Nimbrung tentang Nia dan Ari, bukan takdir : Pernikahan Nia dan Ari tidak akan terjadi jika salah satunya teguh [ punya prinsip agama kuat] Bagi Islam dan kristen, perkawinan campur tidak diperkenankan, itu aturan mainnya. Tapi jika ia menganut kepercayaan agamanya tidak penuh ya semuanya bisa saja terjadi. Solat tapi nyolong, solat tapi makan babi atau islam tapi gak solat gak puasa kan banyak. Kan gitu. Ada yg ngaku islam nggak percaya akan ada kehidupan lain setelah mati, banyak sekali. :-))
salam, l.meilany ----- Original Message ----- From: Herni Sri Nurbayanti To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, March 22, 2008 2:33 PM Subject: [wanita-muslimah] Re: Apakah poligami itu takdir ? Yg dibicarakan disini adalah poligami sbg suatu kebijakan dan poligami sbg suatu 'nilai sosial' yg diterima masyarakat. Saya memahami kenapa ada beberapa orang yg tidak anti terhadap mereka yg poligami, tapi bukan itu inti masalahnya. Ribut2 soal AAC yg hanya "sekedar" film biasa bukan sekedar ribut2 sambal doang. Ada rasa kekhawatiran disitu bahwa poligami mulai disosialisasikan sbg nilai sosial yg perlu diterima begitu saja dan bahkan, sebuah takdir atau peristiwa/hal yg harus diterima. Ketika ada yg bicara takdir sekalipun, kalau saya tidak salah menangkap, takdir itu adalah sesuatu yg terjadi manakala usaha sudah dilakukan, tapi ada satu 'kekuatan' yg lebih besar yg menentukan lain. Tapi apakah itu takdir atau bukan, ya tergantung yg menerimanya, mau stop dan menerima "takdir" itu atau masih mau 'membandel'. Contoh yg paling nyata (pake dunia seleb aja kali ya hehehe), nia zulkarnaen yg dulu pacaran sama ari sihasale (sama2 ari tapi jelas lebih keren dibanding ari condro hihihi), lantas putus krn beda agama, nikah sama yg lain eeeeeeeh meninggal, menikahlah dia dng ari sihasale. Itu takdir apa bukan? Bisa ya, bisa tidak. Bisa saja Nia beranggapan bahwa mungkin sudah 'takdir'nya utk menikah dng ari sihasale yg beda agama.. kalau ya begini, saya usil berpikir, bagaimana kalau kemudian Nia memilih utk tidak menikah dng ari sihasale, masihkah Allah akan punya cara lain utk mempertemukan mereka ini? hehehe... Ataukah takdir itu, ya tergantung kita juga... ada kontribusi kita, untuk bilang: oke, stop.. saya terima "takdir"-Mu ya Allah. Saya udah usaha, eh ketemunya die-die juga, mungkin emang akyu harus menikahi ari sihasale. Atau sebenarnya masih ada pilihan kita untuk memilih? Toh sepertinya Allah tidak protes, mau kita terima atau tidak. Jangan2 hanya kita yg BERASUMSI bahwa itu takdir. Rasa kekhawatiran akan poligami ini adalah di level kebijakan. Okelah kalau itu pilihan. Okelah kalau itu pilihan yg baru dilakukan dng pembatasan2 tertentu dan harus memenuhi ketentuan yg ada di Qur'an utk bersikap adil dan sunnah Rasul. Tapi buat yg tidak anti poligamor (kalau tidak mau disebut pro-poligami), tetap tidak memberikan jawaban bagaimana dampak2 NEGATIF dari poligami bisa diatasi dan dihilangkan. Ketika dia dijadikan pilihan yg terbatas dan dng cara2 yg dilakukan oleh Rasulullah aja, semua orang tau bahwa para poligamor itu tidak sesuai dng ketentuan di Qur'an, sunnah dan ketentuan peraturan perundang-undangan, apalagi kalau itu ditempatkan sbg suatu nilai/tindakan yg diterima begitu saja? Atau memang itu niatnya? Kebetulan libur panjang ini saya kerja, menggantikan teman yg tidak bisa pergi jauh karena masih dalam masa penyembuhan setelah tulang punggungnya di operasi. Kebetulan daerahnya 3 jam naik pesawat disambung 7 jam naik mobil lewat jalan berkelok2 yg bisa bikin punggung rontok :-) tapi hebatnya ada koneksi internet :-) Kebetulan pesertanya anggota DPRD dan stafnya. Dan kebetulan pula, salah satu dari mereka mengusulkan utk membuat.... PERDA POLIGAMI. Alhamdulillah masih sebuah ide yg dilontarkan dlm pelatihan, belum benar2 nyata diturunkan dalam rancangan peraturan. Ini cara berpikir si anggota dewan itu (yg laki2 dan punya istri 2) setelah lewat diskusi (idenya dibantah oleh peserta yg lain, laki2 dan perempuan). Alasannya dia: - Kenapa perlu? Sbg solusi karena katanya dia, banyak perempuan2 di desanya yg belum menikah dan butuh 'sentuhan laki2' (tapi dia tidak bisa memberikan data statistik, lagi2 ini hanya asumsi). - Poligami itu sunnah Rasul, ada dalam Qur'an. - Istri2 itu dipimpin oleh suami. Jadi, mereka harus nurut manakala suaminya mau poligami. Kalau tidak setuju, berarti istri yg tidak nurut. - Adalah tugas suami untuk memberikan penjelasan baik bagi istri pertama maupun calon istri ke-2 dst, bahwa poligami itu adalah ketentuan Qur'an dan sunnah Rasul yg harus dijalankan. - Nanti pas dihisab, lantas laki2 cuma punya 1 istri, Allah akan bertanya dan meminta pertanggungjawabannya: kok istrinya cuma 1? Coba kalau anda jadi saya, anda mau merespon apa? :-) Kalau kebetulan anda laki2, bener gak sih laki2 spt itu? Kok mau aja sih, laki2 digeneralisasi spt itu? Konstruksi sosial itu kan tidak hanya berpengaruh thd perempuan, tapi juga laki2. Jadi ketika kita bicara 'konstruksi sosial poligami', maka kita tidak bicara soal konsep perempuan aja yg coba dikonstruksikan, tapi juga laki2. Apa iya laki2 begitu? Mas akmal mungkiiin tidak akan poligami, tapi ini ketentuan yg berlaku utk semua laki2 lho, mas :-) Meskipun mungkin mas Akmal tidak poligami meski ada ketentuan ini, tapi mas sudah mengamini konsep laki2 yg spt ini lho. Itu pointnya. salam, H --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "akmal n. basral" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: kalau saya ikutan komentar, nanti jadinya "tiga menguak takdir" bukan, ri? :) sebelum sharing soal takdir, saya mau tanya dulu, latar belakangnya begini: umat islam itukan umumnya berusaha sekuat tenaga agar melakukan apa yang dilakukan nabi, tentu sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing. nah, rasul kan melakukan poligami setelah istri pertamanya, ibunda khadijah wafat, bukan pada saat khadijah masih ada. pada periode khadijah kan nabi itu monogami. pertanyaan saya (terutama untuk pelaku poligami): mengapa kalau tetap melakukan poligami tidak mengikuti laku yang dicontohkan rasulullah? yang artinya, dilakukan setelah istri pertama meninggal dunia? itu satu. yang kedua, menurut saya kasus-kasus poligami itu tak bisa dipukul rata, harus dilihat per kasus juga. jadi jangan karena ari condro punya pengalaman kurang menyenangkan di lingkungan keluarga besarnya, otomatis jadi antipati terhadap poligami. salam, ~a~ bukan pelaku poligami, tapi juga tidak anti terhadap yang melakukannya. [Non-text portions of this message have been removed]