Mas Aman,

Dalam kasus saya, nilai rumah dari developer 200 juta (ini saya hanya  
mengikuti ilustrasi sampeyan lho.. dalam realitanya nilai rumah saya  
jauuuuh... lebih rendah dari nilai yang anda ilustrasikan). Syarat  
dari bank katakanlah saya harus membayar uang muka kepada developer  
sebesar 30%.  Jadi sebagai uang muka saya bayar 60 juta. Nah, bank  
tidak membeli rumah itu dengan harga 200 juta kemudian dan menjualnya  
lagi dengan bunga tertentu. Transaksi saya dengan bank konvensional  
adalah hanya untuk pinjaman yang saya lakukan (yaitu 140 juta) dan  
jumlah itu pulalah yang dijadikan sebagai patokan untuk menghitung  
bunga (atau apapun itu istilahnya) bukan senilai harga rumah (200  
juta) yang otomatis akan meningkatkan besar cicilan dan keuntungan  
dari pihak bank, Nah dengan interest rate bank (yang seringkali bisa  
ditawar besarannya dan tergantung apakah model fix rate maupun  
floating) tadi, apabila disetujui maka akad kreditpun dilakukan...

Jadi interaksi mana yang berbeda? wong deal atau tidaknya juga  
tergantung kesepakatan antara kita dan pihak bank... kalau gak setuju  
dengan besaran interest yang diberikan ya tinggal pilih bank yang  
lain..  jumlah keuntungan absolut bank pun kalau menggunakan  
ilustrasi kasus saya jelas lebih kecil.  Belum kalau ada kasus (yang  
disebutkan dalam sebuah posting disini), kalau biaya administrasinya  
harus ditanggung diluar dan dimuka akad kredit yang akan dilakukan..   
plus (mungkin saya bisa keliru) banyak bank syariah masih punya  
masalah dengan quality of service.

Jadi ilustrasi mana yang lebih manusiawi?

regards,
Donnie



=====================
On Jun 3, 2008, at 8:42 AM, Aman FatHa wrote:

>
>
> Donnie ingin membeli rumah seharga 200 juta. Uang Donnie hanya 50  
> juta. Kebutuhan modal pembelian ini adalah 150 juta. Agar bisa  
> membeli rumah, Donnie datang ke salah satu bank untuk mendapatkan  
> modal.
>
> (1) Pada bank syariah, produk murabahah bisa diterapkan: bank akan  
> membeli kontan rumah tersebut seharga 150 juta dan menyerahkannya  
> kepada Donnie dalam bentuk jual beli lagi dengan harga yang lebih  
> besar dari 200 juta dan Donnie membayarkanya secara cicilan sebesar  
> nominal dan dalam periode waktu yang disepakati oleh kedua belah  
> pihak. Katakanlah harga yang ditawarkan oleh bank +12% menjadi 224  
> juta untuk jangka waktu 5 tahun. Artinya, margin keuntungan bank  
> dari modal 200 juta yang dikeluarkan adalah 24 juta untuk jangka  
> waktu 5 tahun. 224 juta / 60 = 3.735.000 ribu per bulan. Jika  
> Donnie setuju, dilaksanakanlah sistem ini. Bagaimana bank  
> menentukan margin ini sangat tergantung dengan kondisi ekonomi,  
> kelancaran keuangan, cost recovery, dan faktor-faktor lain yang  
> lebih mendalam dibahas dalam buku-buku operasional dan manajemen  
> Bank Syariah lengkap dengan ada rumusan dan strateginya.
>
> (2) Pada bank konvensional, katakanlah Donnie pinjam 200 juta  
> dengan bunga 12%, kira-kira apa bedanya dengan produk murabahah?  
> Bedanya hanya terletak pada sistem interaksi antara Donnie dan  
> pihak bank, yang pada bank syariah unsur riba tidak ada lagi karena  
> penawaran bank adalah harga jual rumah oleh pihak bank kepada  
> Donnie dengan menyebutkan harga asli pembelian yang akan dilakukan  
> apabila deal dan margin keuntungan bank sendiri. Ini pun masih  
> menjadi perdebatan ulama tentang kebolehan harga tinggi daripada  
> harga asal karena faktor waktu (pembayaran cicil dan tunda). Oleh  
> Ulama Kontemporer dinyatakan boleh dengan pertimbangan bahwa waktu  
> juga bernilai uang dari segi bisnis, beda dengan pandangan banyak  
> ulama fikih klasik.
>
> Ini baru pada bentuk produk yang digunakan. Belum lagi soal  
> administrasi dan lain-lain memandang pelayanan dan kepuasaan juga  
> penting. Dilihat dari contoh di atas, bisa dibayangkan bahwa untuk  
> satu proses saja memerlukan tahapan sistem yang tidak fleksibel.  
> Ini tantangan bagi pengembangan Ekonomi Syariah sebenarnya.
>



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke