lha iya,
kalo mengenal semikonduktor hanya dengan meraba-raba,
sampai kapanpun ngga jadi transistor .....

2008/4/26 sriwening herpribadi <[EMAIL PROTECTED]>:
> Masak sich kebenaran Islam yang kemudian dipahami secara berbeda2 dan 
> kemudian untuk memahami mengapa ada perbedaan itu lalu begitu gampangnya 
> orang memberikan analogi  berupa 3 orang buta - gajah. Rasanya koq ada 
> sesuatu yang ganjil...ada sesuatu yang ngga pas kalau cara mengenali 
> kebenaran Islam itu dilakukan sebagaimana mengenali seekor gajah.
>   1. Mengenali Islam itu kan semestinya pakai akal dan hati...bukan dengan 
> panca indra, sedangkan mengenali gajah memang satu2nya cara pakai panca 
> indra...kalau orang buta pakai indra peraba.
>
>   2. Bagaimana akal dan hati itu benar2 bisa sampai pada pengenalan yang 
> sesungguhnya tentang Islam...satu2nya cara adalah dengan mengikuti pengenalan 
> yang dilakukan oleh Islam terhadap dirinya sendiri. Kalau sekiranya umat 
> Islam ini dengan akal & hatinya  mau mengenali Islam sebagaimana Islam 
> memperkenalkan dirinya pastilah tidak ada perbedaan2...adapun perbedaan2 yang 
> ada sekarang ini dikalangan umat Islam bukan karena Islam itu berwarna warni 
> tapi karena tidak ditundukkannya akal & hati umat Islam untuk menerima Islam 
> sebagaimana Islam itu sendiri telah memperkenalkan dirinya.
>
>
>
>  "Dwi W. Soegardi" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>           Mbak Mei,
>
>  Kisah lebih lengkap tentang meraba-raba gajah bisa dibaca misalnya di
>  wikipedia: Blind Men and an Elephant. Memang "orang2 buta" yang paling
>  populer. Kisah ini diangkat oleh orang-orang bijak dari kalangan
>  Hindu, Buddha sampai Sufi. Tapi saya pertama kali baca kisah ini
>  justru dari buku teks Pengantar Semikonduktor :) Rupanya ada kesamaan
>  antara para bijak cendekia dengan para ilmuwan dan insinyur :)
>
>  Maulana Jalaluddin Rumi mempergunakan gajah di kamar gelap, bukannya
>  orang buta. Dia mengumpamakan kamar gelap itu dengan lautan maha luas
>  (ilmu pengetahuan) yang tidak ketahuan batas-batasnya.
>
>  Saya memakai orang yang ditutup matanya. Mungkin karena saya pria
>  sensiif (?) yang tidak tega mengeksploitir org buta :). Tapi bisa pula
>  dimaksudkan sebagai pencari kebenaran yang tertutup kalbunya (entah
>  ditutup sendiri atau tertutup oleh sebab-sebab lain).
>  Gimana? Apakah uraian ini mensejajarkan saya dengan Maulana Rumi dan
>  para ahli hikmah lainnya? Atau dengan Aa Gym? :) Nggak ah, saya cuma
>  mau jadi insinyur semikonduktor sahaja.
>
>  Salam,
>

Kirim email ke