Mbak Herni... Perkawinan nia zulkarnaen dgn ari sihasale bukanlah takdir mbak...karena dalam takdir ada unsur kehendak Allah...tp dalam perkawinan nia zulkarnaen dan ari sihasale yang ada bukan kehendak Allah tp sebaliknya melanggar larangan Allah...bukankah Allah melarang seorang muslimah menikah dgn pria non muslim?..jadi mustahil kalau Allah melarang tapi juga menghendakinya...pada perkawinan itu yg ada adalah nia zulkarnaen memilih untuk melanggar larangan Allah disadari atau tidak...jd perkawinan spt itu bukan takdir. Herni wrote ==> oke, stop..saya terima "takdir"-Mu ya Allah. Saya udah usaha, eh ketemunya die die juga, mungkin emang akyu harus menikahi ari sahesale. == Hehehe...mbak Herni ini sptnya ingin membangun sesuatu berdasarkan khayalan mbak. Mbak Herni memasukkan kata2 "usaha" untuk memberi kesan " sudah bener2 berusaha" Pertanyaannya...usaha spt apa yg telah dilakukan?..kan seharusnya usaha yg harusnya dilakukan adalah usaha yg paralel dengan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah...iya kan?...jelaslah kata "usaha" tsb telah dimanupulasi untuk membenarkan tindakan yg diambil kemudian. Soal film AAC sebagai upaya sosialisasi poligami...ya syah2 aja kan mbak...sama syahnya ketika film berbagi suami dijadikan upaya sosialisasi anti poligami....toh pada akhirnya kembali kpd orang Indonesianya yg akan menilainya....tp kelihatannya orang Indonesia lebih banyak tertarik pada film AAC lho mbak...sdh >3jt tiket terjual...gimana tuh?...apakah ini pertanda bahwa mayoritas bangsa Indonesia ini sebenarnya no problem dgn poligami...hehehe. Soal undang2 anti poligami...hemmm pusing deh akyuuu...apa sih yg mau dicari dari undang2 spt itu...apakah tidak semakin menyengsarakan kaum wanita nantinya ( maksud kyuuu istri ke2,3,4 ) berikut anak2 mereka?...mungkin mbak Herni akan bilang " itu salah mereka...kenapa mau dipoligami ". Dikatakan salah kan karena adanya undang2 itu ( kalau undang2nya bener terbit sih ) tp seandainya ngga ada undang2 spt itu ya mau dipoligami bukanlah suatu kesalahan...iya kan mbak Herni?...oke lah itu kalu bicara salah benar berdasarkan undang2...tp apakah undang2 itu sendiri bisa menghilangkan praktek poligami...tidak kan..paling2 hanya mengurangi doang...dan itupun juga tidak memecahkan problem yg dihadapi wanita yg ingin dipoligami tp terhalang oleh undang2...yang artinya undang2 itu dgn sendirinya telah merampas hak dasar seorang wanita untuk berkeluarga, disentuh & punya anak walaupun itu dgn pria beristri...toh agama tdk melarang. Cobalah mbak Herni untuk sementara membayangkan dan memposisikan diri mbak sebagai wanita itu atau terlanjur sebagai istri ke2,3,4...betapa sengsaranya mbak dgn keberadaan undang2 spt itu...tanpa undang2 itu saja sudah sulit..iya kan?...apakah mbak akan ngejomblo seumur hidup..ingin berkeluarga dgn segala printilannya merupakan hasrat dan dambaan....sekaligus wujud eksistensi diri lho mbak...tp kalau undang2 itu berisi pengaturan berpoligami dan bukan larangan berpoligami...akyuuu sbg seorang pria setuju banget deh...hehehe.
Herni Sri Nurbayanti <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Yg dibicarakan disini adalah poligami sbg suatu kebijakan dan poligami sbg suatu 'nilai sosial' yg diterima masyarakat. Saya memahami kenapa ada beberapa orang yg tidak anti terhadap mereka yg poligami, tapi bukan itu inti masalahnya. Ribut2 soal AAC yg hanya "sekedar" film biasa bukan sekedar ribut2 sambal doang. Ada rasa kekhawatiran disitu bahwa poligami mulai disosialisasikan sbg nilai sosial yg perlu diterima begitu saja dan bahkan, sebuah takdir atau peristiwa/hal yg harus diterima. Ketika ada yg bicara takdir sekalipun, kalau saya tidak salah menangkap, takdir itu adalah sesuatu yg terjadi manakala usaha sudah dilakukan, tapi ada satu 'kekuatan' yg lebih besar yg menentukan lain. Tapi apakah itu takdir atau bukan, ya tergantung yg menerimanya, mau stop dan menerima "takdir" itu atau masih mau 'membandel'. Contoh yg paling nyata (pake dunia seleb aja kali ya hehehe), nia zulkarnaen yg dulu pacaran sama ari sihasale (sama2 ari tapi jelas lebih keren dibanding ari condro hihihi), lantas putus krn beda agama, nikah sama yg lain eeeeeeeh meninggal, menikahlah dia dng ari sihasale. Itu takdir apa bukan? Bisa ya, bisa tidak. Bisa saja Nia beranggapan bahwa mungkin sudah 'takdir'nya utk menikah dng ari sihasale yg beda agama.. kalau ya begini, saya usil berpikir, bagaimana kalau kemudian Nia memilih utk tidak menikah dng ari sihasale, masihkah Allah akan punya cara lain utk mempertemukan mereka ini? hehehe... Ataukah takdir itu, ya tergantung kita juga... ada kontribusi kita, untuk bilang: oke, stop.. saya terima "takdir"-Mu ya Allah. Saya udah usaha, eh ketemunya die-die juga, mungkin emang akyu harus menikahi ari sihasale. Atau sebenarnya masih ada pilihan kita untuk memilih? Toh sepertinya Allah tidak protes, mau kita terima atau tidak. Jangan2 hanya kita yg BERASUMSI bahwa itu takdir. Rasa kekhawatiran akan poligami ini adalah di level kebijakan. Okelah kalau itu pilihan. Okelah kalau itu pilihan yg baru dilakukan dng pembatasan2 tertentu dan harus memenuhi ketentuan yg ada di Qur'an utk bersikap adil dan sunnah Rasul. Tapi buat yg tidak anti poligamor (kalau tidak mau disebut pro-poligami), tetap tidak memberikan jawaban bagaimana dampak2 NEGATIF dari poligami bisa diatasi dan dihilangkan. Ketika dia dijadikan pilihan yg terbatas dan dng cara2 yg dilakukan oleh Rasulullah aja, semua orang tau bahwa para poligamor itu tidak sesuai dng ketentuan di Qur'an, sunnah dan ketentuan peraturan perundang-undangan, apalagi kalau itu ditempatkan sbg suatu nilai/tindakan yg diterima begitu saja? Atau memang itu niatnya? Kebetulan libur panjang ini saya kerja, menggantikan teman yg tidak bisa pergi jauh karena masih dalam masa penyembuhan setelah tulang punggungnya di operasi. Kebetulan daerahnya 3 jam naik pesawat disambung 7 jam naik mobil lewat jalan berkelok2 yg bisa bikin punggung rontok :-) tapi hebatnya ada koneksi internet :-) Kebetulan pesertanya anggota DPRD dan stafnya. Dan kebetulan pula, salah satu dari mereka mengusulkan utk membuat.... PERDA POLIGAMI. Alhamdulillah masih sebuah ide yg dilontarkan dlm pelatihan, belum benar2 nyata diturunkan dalam rancangan peraturan. Ini cara berpikir si anggota dewan itu (yg laki2 dan punya istri 2) setelah lewat diskusi (idenya dibantah oleh peserta yg lain, laki2 dan perempuan). Alasannya dia: - Kenapa perlu? Sbg solusi karena katanya dia, banyak perempuan2 di desanya yg belum menikah dan butuh 'sentuhan laki2' (tapi dia tidak bisa memberikan data statistik, lagi2 ini hanya asumsi). - Poligami itu sunnah Rasul, ada dalam Qur'an. - Istri2 itu dipimpin oleh suami. Jadi, mereka harus nurut manakala suaminya mau poligami. Kalau tidak setuju, berarti istri yg tidak nurut. - Adalah tugas suami untuk memberikan penjelasan baik bagi istri pertama maupun calon istri ke-2 dst, bahwa poligami itu adalah ketentuan Qur'an dan sunnah Rasul yg harus dijalankan. - Nanti pas dihisab, lantas laki2 cuma punya 1 istri, Allah akan bertanya dan meminta pertanggungjawabannya: kok istrinya cuma 1? Coba kalau anda jadi saya, anda mau merespon apa? :-) Kalau kebetulan anda laki2, bener gak sih laki2 spt itu? Kok mau aja sih, laki2 digeneralisasi spt itu? Konstruksi sosial itu kan tidak hanya berpengaruh thd perempuan, tapi juga laki2. Jadi ketika kita bicara 'konstruksi sosial poligami', maka kita tidak bicara soal konsep perempuan aja yg coba dikonstruksikan, tapi juga laki2. Apa iya laki2 begitu? Mas akmal mungkiiin tidak akan poligami, tapi ini ketentuan yg berlaku utk semua laki2 lho, mas :-) Meskipun mungkin mas Akmal tidak poligami meski ada ketentuan ini, tapi mas sudah mengamini konsep laki2 yg spt ini lho. Itu pointnya. salam, H --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "akmal n. basral" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: kalau saya ikutan komentar, nanti jadinya "tiga menguak takdir" bukan, ri? :) sebelum sharing soal takdir, saya mau tanya dulu, latar belakangnya begini: umat islam itukan umumnya berusaha sekuat tenaga agar melakukan apa yang dilakukan nabi, tentu sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing. nah, rasul kan melakukan poligami setelah istri pertamanya, ibunda khadijah wafat, bukan pada saat khadijah masih ada. pada periode khadijah kan nabi itu monogami. pertanyaan saya (terutama untuk pelaku poligami): mengapa kalau tetap melakukan poligami tidak mengikuti laku yang dicontohkan rasulullah? yang artinya, dilakukan setelah istri pertama meninggal dunia? itu satu. yang kedua, menurut saya kasus-kasus poligami itu tak bisa dipukul rata, harus dilihat per kasus juga. jadi jangan karena ari condro punya pengalaman kurang menyenangkan di lingkungan keluarga besarnya, otomatis jadi antipati terhadap poligami. salam, ~a~ bukan pelaku poligami, tapi juga tidak anti terhadap yang melakukannya. --------------------------------- Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. [Non-text portions of this message have been removed]