Dalam batas-batas tertentu boleh saja skeptis pada iman, contohnya Nabi ibrahim 
ketika ingin meneguhkan imannya, Nabi Ibrahim mencari bukti dengan observasi, 
sebagaimana disebutkan di al qur'an :

وَإِذۡ
 قَالَ إِبۡرَٲهِـۧمُ رَبِّ أَرِنِى ڪَيۡفَ تُحۡىِ ٱلۡمَوۡتَىٰ‌ۖ قَالَ 
أَوَلَمۡ تُؤۡمِن‌ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَـٰكِن لِّيَطۡمَٮِٕنَّ قَلۡبِى‌ۖ 
قَالَ فَخُذۡ أَرۡبَعَةً۬ مِّنَ ٱلطَّيۡرِ فَصُرۡهُنَّ إِلَيۡكَ ثُمَّ 
ٱجۡعَلۡ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ۬ مِّنۡہُنَّ جُزۡءً۬ا ثُمَّ ٱدۡعُهُنَّ 
يَأۡتِينَكَ سَعۡيً۬ا‌ۚ وَٱعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬ (٢٦٠

Dan
 [ingatlah] ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku 
bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum 
yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi 
agar hatiku tetap mantap [dengan imanku]". Allah berfirman: "[Kalau 
demikian] ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah [kata "fashurhunna" ada 
yang menafsirkan "jinakkanlah" ada yang menafsirkan "potonglah"] semuanya 
olehmu. [Allah berfirman]: "Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit 
satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya 
mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha 
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS 2: 260)


Wassalam
Abdul Mu'iz


--- Pada Sab, 24/7/10, H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrah...@yahoo.co.id> 
menulis:

Dari: H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrah...@yahoo.co.id>
Judul: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Tanggal: Sabtu, 24 Juli, 2010, 6:16 AM







 



  


    
      
      
      ----- Original Message ----- 

From: "papabonbon" <masar...@gmail.com>

To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>

Sent: Friday, July 23, 2010 14:32

Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?



ngeri juga yah.  secara kuliah s2 dan s3 wajib ikutan mata kuliah filsafat

ilmu.  doktor juga kalau di luar negeri gelarnya Ph.D  doktor filsafat.

jadi pada tersesat tuh.  ngeri bener.  (memperingatkan dengan sopan supaya

berhati hati bagi yang sekolah s2 dan s3 ataupun yang ingin sekolah lagi).



metode ilmiah juga ketika s1 bahkan dalam pelajaran biologi dan fisika di

smp mengajarkan supaya skeptis.

####################################################################################

HMNA:

Dalam hal apa orang mesti skeptis? Silakan Simak Seri 004 di bawah:

********************************************************

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM



WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU

[Kolom Tetap Harian Fajar]

004. Kursi Iman dan Kursi Ilmu. Dibedakan Tetapi Tidak Dipisahkan



Di dalam diri kita harus disediakan dua kursi, yaitu kursi iman dan kursi ilmu. 
Kedua kursi itu harus dapat dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan, karena 
keduanya merupakan satu sistem. Kedua kursi itu harus dibedakan, oleh karena 
apabila kita menempatkan sesuatu hal tidak pada kursinya, misalnya suatu hal 
yang harus didudukkan pada kursi ilmu, tetapi kita dudukkan pada kursi iman, 
pikiran kita akan beku, tidak berkembang, karena sesuatu yang patut kita 
pertanyakan, kita tidak berani mempertanyakannya. Sebaliknya, jika sesuatu hal 
yang seharusnya didudukkan pada kurasi iman, tetapi kita dudukkan pada kursi 
ilmu, maka iman kita akan cacat, karena kita akan mempertanyakan sesuatu, yang 
sepatutnya kita tidak boleh mempertanyakannya.



Uraian di atas itu berpangkal pada perbedaan sikap dalam beriman dan berilmu. 
Sikap kita harus skeptik, jika kita menghadapi obyek ilmu. Apakah yang menjadi 
obyek llmu itu? Yang menjadi obyek ilmu adalah produk akal manusia. Yaitu fakta 
dan hasil penafsiran manusia terhadap fakta itu, yang lazim disebut dengan 
teori ataupun hipotesa. Dan apakah fakta itu? Fakta adalah hasil observasi dari 
sumber informasi yang dapat ditangkap oleh pancaindera secara langsung, maupun 
secara tidak langsung. Maksudnya dideteksi terlebih dahulu oleh instrumen dalam 
laboratorium. Skeptik berarti ragu, tidak menolak, tetapi belum menerima, dan 
sebaliknya tidak menerima, tetapi belum menolak. Sikap ragu itu akan berakhir 
dengan menerima, atau menolak, tergantung hasil jawaban pertanyaan-pertanyaan 
berikut: Betulkah begitu? Apa fakta-fakta yang menguatkan pembuktian itu? 



Sebalikanya, kita tidak boleh bersikap skeptik terhadap obyek iman. Terhadap 
apa yang harus diimani, akal kita tidak boleh bertanya seperti rentetan 
pertanyaan dalam berilmu di atas itu. Dan apakah obyek iman itu? Obyek iman itu 
berasal dari sumber informasi berupa wahyu dari Allah SWT yang diturunkan 
kepada para nabi dan rasul. Informasi wahyu ini tentu saja yang otentik berasal 
dari nabi dan rasul yang menerima wahyu itu. Apakah kriteria sumber informasi 
wahyu yang otentik itu? Tidak boleh ada penafsiran/interpretasi manusia yang 
disisipkan ke dalamnya. Tidak boleh ada perubahan kalimat ataupun kata, baik 
berupa penambahan, atau pengurangan. Harus dalam bahasa asli bangsa dari rasul 
yang diutus itu. Satu-satunya sumber informasi wahyu yang dapat memenuhi 
kriteria itu adalah Al Quran. Semua wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW 
ada dalam Al Quran yang dituliskan oleh para juru tulis Rasulullah. Itulah 
sebabnya Al Quran (yang dibaca) disebut pula Al
 Kitab (yang dituliskan). Dan tak ada satupun yang bukan wahyu yang ikut 
dimasukkan dalam Al Quran. Dan Al Quran itu adalah dalam bahasa Arab yang 
dipergunakan oleh suku bangsa Quraisy, yaitu suku bangsa di mana Nabi Muhammad 
SAW tergolong dalam suku itu. 

-- Inna anzalnahu Quranan Arabiyyan la'allakum ta'qilun. 

-- Sesungguhnya Kami turunkan Al Quran dalam bahasa Arab, mudah-mudahan kamu 
pergunakan akalmu (S.Yusuf 1). 

Keadaan Al Quran yang dapat bertahan keotentikannya terhadap zaman, adalah 
konsekwensi logik bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW adalah nabi dan rasul yang 
terakhir, Khatamun Nabiyyien, penutup para nabi. 



Telah disebutkan di atas iman dan ilmu harus dibedakan, tetapi tidak boleh 
dipisahkan. Karena memisahkan iman dengan ilmu akan mengakibatkan pecahnya 
kepribadian seseorang. Di satu saat ia akan bicara sebagai seorang ilmuwan, di 
satu saat yang lain akan bicara sebagai seorang yang beriman. Misalnya di satu 
saat sebagai seorang pakar kebudayaan, akan memasukkan agama ke dalam 
kebudayaan, artinya agama itu adalah bagian dari kebudayaan, dan di suatu saat 
yang lain ia bicara sebagai orang beriman lalu mengatakan bahwa agama itu bukan 
bagian dari kebudayaan, karena agama itu sumbernya dari  wahyu Allah SWT.  
Apabila ia menjumpai adanya pertentangan antara apa yang mesti dia imani dengan 
yang mesti dia ilmui, dia akan bingung. Salah satu alternatif ini yang akan 
terjadi, ia akan berhenti menjadi pakar dan akan frusturasi, lalu ia akan 
beragama secara dogmatik, akalnya beku, yang akan menjerumuskannya ke dalam 
taklid buta. Atau sebaliknya ia akan memilih
 ilmunya dan mencapakkan imannya, dan menjadi acuh tak acuh terhadap agamnya, 
menjadi orang agnostik. 



Apabila iman dan ilmu tidak kita pisahkan, kepribadian kita akan menjadi utuh, 
sehingga kita tidak akan terjerumus ke dalam sikap beragama yang bertaklid 
buta, dan juga tidak terjerumus ke dalam sikap yang agnostik. Kalau suatu saat 
kita melihat adanya pertentangan di antara keduanya, kita tambah ilmu untuk 
mendapatkan informasi yang relevan untuk iman kita. Atau kita tinjau kembali 
ilmu kita, melakukan reinterpretasi, penafsiran kembali, karena kebenaran 
ilmiyah itu sifatnya sementara, artinya relatif dalam arti menurut tempat, 
situasi, waktu dan peralatan ilmu bantu. Untuk contoh di atas, kalau kita 
sedikit jeli, mengapa terjadi pertentangan, karena ada agama yang berasal dari 
akar yang historik, maka itu adalah agama kebudayaan, ia termasuk dalam bagian 
kebudayaan. Ada agama yang berasal dari akar yang non-historik, yaitu wahyu, 
maka itu adalah agama wahyu, ia bukan bagian dari kebudayaan. Dan ada agama 
yang sebagian mempunyai akar historis dan
 sebagian bersumber dari wahyu. Agama jenis ketiga ini, sebagiannya menjadi 
bagian dari kebudayaan, dan sebagiannya bukan bagian dari kebudayaan.



Di dalam berilmu ada sebuah pendekatan yang dirasa perlu dikemukakan di sini, 
yaitu pendekatan sistem. Melihat obyek ilmu secara kaffah (totalitas), yang 
mempunyai fungsi dan tujuan, yang terdiri atas komponen-komponen yang mempunyai 
kaitan tertentu antara satu dengan yang lain, dan yang kaffah itu melebihi dari 
sekadar kumpulan komponen-komponen itu semuanya. Pendekatan ini dapat 
diterapkan dalam obyek iman, oleh karena pendekatan ini tidak akan merusak iman 
kita, bahkan Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk memegang prinsip kaffah 
ini, seperti firmanNya dalam S. Al Baqarah, ayat 208: 

-- Ya ayyuhalladziena amanu udkhulu fie ssilmi kaffah, artinya: 

-- Hai orang-orang beriman, masukilah keselamatan secara kaffah/totalitas.



Maka dengan metode pendekatan sistem ini, dapatlah kita menjadikan iman dan 
ilmu menjadi satu sistem, dan terlepaslah  klita insya Allah, yang pakar dan 
bukan pakar, dari bahaya pecahnya kepribadian, terhindarlah kita dari 
alternatif atau beragama yang dogmatik, atau bersikap agnostik, acuh tak acuh 
mencuekkan agama.

WaLlahu a'lamu bishshawab.



*** Makassar, 10 November 1991

    [H.Muh.Nur Abdurrahman]

http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/004-kursi-iman-dan-kursi-ilmu-dibedakan.html



##################################################################################



2010/7/22 Yudi Yuliyadi <y...@geoindo.com>



>

>

> Bingung pa maksudnya

>

> Yang jelas ilmu filsafat banyak menyesatkan manusia, seperti kata imam

> al-ghazaly( sesungguhnya ada 2 ilmu yang kita dapatkan dari barat, yang

> satu

> sesat dan yang satu baik, yang sesat itu ilmu filsafat, kita tidak bisa

> memkirkan tentang zat ALLAH dengan akal kita) kita bisa merenungi tentang

> adanya ALLAH melalui ciptaanya yang ada di langit dan dibumi

>

> _____

>

> From: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>

> [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com>]

> On Behalf Of H. M. Nur Abdurahman

> Sent: Wednesday, July 21, 2010 7:25 PM

>

> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>

> Subject: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

>

> Allah itu Personal?

> Haqiqat Allah (Al-Haqq) tidak mungkin dapat dicapai oleh manusia dengan

> kekuatan akalnya. Haqiqat Al-Haqq tidak mungkin diperoleh dengan upaya akal

> yang berpikir dengan mekanisme otak yang berwujud filsafat. Juga Haqiqat

> Al-Haqq tidak dapat dicapai manusia dengan upaya akal yang merenung memakai

> mekanisme qalbu dalam wujud tasawuf. Haqiqat Al Haqq tidak dapat dicapai

> melalui filsafat ataupun tasawuf:

> -- Al Haqqu min rabbikum (Suarh Al-Kahf, 18:29), artinya: Al Haqq itu dari

> Rabb kamu.

>

> Haqiqat Al Haqq tidak mungkin diketahui manusia dengan kekuatan akalnya.

>

> Sekali lagi ditekankan: Haqiqat Al Haqq tidak dapat dicapai melalui

> filsafat

> ataupun tasawuf. Oleh sebab itu Haqiqat Al-Haqq itu, karena tidak dapat

> dicapai melalui filsafat ataupun tasawuf, maka Haqiqat Al-Haqq itu

> didatangkan kepada manusia melalui wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, dalam

> redaksional yang sekadar dapat dicerna oleh pikiran dan direnungkan qalbu

> manusia melalui ayat Al-Quran seperti di bawah:

>

> Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang tetap hidup, Yang kekal

> selama-lamanya mentadbirkan/mengurus (sekalian makhlukNya). Yang tidak

> mengantuk usahkan tidur. Yang memiliki segala yang ada di langit dan yang

> ada di bumi. Tiada sesiapa yang dapat memberi syafaat / pertolongan di

> sisiNya melainkan dengan izinNya. Yang mengetahui apa yang ada di hadapan

> mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui

> sesuatu pun dari (kandungan) ilmu Allah melainkan apa Yang Allah kehendaki

> (memberitahu kepadanya). Luasnya Kursi Allah (ilmuNya dan kekuasaanNya)

> meliputi langit dan bumi; dan tiadalah menjadi keberatan kepada Allah

> menjaga serta memelihara keduanya. dan Dia-lah Yang Maha Tinggi (darjat

> kemuliaanNya), lagi Maha Besar (kekuasaanNya). [Surah Al-Baqarah, 2:255]

>

> Allah Yang menerangi langit dan bumi. bandingan Nur / Cahaya itu adalah

> sebagai sebuah "misykaat" / relung yang berisi sebuah lampu; lampu itu

> dalam

> geluk kaca (qandil), geluk kaca itu pula (jernih terang) laksana bintang

> yang bersinar cemerlang; lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pokok yang

> banyak manfaatnya, (Iaitu) pokok zaitun yang yang tumbuh tidak di sebelah

> timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah baratnya(*); hampir-hampir

> minyaknya itu - dengan sendirinya - memancarkan cahaya bersinar (kerana

> jernihnya) walaupun ia tidak disentuh api; (Sinaran Nur hidayah Yang

> demikian bandingannya adalah Sinaran Yang berganda-ganda): Nur berlapis

> Nur.

> Allah memimpin sesiapa yang mau dipimpin (menurut undang-undang dan

> peraturanNya) kepada Nur hidayahNya itu; dan Allah mengemukakan

> berbagai-bagai misal perbandingan untuk umat manusia; dan Allah Maha Tahu

> akan tiap-tiap sesuatu. [Surah An-Nur, 24:35]

> -----------------------------------------------

> (*)

> Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari

> bukan sahaja disinari matahari semasa naiknya dan bukan sahaja semasa

> turunnya, tetapi ia sentiasa terdedah kepada matahari, sehingga pohonnya

> subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik

>

> Salam

> HMNA



[Non-text portions of this message have been removed]





    
     

    
    


 



  







[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to