Pada zaman kolonial, rakyat bumiputra diposisikan
 > sebagai warga negara terendah di dalam
 > stratatifikasi sosial masyarakat Hindia Belanda.
 > Bahkan orang Indonesia, menurut orang-orang Belanda
 > waktu itu, adalah negeri para monyet, bangsa yang
 > dianggap sebagai penjahat paling kejam dan tak
 > beradab. Persepsi orang Belanda terhadap warga
 > pribumi juga diceritakan oleh Pramoedya Ananta Toer
 > di dalam novelnya Bumi Manusia. Seorang anak muda
 > dari Jawa Tengah yang datang ke Batavia untuk
 > belajar di sekolah kedokteran (STOVIA) dijuluki
 > “Minke oleh gurunya sendiri, yang merupakan plesetan
 > dari kata monkey (monyet). Minke adalah tokoh utama
 > di dalam novel itu.

tulisannya mantep kang,
cuma sedikiiiii..it saja saya mau komentar ttg paragraf yang saya copy dari 
tulisan kang bonie :
rasanya dalam novel "bumi manusia", pramudya tidak menyebutkan kota tempat 
MINKE belajar tapi hanya disebutkan inisial kotanya saja.
seperti ditulis bahwa MINKE belajar di kota "S" (perkiraan saya "Surabaya"). 
kemudian MINKE seorang anak bupati yang tinggal di kota "B" yang ada di bagian 
barat kota "S" (Perkiraan saya "B" adalah Blitar), daerah asal Pramudya dan 
Raden Tirto Adi Suryo (seorang tokoh penulis di Indonesia yang masih moyangnya 
Pramudya dan dalam cerita itu digambarkan sebagai MINKE).
salam - UUS

halim hd <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                               naaah, yang 
kayak begini bolehlah, boontjes, jangan
 yang cem-macem. dank u,
 hhd.
 --- Boni Triyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 
 > Skandal Seks Meneer Montigny di Rangkasbitung
 > 
 > Bonnie Triyana
 > 
 > Penjajahan Belanda atas Indonesia memang
 > mendatangkan beragam kisah. Mulai dari exploitasi
 > sumber daya alam sampai dengan kisah perselingkuhan
 > antara meneer Belanda dengan perempuan pribumi.
 > 
 > Pada zaman kolonial, rakyat bumiputra diposisikan
 > sebagai warga negara terendah di dalam
 > stratatifikasi sosial masyarakat Hindia Belanda.
 > Bahkan orang Indonesia, menurut orang-orang Belanda
 > waktu itu, adalah negeri para monyet, bangsa yang
 > dianggap sebagai penjahat paling kejam dan tak
 > beradab. Persepsi orang Belanda terhadap warga
 > pribumi juga diceritakan oleh Pramoedya Ananta Toer
 > di dalam novelnya Bumi Manusia. Seorang anak muda
 > dari Jawa Tengah yang datang ke Batavia untuk
 > belajar di sekolah kedokteran (STOVIA) dijuluki
 > “Minke oleh gurunya sendiri, yang merupakan plesetan
 > dari kata monkey (monyet). Minke adalah tokoh utama
 > di dalam novel itu.
 > 
 > Perempuan pribumi pun dipandang sebagai perempuan
 > rendahan, yang walau dirias dengan gincu, konde,
 > kebaya plus berhiaskan gelang, cincin dan kalung
 > bermata berlian tetaplah seorang inlander yang
 > terlihat murahan di hadapan tuan-tuan Belanda.
 > Sehingga pada masa itu muncul ungkapan bahasa
 > Belanda (yang tak bermutu) soal pribumi, al draagt
 > een aap een gouden ring, het us en blijft een leijk
 > ding (meskipun mengenakan cincin emas, seekor monyet
 > tetap saja mahluk yang buruk rupa).
 > 
 > Berdasarkan "doktrin" itulah Belanda menempatkan
 > pribumi sebagai warga kelas bawah alias inlander.
 > Yang kemudian mereka gunakan pula sebagai dasar
 > untuk memekerjakan mereka sesuka hati, pula sebagai
 > gundik. Orang-orang Belanda saat itu memandang
 > perempuan peribumi sebagai perempuan yang berhasrat
 > seks tinggi karena terbiasa menyantap makanan yang
 > berempah-rempah.
 > 
 > Sejarah pergundikan di Indonesia pada masa lalu
 > dimulai sejak kaum lelaki VOC datang ke kepulauan
 > Hindia tanpa disertai istri-istri mereka. Konon,
 > dari sini pula muncul bantal guling, bantal yang
 > digunakan oleh kaum lelaki Belanda sebagai teman
 > tidur mereka di Hindia. Tentu saja bantal guling tak
 > lagi berfungsi sebagai teman tidur para meneer
 > Belanda ketika tradisi memelihara perempuan pribumi
 > sebagai gundik sudah dimulai. Gundik memang tak
 > pernah dinikahi secara sah, namun mereka diharuskan
 > melayani meneer Belanda itu sebagaimana layaknya
 > seorang istri. 
 > 
 > Kebiasaan yang berlangsung di Hindia Belanda pada
 > masa kolonial, seorang lelaki Belanda memelihara
 > gundik sebelum ia memutuskan untuk menikahi seorang
 > perempuan Eropa yang sederajat dengannya. Seringkali
 > terjadi lelaki Belanda yang sudah memiliki istri di
 > negerinya, menjadikan perempuan pribumi sebagai
 > gundik. Manakala lelaki Belanda itu menikah resmi
 > dengan perempuan yang sederajat atau istri sahnya
 > dari negeri Belanda datang ke Hindia, maka seorang
 > nyai harus rela meninggalkan statusnya bahkan
 > melupakan “suami” dan anak yang pernah
 > dilahirkannya. 
 > 
 > Soal esek-esek ini juga yang membuat  Muller de
 > Montigny, asisten residen yang bertugas di
 > Rangkasbitung, Lebak, Banten, sejak 6 April 1906
 > sampai dengan 1908 terjungkal dari jabatannya.
 > Rangkasbitung juga kota di mana Eduard Douwes Dekker
 > yang bernama pena Multatuli pernah bertugas sebagai
 > asisten residen. Kota ini pula yang menjadi setting
 > peristiwa Lebak dalam novelnya “Max Havelaar atau
 > Persekutuan Lelang Dagang Kopi Hindia”. 
 > 
 > Silang sengkarut kasus pergundikan yang dilakukan
 > oleh Muller de Montigny itu tercatat di dalam arsip
 > Departemen van Binenland Bestuur (BB, Departemen
 > Dalam Negeri) Pemerintah Hindia Belanda. Berdasarkan
 > laporan rahasia Residen Banten Overduyn tertanggal 7
 > November 1907 No. 234/g kepada Direktur BB yang
 > ditembuskan juga kepada Gubernur Jenderal Hindia
 > Belanda di Batavia, Muller de Montigny telah
 > melakukan beberapa tindakan yang tak terpuji: hampir
 > setiap hari dia meminta Ardja, seorang opas patih
 > Lebak untuk mencarikan seorang perempuan. Montigny
 > juga membebani jaro (lurah) desa Aweh (distrik
 > Rangkasbitung) untuk meminta seorang perempuan
 > pribumi bernama Nyi Munah yang dihukum karena
 > perselingkuhan untuk menjadi pembantunya. Tidak
 > hanya itu, Montigny juga memerintahkan Mas Mangku
 > Sudirdja, sipir penjara negara Rangkasbitung, untuk
 > mencarikan pembantu perempuan pribumi (Nyi Hadji
 > Salatri dan Marsono).
 > 
 > Montigny menjalankan tugas sebagai asisten residen
 > Lebak sendiri, tanpa didampingi seorang istri. Arsip
 > memang tak menjelaskan apa statusnya: perjaka, duda
 > atau sudah menikah. Dari keterangan yang ditulis
 > dalam surat rahasia Residen Overduyn tanggal 25
 > Maret 1908 No.92/g disebutkan bahwa Montigny kurang
 > memiliki sikap menjaga nafsu seksualnya, sehingga
 > berulang kali ia meminta pada opas patih untuk
 > mencari seorang perempuan pribumi untuk menemaninya
 > pada malam hari. 
 > 
 > Prilaku seksual Asisten Residen Muller de Montigny
 > dinilai keterlaluan oleh para atasannya. Selain
 > meminta Djamad, opas patih, untuk setor perempuan
 > setiap hari, ia juga memelihara seorang gundik yang
 > diakuinya sebagai pembantu. Seakan belum puas dengan
 > perempuan-perempuan “setoran” bawahannya, ia juga
 > menyuruh sipir penjara negara di Rangkasbitung untuk
 > menyerahkan kepadanya dua tahanan perempuan pribumi.
 > 
 > 
 > Tentu saja Montigny menyangkal semua tuduhan yang
 > dilayangkan kepadanya. Melalui suratnya kepada
 > Gubernur Jenderal ia menyatakan bahwa
 > tuduhan-tuduhan itu tak lain karena siasat licik
 > Patih Lebak yang menghendaki Montigny digeser dari
 > posisinya sebagai asisten residen Lebak.  Ia
 > menyangkal kesaksian Patih Lebak dan Jaksa Lebak
 > yang menyudutkannya, kendati kedua pejabat pribumi
 > memberikan keterangan di bawah sumpah. “Lagipula
 > sangat bodoh dan gilanya saya bila mengambil
 > perempuan untuk dijadikan gundik, apalagi yang
 > dihukum lantaran selingkuh” ujar Montigny dalam
 > surat pembelaannya. 
 > 
 > Selain dituduh memelihara gundik dan terlibat di
 > dalam skandal seksual, Montigny juga dituduh
 > terlibat di dalam peristiwa peracunan seorang
 > pejabat pribumi. Ia pun menyangkal tuduhan itu
 > sembari menuduh balik ada konspirasi yang dirancang
 > oleh Bupati Serang untuk meracun dirinya. Belakangan
 > hari terbukti bahwa racun yang disebut-sebut oleh
 > Montigny digunakan untuk meracuninya ternyata
 > hanyalah obat penyubur jenggot belaka.  
 > 
 > Wakil Direktur BB di dalam laporannya kepada
 > Gubernur Jenderal Hindia Belanda tertanggap 22 April
 > 1908 menyarakan agar Montigny dipecat secara
 > terhormat. Semua pejabat mulai dari Residen Banten
 > Overduyn hingga pejabat pribumi setingkat Patih dan
 > Jaksa menganjurkan agar Montigny segera dipecat
 > dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai asisten
 > residen Lebak. Kesemua laporan itu, selain
 > menyebutkan kesalahan lain, terutama sekali
 > menjadikan prilaku seksual Montigny yang keterlaluan
 > sebagai alasan untuk memecatnya tanpa hormat. 
 > 
 > Bisa jadi juga persoalan ini adalah taktik untuk
 > melumpuhkan posisi Montigny. Bila dibandingkan
 > dengan peristiwa Lebak yang sebelumnya menimpa
 > Eduard Douwes Dekker, peristiwa yang dialami oleh
 > Montigny juga melibatkan beberapa pejabat lain, baik
 > dari kalangan Belanda maupun pribumi. Posisi jabatan
 > asisten residen biasanya diisi oleh para pemuda
 > Belanda yang dinilai cakap. Mereka punya idealisme
 > yang tinggi, seperti halnya Eduard Douwes Dekker
 > yang memerjuangkan rakyat Lebak kendati akhirnya ia
 > tersingkir. Tentu saja idealisme yang tak didukung
 > oleh lingkungan sekitarnya menimbulkan benih-benih
 > konflik karena pejabat senior merasa terancam oleh
 > sepak terjang asisten residen muda penuh semangat. 
 > 
 > Namun demikian, menarik diperhatikan bahwa Wakil
 > Direktur BB punya pendapat lain soal ini. Dia
 > memandang Montigny perlu dipecat secara terhormat
 > bukan karena prilaku seksualnya yang menyimpang,
 > melainkan karena kurang bisanya dia menjaga relasi
 > baik dengan rekan-rekan sejawatnya. Mungkin
 > pandangan para petinggi kolonial terhadap Asisten
 > Residen Montigny sesuai dengan jiwa zaman yang
 > sedang berlaku saat itu: pergundikan adalah sebuah
 > hal yang wajar. Dan memelihara nyai yang berasal
 > dari kalangan perempuan pribumi bukanlah suatu hal
 > yang dilarang. Barangkali saja Wakil Direktur
 > Departemen Dalam Negeri Pemerintah Hindia Belanda
 > itu punya opini yang sama dengan orang Belanda
 > lainnya pada saat itu: “al draagt een aap een gouden
 > ring, het us en blijft een leijk ding.” 
 > 
 > 
 > Penulis adalah sejarawan. Bekerja sebagai redaktur
 > budaya di Koran Jurnal Nasional, Jakarta. 
 > 
 >  Send instant messages to your online friends
 > http://uk.messenger.yahoo.com 
 
 __________________________________________________
 Do You Yahoo!?
 Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
 http://mail.yahoo.com 
 
     
                               

       
---------------------------------
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! 
Answers

Kirim email ke