Begitu juga okeh Pak Irwank. Kebetulan pendapat pak Irwank dan saya ada irisannya. Yaitu, bahwa semangat Quran adalah untuk rahmatan lil alamin (concerns for every one). Semangat berkerudung/khumur/jilbab setidaknya pada konteks waktu itu adalah untuk kebaikan/maslahat, masaklah menjerumuskan? Kan untuk mencegah perempuan muslimah merdeka diganggu seperti perlakuan kepada para budak?
Ketika saya bilang semangat kebaikan/maslahat itu adalah natural law dari agama yang fitrah, tentu saja saya nggak ngomong soal fiqhnya per se, yang merupakan hukum positif, man-made law oleh para fuqaha. Menutup aurat sendiri merupakan natural law, dari sifat sosial manusia. Menjadi batasan fiqh, kalau kita berbicara tentang batasan aurat, ya kan? Karena pastilah ada irisan antara agama yang fitrah dan fiqh. Kita semua kudu patuh pada hukum agama fitrah (natural law) yaitu menutup aurat. Ini persepsi yang sama dan betul. Namun ketika bicara batasan aurat, pendapat kita bisa berbeda-beda karena lingkup fiqh itu, nggak papa kan? Misalnya, kalau Quraish Shihab dan beberapa otoritas ulama lain bilang jilbab itu nggak wajib, apa itu berarti mereka nggak patuh aturan? Nggak kan? salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, IrwanK <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Mbak Mia, > > Saya cuma bilang, alasan yang dipakai (lebih mudah dikenali) itu tidak > selalu > berarti positif.. mirip pisau.. bisa positif/negatif, tergantung sikon & > siapa yang > memegangnya.. Kalau istilah di MS Windows, tools regedit itu bisa untuk > mengubah isi registry.. tapi gunanya bisa positif/negatif.. karena salah > edit, > bisa merusak windows.. bahkan bikin macet/gak bisa running.. :-p > > Nah kalau alasan penggunaan jilbab sebagai penutup aurat adalah soal hukum > fiqh (wajib dkk), saya gak ikut campur.. karena ilmu saya belum sampe ke > sana.. > Selain itu balik lagi pada pemahaman umat (Islam).. Seberapa patuh mereka > terhadap 'nilai' suatu aturan.. Itu saja komentar saya.. > > CMIIW.. > > Wassalam, >