikahi perawan cantik yang pintar dan > > > pencemburu spt Aisyah sebelum menikahi para janda korban perang > > > dengan niat menolong mereka sebagai ibadah. Klop dah! > > > > > > Gimana ni pak Menag? Eh ga nyumbung ya ... > > > > > > salam, > > > satriyo > > > > > > >