ini hanya pendapat sy... ga punya dalil-dalil
pendukung... pemikiran sy sederhana, karena sy malas
berpikir..

Sy hanya menggambarkan kehidupan ini seperti sebuah
peta perjalanan. Kalau sy tau tujuan perjalanan sy,
maka sy bisa menentukan jalur mana yg akan sy lalui. 
Kadang, ada lebih dari 1 jalur yg bisa dilalui u
mencapai tempat tujuan. Bagi sy ini suatu kondisi yg
harus sy terima, bahwa ada banyak pilihan. Untuk sy
ini salah satu bentuk takdir.

Suatu ketika, saat sy sudah memilih jalur, ternyata
macet, ini pun suatu takdir, dan sy kembali dihadapkan
dengan suatu kondisi untuk memilih, mau terus atau
ganti jalur? Atau bisa jadi jalur yg sy pilih ternyata
jalannya jelek, harus pelan-pelan, ini pun takdir u
sy.

Bagi sy, takdir adalah suatu kondisi, ada kondisi yg
bisa sy ubah dan ada yg tidak. Tapi bisa saja ada
kondisi yg sy ga bisa mengubah tetapi ada orang lain
yg bisa mengubahnya. Misalnya sy ga bisa apa2 kalo
kendaraan sy mogok ga mau jalan, tapi u seseorang yg
tau ttg mekanik mungkin dia bisa mengatasinya. 

Ada kalanya sy bisa berpindah jalur, ada kalanya
tidak, mungkin dah keburu kejepit di kemacetan. Bisa
jadi, ini yg dimaksud Umar bin Khattab ra ttg
berpindah dari 1 takdir ke takdir lainnya.

Analogi dengan kondisi lalu lintas saat ini, banyak
orang yg tidak taat peraturan demi lebih cepat sampai
ke tempat tujuan. Ini jadi suatu pemikiran u sy,
apakah kalau poligami ini diatur sedemikian rupa
sehingga aturan2nya jelas, bukankah tetap sj yg jadi
penentu adalah niat orang yg melaksanakannya?

Yg jadi masalah, aturan lalu lintas dibuat bukan atas
dasar keadilan, tetapi atas dasar ketertiban. Mungkin
itu sebabnya agama memberi banyak aturan, karena agama
= a (tidak)+ gama (kacau), kata salah satu sumber
bacaan. 

Dalam hal ini juga sy membayangkan, bagaimana jadinya
kalau orang yg ingin ke utara lalu sy sarankan jalur
ke timur? Kemungkinan besar dia akan menolak. Kalau
demikian, apakah tujuan setiap orang islam di
indonesia ini benar2 agar mencapai islam (selamat)?
Kalau iya, mungkin kondisinya ga akan serumit ini.
Tapi kalau ternyata tidak, ada yg memang ingin
selamat, ada yg pengen kaya, ada yg pengen terpandang,
ada yg pengen pandai, dan sebagainya, maka... jalur
jalannya pun akan sangat banyak.... bisa jadi setiap
orang membuat jalur perjalanan yg berbeda-beda.

Menurut sy, kalau orang yg tujuannya selamat, bicara
ttg poligami dengan orang yg tujuannya lain, misalkan
sj tujuannya pemuasan nafsu, pasti hanya jadi debat
kusir. Kalau tujuannya sama2 ingin selamat, yaaah ..
walaupun ada perbedaan, mereka mungkin masih bisa
saling bertoleransi


mprie

--- Herni Sri Nurbayanti <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Yg dibicarakan disini adalah poligami sbg suatu
> kebijakan dan poligami
> sbg suatu 'nilai sosial' yg diterima masyarakat.
> Saya memahami kenapa
> ada beberapa orang yg tidak anti terhadap mereka yg
> poligami, tapi
> bukan itu inti masalahnya.
> 
> Ribut2 soal AAC yg hanya "sekedar" film biasa bukan
> sekedar ribut2
> sambal doang. Ada rasa kekhawatiran disitu bahwa
> poligami mulai
> disosialisasikan sbg nilai sosial yg perlu diterima
> begitu saja dan
> bahkan, sebuah takdir atau peristiwa/hal yg harus
> diterima.
> 
> Ketika ada yg bicara takdir sekalipun, kalau saya
> tidak salah
> menangkap, takdir itu adalah sesuatu yg terjadi
> manakala usaha sudah
> dilakukan, tapi ada satu 'kekuatan' yg lebih besar
> yg menentukan lain.
> Tapi apakah itu takdir atau bukan, ya tergantung yg
> menerimanya, mau
> stop dan menerima "takdir" itu atau masih mau
> 'membandel'. Contoh yg
> paling nyata (pake dunia seleb aja kali ya hehehe),
> nia zulkarnaen yg
> dulu pacaran sama ari sihasale (sama2 ari tapi jelas
> lebih keren
> dibanding ari condro hihihi), lantas putus krn beda
> agama, nikah sama
> yg lain eeeeeeeh meninggal, menikahlah dia dng ari
> sihasale. 
> 
> Itu takdir apa bukan? Bisa ya, bisa tidak. Bisa saja
> Nia beranggapan
> bahwa mungkin sudah 'takdir'nya utk menikah dng ari
> sihasale yg beda
> agama.. kalau ya begini, saya usil berpikir,
> bagaimana kalau kemudian
> Nia memilih utk tidak menikah dng ari sihasale,
> masihkah Allah akan
> punya cara lain utk mempertemukan mereka ini?
> hehehe... Ataukah takdir
> itu, ya tergantung kita juga... ada kontribusi kita,
> untuk bilang:
> oke, stop.. saya terima "takdir"-Mu ya Allah. Saya
> udah usaha, eh
> ketemunya die-die juga, mungkin emang akyu harus
> menikahi ari
> sihasale. Atau sebenarnya masih ada pilihan kita
> untuk memilih? Toh
> sepertinya Allah tidak protes, mau kita terima atau
> tidak. Jangan2
> hanya kita yg BERASUMSI bahwa itu takdir.
> 
> Rasa kekhawatiran akan poligami ini adalah di level
> kebijakan. Okelah
> kalau itu pilihan. Okelah kalau itu pilihan yg baru
> dilakukan dng
> pembatasan2 tertentu dan harus memenuhi ketentuan yg
> ada di Qur'an utk
> bersikap adil dan sunnah Rasul. Tapi buat yg tidak
> anti poligamor
> (kalau tidak mau disebut pro-poligami), tetap tidak
> memberikan jawaban
> bagaimana dampak2 NEGATIF dari poligami bisa diatasi
> dan dihilangkan. 
> 
> Ketika dia dijadikan pilihan yg terbatas dan dng
> cara2 yg dilakukan
> oleh Rasulullah aja, semua orang tau bahwa para
> poligamor itu tidak
> sesuai dng ketentuan di Qur'an, sunnah dan ketentuan
> peraturan
> perundang-undangan, apalagi kalau itu ditempatkan
> sbg suatu
> nilai/tindakan yg diterima begitu saja? Atau memang
> itu niatnya? 
> 
> Kebetulan libur panjang ini saya kerja, menggantikan
> teman yg tidak
> bisa pergi jauh karena masih dalam masa penyembuhan
> setelah tulang
> punggungnya di operasi. Kebetulan daerahnya 3 jam
> naik pesawat
> disambung 7 jam naik mobil lewat jalan berkelok2 yg
> bisa bikin
> punggung rontok :-) tapi hebatnya ada koneksi
> internet :-) Kebetulan
> pesertanya anggota DPRD dan stafnya. Dan kebetulan
> pula, salah satu
> dari mereka mengusulkan utk membuat.... PERDA
> POLIGAMI. Alhamdulillah
> masih sebuah ide yg dilontarkan dlm pelatihan, belum
> benar2 nyata
> diturunkan dalam rancangan peraturan. 
> 
> Ini cara berpikir si anggota dewan itu (yg laki2 dan
> punya istri 2)
> setelah lewat diskusi (idenya dibantah oleh peserta
> yg lain, laki2 dan
> perempuan). Alasannya dia:
> 
> - Kenapa perlu? Sbg solusi karena katanya dia,
> banyak perempuan2 di
> desanya yg belum menikah dan butuh 'sentuhan laki2'
> (tapi dia tidak
> bisa memberikan data statistik, lagi2 ini hanya
> asumsi).
> - Poligami itu sunnah Rasul, ada dalam Qur'an.
> - Istri2 itu dipimpin oleh suami. Jadi, mereka harus
> nurut manakala
> suaminya mau poligami. Kalau tidak setuju, berarti
> istri yg tidak nurut. 
> - Adalah tugas suami untuk memberikan penjelasan
> baik bagi istri
> pertama maupun calon istri ke-2 dst, bahwa poligami
> itu adalah
> ketentuan Qur'an dan sunnah Rasul yg harus
> dijalankan.
> - Nanti pas dihisab, lantas laki2 cuma punya 1
> istri, Allah akan
> bertanya dan meminta pertanggungjawabannya: kok
> istrinya cuma 1?
> 
> Coba kalau anda jadi saya, anda mau merespon apa?
> :-)
> 
> Kalau kebetulan anda laki2, bener gak sih laki2 spt
> itu? Kok mau aja
> sih, laki2 digeneralisasi spt itu? Konstruksi sosial
> itu kan tidak
> hanya berpengaruh thd perempuan, tapi juga laki2.
> Jadi ketika kita
> bicara 'konstruksi sosial poligami', maka kita tidak
> bicara soal
> konsep perempuan aja yg coba dikonstruksikan, tapi
> juga laki2. Apa iya
> laki2 begitu? Mas akmal mungkiiin tidak akan
> poligami, tapi ini
> ketentuan yg berlaku utk semua laki2 lho, mas :-)
> Meskipun mungkin mas
> Akmal tidak poligami meski ada ketentuan ini, tapi
> mas sudah mengamini
> konsep laki2 yg spt ini lho. Itu pointnya.
> 
> 
> salam,
> H
> 
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "akmal n.
> basral" <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
> 
> kalau saya ikutan komentar, nanti jadinya "tiga
> menguak takdir" bukan,
> ri? :)
>     
> sebelum sharing soal takdir, saya mau tanya dulu,
> latar belakangnya
> begini:
>     
> umat islam itukan umumnya berusaha sekuat tenaga
> agar melakukan apa
> yang dilakukan nabi, tentu sesuai dengan kondisi dan
> kemampuan
> masing-masing.
>     
> nah, rasul kan melakukan poligami setelah istri
> pertamanya, ibunda
> khadijah wafat, bukan pada saat khadijah masih ada.
> pada periode
> khadijah kan nabi itu monogami.
>     
> pertanyaan saya (terutama untuk pelaku poligami):
> mengapa kalau tetap
> melakukan poligami tidak mengikuti laku yang
> dicontohkan rasulullah?
> yang artinya, dilakukan setelah istri pertama
> meninggal dunia?
>     
> itu satu.
>     
> yang kedua, menurut saya kasus-kasus poligami itu
> tak bisa dipukul
> rata, harus dilihat per kasus juga. jadi jangan
> karena ari condro
> punya pengalaman kurang menyenangkan di lingkungan
> keluarga besarnya,
> otomatis jadi antipati terhadap poligami.
>     
>     
> salam,
>     
> ~a~
> bukan pelaku poligami, tapi juga tidak anti terhadap
> yang melakukannya.
> 
=== message truncated ===



      
____________________________________________________________________________________
Looking for last minute shopping deals?  
Find them fast with Yahoo! Search.  
http://tools.search.yahoo.com/newsearch/category.php?category=shopping

Kirim email ke