--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Muhammad Aly
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Dari Akmal : saya kira hal seperti ini harus dilihat
> kasus per kasus, itu poin saya. karena bagaimana pun
> juga al-qur'an sebagai panduan tertinggi dalam
> menjalani kehidupan membolehkan, dengan
> syarat ketat, masak saya akan berpendapat sebaliknya?
> 
> nah begitu dong.. bgmnpun Al-Quran di depankan dari
> segala2nya.. ok bwt akmal.. akmal dari kamil..kamil
> artinya sempurna dan akmal artinya lebih sempurna..
> smg lebih sempurna dlm memahami Al-Quran dan
> tegas-bijak he3...

-----------
~a~:
trims doanya mas aly. 
------------

> cuma...
> Wah syg sekali kalau ada teman kita mau masuk
> atheis/kepercayaan.. beberapa teman sy org perancis
> masuk atheis.. hanya dunia saja... thd Ulama kgk
> percaya.. sm pendeta apalagi penjelasan bible byk tdk
> jelas ..  syirik kepada Alloh SWT tdk ada ampunannya
> dibiarkan saja didunia bersenang2 sementara max 100
> tahun.. sisanya 10,000 tahun lebih disiksa di neraka
> jahanam..

-------------------
~a~:
soal kawan kita yang "mau masuk atheis" itu kan hanya gaya selorohnya
ari condro saja, mas. 

masak sampeyan yang sudah begitu "mesra" saling berbalas posting
dengan arcon masih belum ngeh dengan gaya kelakarnya yang sering
"bitter-sweet" itu, tapi sebenarnya selalu mengajak kita untuk
menafsir, dan menafsir ulang, sebanyak mungkin fenomena sosial yang
terjadi di masyarakat kita?

saya sendiri sih nggak percaya kalo arcon memilih atheis gara-gara
perda poligami. kritiknya yang sering keras di milis ini kan karena
dia juga cinta mati dengan ajaran islam (belum tentu dengan umatnya
lho, paling nggak ini yang saya baca dari posting-posting arcon tay-hiap).

salam,

~a~
******** 


>  
> --- "akmal n. basral" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> > saya coba jawab satu persatu mbak herni,
> >   salam kenal lebih dulu.
> >    
> >   1. film aac bukan soal sosialisasi poligami. ini
> > murni pertimbangan industri saja.
> >       novelnya meledak. lebih dari 25 kali cetak
> > ulang. sebuah captive market tercipta.
> >       saya sudah baca novel aac sejak 2004, dan
> > pernah menyarankan seorang produser-
> >       sutradara-aktor muslim terkemuka untuk
> > memproduksinya. tapi saat itu beliau sibuk,
> >       tak sempat membaca novel aac. saat satu kali
> > sang sineas senior ini bilang kepada
> >       saya (hampir tiga tahun kemudian) bahwa dia
> > tertarik untuk memfilmkan, right untuk 
> >       ekranisasi sudah dibeli produser sekarang.
> >    
> >       kebetulan lagi november lalu saya diminta jadi
> > salah satu dari lima juri inti festival film 
> >       jakarta 2007. pada satu kesempatan saya
> > bertemu hanung. dari kesempatan ngobrol-
> >       ngobrol itu, intinya, hanung bilang, "don't
> > expect too much deh, mas akmal," 
> >       katanya. "filmnya nanti kayak heart + jilbab,"
> > lanjutnya. heart adalah film nasional yang 
> >       lumayan populer, apalagi di kalangan abg. 
> >       
> >       (kisah "background" ini bisa lebih panjang,
> > tapi rasanya terlalu
> >       OOT untuk dibeber di milis ini. intinya cuma
> > tiga: industri, industri, dan industri.
> >       nggak ada sama sekali desain untuk
> > mensosialisasikan ini-itu, apalagi poligami). 
> >    
> >   2. soal poligami sebagai kebijakan, apalagi
> > sebagai perda (meski cuma simulasi),
> >       menurut saya seperti menggantang asap. banyak
> > problem lain yang lebih krusial
> >       di masyarakat kita.
> >    
> >       saya punya kisah pribadi soal poligami (yang
> > sudah dibukukan oleh asma nadia dalam
> >       buku kisah-kasih negeri pengantin (2005),
> > terbitan lingkar pena publishing house. di situ 
> >       ada juga kisah-kisah pernikahan para penulis
> > lain seperti kurnia effendi, gola gong, dll).
> >    
> >       ralat: bukan kisah poligami, tapi kisah
> > pernikahan saya yang berkait dengan isu 
> >       poligami. ringkasnya begini: istri saya
> > berasal dari keluarga non-muslim, keluarga yang
> >       "cukup punya nama" dari kawasan timur
> > indonesia.
> >    
> >       sebelum "persetujuan" diberikan oleh keluarga 
> > calon istri, saya "disidang" oleh
> >       lima orang senior dari mereka (termasuk alm.
> > ayah mertua). pertanyaan mereka 
> >       'sederhana':
> >    
> >       "sebetulnya kami sudah ikhlas mengizinkan anak
> > gadis kami untuk ikut kamu,
> >        tapi kami masih ingin tahu lebih jauh 2
> > pertanyaan ini. betul-betul ingin tahu supaya
> >        kami lebih tenang  ..."
> >    
> >       itu intro dari sebuah paparan panjang
> > pertanyaan mereka yang kalau diringkas intinya
> >       adalah:
> >    
> >       1. karena kamu (saya) islam, apakah nanti anak
> > kami akan kamu poligami?
> >       2. karena kamu minang, yang kami dengar,
> > setiap lelaki minang meski sudah beristri
> >           kalau pulang ke kampung pasti disediakan
> > istri juga oleh keluarganya. apa betul?
> >    
> >   begitulah mbak her, saya berhadapan dengan dua
> > stereotipe yang berbaur sekaligus: sebagai muslim
> > dan lelaki minang.
> >    
> >   saya jawab, "poligami memang diperbolehkan dalam
> > islam, tapi dengan syarat-syarat yang ketat. tanpa
> > bermaksud mendahului takdir, saat ini yang bisa saya
> > jawab adalah saya tidak berniat untuk berpoligami.
> > tapi tetap saya tidak tahu bagaimana nantinya."
> >    
> >   rupanya jawaban saya yang seperti itu memuaskan
> > mereka, sehingga SIM (surat izin menikah) diberikan,
> > kendati kedua mertua saya (mereka sendiri MINTA MAAF
> > kepada saya karena tak bisa hadir pada saat akad,
> > bukan tak mau, tapi karena "tak bisa") pada saat
> > akad nikah saya yang khutbahnya diberikan oleh kh
> > toto tasmara.
> >    
> >   pada saat anak pertama saya lahir, saya berada di
> > dalam ruang persalinan, (dan menurut ingatan istri
> > saya kemudian, "berlaku seolah-olah asisten dokter
> > yang sok tau!". anak
> >   saya ini lahir di rs asih, jl. prapanca kebayoran
> > baru). waktu itu saya mendapat "kesimpulan baru" 
> > yang berkait lagi dengan poligami.
> >    
> >   kesimpulan saya, setelah melihat langsung proses
> > persalinan istri secara normal, adalah:
> >   seorang suami yang melihat langsung bagaimana
> > istrinya melahirkan, rasanya sulit untuk
> >   mudah tergoda oleh wanita lain, apalagi memikirkan
> > untuk melakukan poligami.
> >    
> >   wallahu. melihat proses kelahiran seorang bayi itu
> > adalah sebuah "mukjizat" terbesar
> >   yang bisa disaksikan oleh orang awam seperti saya.
> > 
> >    
> >   TETAPI mbak her, problem manusia itu banyak sekali
> > bentuknya, ragamnya, dan tingkat
> >   penderitaannya yang seringkali di luar batas
> > jangkauan pemahaman saya. misalnya:
> >   saya kenal seorang pasangan, jauh lebih tua dari
> > saya, sudah lebih dari 20 tahun menikah,
> >   tak punya anak, sang istri pernah mengalami proses
> > pembuahan tabung (in vitro),
> >   pertama dengan 4 sel telur yang awalnya terlihat
> > lancar sampai usia kandungan 6 bulan, (bayangkan
> > bagaimana bahagianya mereka) lalu keempatnya gagal,
> > kemudian dicoba lagi dengan 3 sel telur, juga gagal
> > total. namun sampai sekarang, sang suami tetap setia
> > dengan istrinya, kemana-mana jalan berdua.
> >    
> >   mungkin contoh di atas langka, karena koridor
> > poligami, dengan salah satu "pass masuk" soal
> > keturunan, kerap digunakan sebagai argumentasi untuk
> > itu.
> >    
> >   apakah kalau ada kasus orang-orang yang, misalnya,
> > melakukan poligami atas alasan
> >   keturunan, dengan demikian dianggap berlaku tidak
> > manusiawi bagi sang istri? bagaimana kalau memang
> > ada kesepakatan pada pasutri yang bersangkutan?
> >    
> >   saya kira hal seperti ini harus dilihat kasus per
> > kasus, itu poin saya. karena bagaimana pun juga
> > al-qur'an sebagai panduan tertinggi dalam menjalani
> > kehidupan membolehkan, dengan
> >   syarat ketat, masak saya akan berpendapat
> > sebaliknya?
> >    
> >   menurut saya, yang harus dicermati adalah
> > bagaimana setelah pernikahan poligamis ini
> >   terjadi. adakah sang suami memang berlaku adil
> > terhadap para istrinya? atau lebih memilih
> >   mengistimewakan istri mudanya ketimbang istri
> > tuanya.
> >    
> >   mungkin ada variasi kasus lainnya, misalnya:
> > kalaupun dari istri pertama sebetulnya
> >   pria itu sudah mendapatkan keturunan (saya tidak
> > tahu, apakah ini misalnya terjadi pada
> >   kawan mbak her yang anggota dprd itu), tapi
> > ternyata gelora seksualnya memang sangat
> >   sangat tinggi, apanya yang salah dengan melakukan
> > poligami?
> >    
> >   itu contoh yang ekstrem saja, mbak.
> >    
> >   apakah dengan demikian para lelaki melulu
> > termotivasi oleh dorongan seksualnya dalam melakukan
> > poligami? saya kira spektrumnya luas sekali.
> >    
> >   jadi meski saya pribadi tidak (berkeinginan) untuk
> > melakukan, tapi saya juga tidak akan mengecam orang
> > yang melakukan poligami (sebelum tahu pasti apa
> > latar belakangnya secara spesifik).
> >    
> >   tapi kalau yang berniat menjadikannya sebagai
> > perda? mbak her boleh kirim petisi penolakan ruu
> > untuk saya tanda tangani.
> >    
> >   salam,
> >    
> >   ~a~
> >    
> >    
> >    
> >    
> >    
> >    
> >   
> > 
> > Herni Sri Nurbayanti <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >           Yg dibicarakan disini adalah poligami sbg
> > suatu kebijakan dan poligami
> > sbg suatu 'nilai sosial' yg diterima masyarakat.
> > Saya memahami kenapa
> > ada beberapa orang yg tidak anti terhadap mereka yg
> > poligami, tapi
> > bukan itu inti masalahnya.
> > 
> > Ribut2 soal AAC yg hanya "sekedar" film biasa bukan
> > sekedar ribut2
> > 
> === message truncated ===
> 
> 
> 
>      
____________________________________________________________________________________
> Be a better friend, newshound, and 
> know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now. 
http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ
>


Kirim email ke