Jadi kepengen nimbrung ... Paling tidak ada dua perempuan dan satu laki-laki yang sedang berhadapan dengan pilihan ...
Suami: apakah saya akan menikah lagi atau tetap dengan satu istri? Istri I: apakah saya mau menerima poligami atau memilih cerai Calon istri II (dst): apakah saya mau menjadi istri kedua atau memilih utk meninggalkan si laki2? Dan kalau pun akhirnya poligami terjadi maka: 1. Suami memilih utk menikah lagi 2. Istri I memilih utk menerima poligami 3. Calon istri II memilih untuk menjadi istri kedua (dst). Jadi akhirnya mereka telah memilih jalannya masing-masing ... :) di titik itu takdir menentukan mereka bertiga memilih untuk menjalani hidup poligami. Kasus di atas bisa tidak terjadi bila: 1. Suami memilih utk tidak menikahi perempuan lain, atau 2. Istri I memilih cerai atau 3. Calon istri II memilih untuk meninggalkan si laki2. Masing-masing orang punya pilihan. Selama kita masih bisa memilih, maka pilihlah sesuatu dengan baik dan bertanggungjawab. Saya secara sadar dan tidak sadar sempat "menyarankan" model poligami pada sahabat saya, seorang laki2 yang jatuh cinta berat pada seorang perempuan, padahal ia telah memiliki istri yang baik dan anak yang sehat. Kalau saja saya tak kenal baik dengan istrinya, mungkin saya akan setuju2 saja kalau sahabat saya ingin menceraikan istrinya. Tapi saya kenal baik keluarga itu, sehingga saya bingung harus bagaimana. Di satu sisi, sebagai pejuang cinta, saya juga paham, cinta bisa membuat orang mau melakukan segalanya, mau berkorban. Kekuatan cinta memang luar biasa. Tapi di sisi lain, saya prihatin dengan istri sahabat saya. Walau saya yakin, ia bisa tegak berdiri kalau diceraikan suaminya, tapi saya sedih, perempuan itu akan dicampakkan demi perempuan lain. Saya juga ga bisa marah dengan sahabat saya sebab ia jatuh cinta lagi pada perempuan lain. Saya tahu sahabat saya bukan tipe tebar pesona dan bukan tipe laki2 haus perhatian perempuan lain. Cinta itu hadir, dan ia tak kuasa menolaknya. Mungkin ada yg bilang, bisa kok cinta itu dihindari. Iya, mungkin anda bisa. Tapi kenyataannya dia tak bisa dan itu fakta sekarang. Saya udah berbusa-2 mengingatkannya mulai dari bahasa yang santun sampai saya maki2 dia, tapi ya cinta is cinta. Dia bilang dia ga mungkin memiliki keduanya. Dia harus memilih, dan dia memilih utk menceraikan istrinya. Duh! rasanya jantung saya sendiri yang ditikam belati. Seolah saya sendiri yang sedang dicampakkan suami saya sebab ia cinta pada perempuan lain dan ia tak punya opsi selain mencampakkan saya. Mungkin saya pun tak sanggup hidup bersama dengan perempuan lain yg dijadikan istri juga, namun sahabat saya juga bukan suami keparat. Dia suami yang baik, sayang anak, sayang keluarga, dan ga punya cacat cela. Cacatnya adalah dia jatuh cinta lagi sama perempuan lain. Dan dia harus memilih. Sedihnya dia memilih meneruskan kisah cintanya dngan perempuan lain dan membubarkan rumah tangga yg sudah dibinanya selama 8 tahun. Rasanya bukan seperti saya ketika dengan lemah saya bilang please jangan ceraikan istri kamu, Tidak bisakah kamu rangkul semuanya? ... Sedih hati saya membayangkan istrinya yang saya kenal baik harus menerima ia akan diceraikan. Kadang2 saya berpikir, mungkin ga siy mereka hidup bertiga. Mungkin rada sinting, tapi melihat sahabat saya dan istrinya yang baik, saya sangat menyayangkan bila mereka harus bercerai ... Hidup memang tidak selalu sesederhana hidup kita. Kadang2 kita harus pakai kacamata orang lain untuk memahami keputusan2 yang ia ambil dalam kehidupannya. Saya pun heran ketika dari marah akhirnya saya menjadi maklum dengan percintaan sahabat saya ini. Cinta memang selalu layak utk diperjuangkan. Konon katanya kebahagiaan itu adalah egois dan kebahagiaan hanya bisa dikejar, tanpa pernah bisa dimiliki. Maap jadi curhat.. tapi sungguh memang kisah sahabat saya sedang membebani hati saya. Saya yang jantungan menunggu akhir drama rumah tangga mereka. Saya mual membayangkan itu terjadi pada sahabat saya, namun sungguh luar biasa menyadari betapa saya bisa memaklumi kejadian itu. Memang pikiran manusia berevolusi dan semakin tua ternyata saya semakin menjadi manusia yang pengertian dan mau mencoba menerima kenyataan hidup dari kacamata orang lain, bukan dari kacamata saya sendiri yang kadang2 memang sok idealis. Fer! On 3/21/08, Ari Condro <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Silakan yg lain sharing pandangannya tentang takdir. > > Aly : > Poligami takdir > Autis bukan takdir > > > Ari : > Poligami pilihan > Sampai saat ini : autis takdir >