Dulur-dulur sadayana, Malam ini saya mengembalikan formulir pendaftaran sebagai calon anggota DPD. Banyak tanggapan datang dari teman-teman di Majelis ini ketika saya berniat maju. Tentu pro kontra itu adalah hal yang biasa..
Saya jadi teringat sebuah cerita dari hearing antara DPD dengan Komisaris PT Krakatau Steel ketia PT KS meminta dukungan agar PT KS tak dijual ke perusahaan asing. Setelah berjam-jam mereka menguraikan berbagai peran strategis PT KS, dan prospek bisnis baja di dunia. seorang anggota DPD asal Banten bertanya,"Pak Direktur Ari privatisasi itu apa?" Duh! Saya tak menganggap saya lebih cerdas, karena saya yakin keempat anggota DPD asal Banten punya kelebihan lain hingga mereka bisa terpilih. Namun saya ingin mengajak teman-teman yang lain untuk mewarnai berbagai lapangan bermain dengan peran kita semua. Pertanyaan sang anggota DPD itu ini tentu menguak kesadaran bersama kita betapa pentingnya kita berani untuk mengambil peran, sekecil apapun peran yang dipunyai DPD saat ini. Peran itu bisa melalui parpol, yang harganya sangatlah tidak murah, atau melalui Pilkada yang juga sami mawon, juga seperti majelis milis yang mencerdaskan seperti yang kita punya ini. Saya asyik dan selalu senang manjadi anggota milis ini. Tapi kayanya diantara kita juga harus ada yang berani mengambil peran yang lebih, meski itu tak mudah ditengah keterbatasan yang kita miliki, dan hegemoni orang-orang di seputar kekuasaan yang memiliki kekuasaan sekaligus uang yang nyaris tak berseri. Tadi siang, saya berniat berangkat kerja ke Jakarta, di jalan saya berpapasan dengan konvoi panjang kendaraan yang berangkat dari kawasan jalan Bhayangkara untuk daftar menjadi anggota DPD.Tapi haruskah kita gentar, melihat panjangnya konvoi kendaraan itu? Untuk itu saya memberanikan diri maju, meski tanpa tim sukses yang terorganisir, bermodal SMS dari beberapa sahabat saya, saya membesarkan hati mengambil formulir. Alhamdulillah saya yang selama tiga hari menemui teman-teman saya di SD, SMP, hingga SMA 1 Serang, bisa mengumpulkan KTP cukup banyak. Tak serupiahpun keluar untuk membeli KTP. Beberapa teman bahkan tak mau uangnya diganti, meski saya tahu mereka juga tak kaya. Ada diantara mereka yang menyumbang 15 KTP, ada yang 20, ada juga yang menyumbang 2 lembar kopi KTP bersama istrinya. Bagi saya masuk menjadi calon Alhamdulillah, tapi kalau tidak juga terima kasih. Saya memperoleh pelajaran berharga, berapa masih banyak dulur dan baraya, rerencangan yang ikhlas membantu. Inilah yang membuat saya yakin akan adanya harapan di Banten, seperti yang dikutip Tigor Dalimunthe dalam milis ini, lebih baik menyalakan lilin daripada meratapi kegelapan. Salam