punten kang bayu... ada orang belanda yang di beri gelar tubagus... padahal 
tidak ada hubungan darah dengan sultan.. hanya karena beliau berjasa kepada 
banten... cuma saya lupa namanya mungkin ada yang tahu ???  




________________________________
From: bayu sukma <bayu_ban...@yahoo.com>
To: WongBanten@yahoogroups.com
Sent: Mon, May 10, 2010 11:23:48 AM
Subject: Re: [WongBanten] maklumat rakyat Banten nih

  
 Pembuatan maklumat adalah untuk mengantisipasi para keturunan Banten bersatu 
agar tidak terpecah oleh karena itu kita berikan kesempatan Kepada Rt. Ayu 
Mintorosasi untuk mengawali menyusun kembali para ratu dan tubagus yang ada di 
banten dan luar banten agar jati diri banten kembali.Dengan ada kesultanan  
yang berkenan berkantor nantinya di ext pendopo gubernur tidak ada kaitannya 
bersaing dengan pemerintah justru ini mengangkat wibawa Banten di mata Dunia. 
Jangan persempit pemikiran. Banten tidak akan begini terus dan harus selalu 
berjaya kalau bukan kita yang mengawali siapa lagi..??

Salam Semangat ..!!

(Tulisan di bawah ini ada benarnya)

Siapakah Sultan Banten Terakhir?        
Written by Ibnu Adam Aviciena      
Sunday, 11 October 2009 15:33  
Oleh Ibnu Adam Aviciena

Apabila membaca sejarah Banten, kita
akan menemukan bahwa sultan Banten terakhir adalah Rafiudin yang
memerintah dari 1813-1820. Pertanyaannya: benarkan Rafiudin adalah
sultan Banten terakhir? Sejauh ini buku-buku sejarah Banten menyatakan
demikian. Namun pada tulisan ini saya akan menawarkan satu versi
sejarah yang berbeda, bahwa sultan Banten terakhir bukan Rafiudin,
melainkan Sultan Muhammad Safiudin. Lalu siapakan Rafiudin yang
menggantikan posisi Sultan Muhammad Safiudin itu? Ratu Ayu Mintorosasi
Mahayanti Hendrawardani (86), buyut dari Sultan Muhammad Safiudin
menuturkan kepada saya dan Mufti Ali di rumahnya di Bintaro, Tangerang.

Akar Masalah 

Mintorosasi mengatakan
bahwa Sultan Safiudin memiliki ibu suri. Ibu suri ini memiliki saudara
perempuan. Perempuan inilah isteri dari Rafiudin yang selama ini
diklaim sebagai sultan Banten terakhir. Ia sendiri, Rafiudin, bukan
orang Banten, melainkan orang Jawa. Bahkan Rafiudin bukan nama aslinya.
Nama itu digunakan setelah dia ada di Banten. “Kebijakan” ini digunakan
agar orang Banten mengakui dia sebagai orang Banten.
 
Selanjutnya, Sultan Safiudin diturunkan dari jabatannya sebagai
sultan Banten oleh Belanda. Sultan Safiudin pada tahun 1832 kemudian
dibuang ke Surabaya. Keluarga Sultan Safiudin yang memiliki uang ikut
dengan Sultan ke Surabaya, sedangkan yang tidak punya uang menyingkir
ke Menes, Pandeglang. Dalam pembuangan itu, Mintorosasi mengatakan,
keluarga sultan tidak membawa apa-apa. Sepanjang 1832-1945 Sultan
Safiudin beserta keturunannya tidak diizinkan untuk datang ke Banten.
Setelah Sultan Safiudin diturunkan dari kesultanan, Belanda
menyerahkan kedudukan itu kepada Rafiudin. Rafiudin yang kemudian
dijadikan sultan ini tidak diakui oleh keluarga kesultanan. Dalam hal
ini Heriyanti Ongkodharma Untoro dalam bukunya Kapitalisme Pribumi Awal
Kesultanan Banten 1522-1684, mengatakan bahwa Rafiudin adalah sultan
tanpa kedaulatan penuh. Dan pada akhirnya Rafiudin pun dibuang oleh
Belanda ke Surabaya pada tahun yang sama dengan pembuangan Sultan
Safiudin. Mintorosasih yakin bahwa meskipun keduanya dibuang pada tahun
yang sama, Sultan Safiudin dibuang lebih awal. Keduanya meninggal di
Surabaya. Sultan Safiudin dimakamkan di Boto Putih, sedangkan Rafiudin
dikuburkan di Pemakaman Semut, dekat Stasiun Semut.

Silsilah Sultan Safiudin 

Dalam
pembuangannya Sultan Safiudin bersumpah agar tak ada satupun dari
keturunannya yang menikah dengan orang kulit putih. Namun hal lain,
sebagaimana akan ditunjukan di bawah, terjadi. Hal berikutnya, semua
kekayaan Sultan Safiudin, termasuk mahkota dan permainan congklak yang
terbuat dari mas dan zamrud, diambil Belanda. Sementara itu Sultan
Safiudin juga masih harus membayar pajak atas perkebunan kelapa
miliknya yang ada di Banten. 
Pada suatu hari seorang kontroler
pajak datang ke tempat pembuangan sultan di Surabaya , meminta agar
Sultan Safiudin membayar pajak atas perkebunan kelapanya yang ada di
Banten. Mendapati kenyataan ini Sultan marah. Dia sudah dibuang,
kekayaannya diambil, Belanda masih juga memaksa dia untuk membayar
pajak atas kebunnya yang ada di negerinya. Dalam marahnya, Sultan
menggembrak mebeul marmer hingga pecah. Sepulang dari pertemuan dengan
sultan, jelas Mintorosasih, kontroler tadi tidak lama kemudian gila.
Sultan Safiudin memiliki tiga anak sebagai berikut: Surya Kumala
(tak memiliki keturunan), Surya Kusuma (menjalani kehidupan asketis),
anonim (meninggal sejak bayi), dan Surya Atmaja. Surya Atmaja alias
Pangeran Timur memiliki anak kembar: Ratus Bagus Maryono dan Ratu Bagus
Iman Supeno. Iman Supeno menikah dengan seorang Indo bernama Corry.
Dari pernikahan itu ia memiliki satu anak laki-laki dan dua orang
putri. Anak pertamanya meninggal. Dalam pekerjaan Iman Supeno terakhir
menjabat sebagai kepala Burgerlijk Openbare Werken (Pekerjaan Umum) di
Sumatra.
Ratu Bagus Maryono bekerja sebagai kepala sebuah bank yang sekarang
menjadi BRI dan memiliki 17 anak. Mintorsasih menjelaskan bahwa pada
satu waktu sebagian dari 17 anak ini terus meninggal karena panas.
Sekarang, dari 17 anak itu, tersisa dua orang yang masih hidup, yaitu
Ratu Ayu Mintorosasih (lahir 1920) dan Ratu Bagus Kartono (1932). 

Sumpah yang Terlanggar 

Seperti
disebutkan di atas, dalam pembuangannya di Surabaya Sultan Safiudin
bersumpah bahwa tidak boleh ada keturunannya yang menikah dengan orang
kulit putih. Yang terjadi, anak pertamanya, Pangeran Surya Kumala
menikah dengan perempuan Prancis. Ini terjadi berawal dari hilangnya
burung merak Pangeran Surya Kumala. Dia meminta pembantunya untuk
mencari burung tersebut. Lalu burung itu ditemukan di halaman rumah
seorang konsul Prancis. Ketika burung merak itu diminta oleh
pembantunya, putri konsul Prancis mencacimaki. Dalam caciannya dia
mengatakan bahwa dia, putri Prancis ini, ingin menjadikan Pangeran
Surya Kumala sebagai keset toilet.
Merasa terhina oleh kata-kata itu Pangeran Surya Kumala kemudian
bertapa, hingga tiba suatu saat di mana keduanya bertemu dalam satu
undangan. Dalam pertemuan itu, kata Mintorosasih, Pangeran Surya Kumala
terus memandangi putri konsul Prancis yang pernah mencacimakinya. Ada
kemungkinan bahwa putri konsul Prancis ini tidak mengetahui bahwa pria
itu adalah Pangeran Surya Kumala. Singkat cerita, putri konsul ini
jatuh cinta dan mereka memutuskan untuk menikah.
Mintorosasih menganggap pernikahan ini melanggar sumpah buyut Sultan
Safiudin yang melarang keturunannya untuk menikah dengan orang kulit
putih. Karena itu semua gelar yang dimiliki Pangeran Surya Kumala
dicabut. Pada perkembangan selanjutnya, keturunan Sultan Safiudin yang
menikah dengan orang kulit putih tidak hanya Pangeran Surya Kumala,
melainkan juga cucu Sultan dari anak bungsunya, yaitu Maryono, yang
menikah dengan seoran Indo.

Siapa Mintorosasih? 

Ratu
Ayu Mintorosasi Mahayanti Hendrawardani adalah putri Iman Supeno putra
Surya Atmaja putra Sultan Safiudin. Lahir pada 22 Desember 1922 di
Kediri,  ia sekolah di MULO di kota yang sama. Ia berbahasa Inggris,
Belanda, Jerman, dan Prancis, selain Indonesia, Sunda, dan
Jawa—sekalipun katanya bahasa Jerman dan Prancis sudah banyak yang lupa
karena tidak digunakan. Pada 1941 ia menikah dengan Raden Mas Joko
Suyono asal Solo. Suaminya bekerja sebagai asisten wedana, asisten
polisi, kemudian sebagai asisten walikota Kediri. Selanjutnya RM Joko
Suyono meninggal ditembak Belanda sekitar 1947 di hadapannya.
Mintorosasih dan RM Joko Suyono memiliki empat anak, yaitu Ahmad
Raharjo (tinggal di Kasunyatan, Banten), Nugroho Indarso (tinggal di
Tebet), Wiratmo (tinggal di Bogor ), dan Haningdiyo Sularso (tinggal di
Surabaya ). Anak terakhir ini masih berumur 35 hari saat bapaknya
meninggal. Mintorosasi sempat tinggal di Magelang di rumah Prof. Suroyo
sebelum bekerja di Semarang sebagai penerjemah bahasa Belanda di sebuah
kantor tentara. Tahun 1950 pindah ke Jakarta dan mendapat pekerjaan
sebagai general manager ekspor di Usendo. Sempat tinggal di Manggarai
sebelum akhirnya tahun 1990 dia tinggal di Bintaro.
“Saat berceramah di acara dies natalis Untirta tiga empat tahun yang
lalu, saya sampaikan bahwa saya ingin mengembalikan kebesaran agama
Islam di Banten,” jelasnya. Dia juga mengatakan bahwa Banten sangat
spesial dalam konteks kerajaan Islam di Indonesia. Hanya kesultanan
Bantenlah, katanya, yang didirikan oleh seorang wali, yaitu Syarif
Hidayatullah. **

Penulis, relawan Rumah Dunia dan staf Bantenologi. 

--- On Sun, 4/11/10, Isbatullah Alibasja <isbatullahalibasja@ yahoo.com> wrote:


>From: Isbatullah Alibasja <isbatullahalibasja@ yahoo.com>
>Subject: [WongBanten] maklumat rakyat Banten nih
>To: "mailinglist wong banten" <wongban...@yahoogro ups.com>
>Date: Sunday, April 11, 2010, 6:13 PM
>
>
>>
>
>
>
>  >
>
> 
>>      
> 
>    PART II
>  >
>
> 
>>      
> 
>ada hal menarik menyangkut MAKLUMAT RAKYAT BANTENyg dibuat oleh sdr......... 
>sorry i'm forget the name....
>psiko-sosio massa yg terdzalimi, massa yang dirundung musibah hebat, massa yg 
>kehilangan akal, massa yg berpasrah diri pd keadaan, selalu mendambangkan 
>sosok ideal pemimpin yg gagah perkasa, adil, pencipta ketentraman, pengayom 
>negri impian.....
>sehingga sosok "satria piningit" ini mjd harapan rakyat yg tertindas, mjd api 
>nya harapan!,mjd pegangan "yang rapuh" ketika badai menghantam sang kehidupan! 
>harapan dan angan itu terus MENGGELAYUT DALAM BENAK MASSA TERTINDAS... .. 
>Jika kita membaca buku-buku klasik Ronggowarsito atau ramalan Jayabaya, Visi 
>Sang Adipati Unus, Visi Sang Gajah Mada, Visi Sang Sultan Agung banten atau 
>Buku langka "40 Sandiwara Dunia" karya Bung Karno, kita akan
> melihat samudera kehidupan yang luas, tertata-terorganisi r sempurna, Maha 
> Besar Allah! dan hidup faktanya hanyalah "senda gurau semata" spt yg 
> termaktub dalam kitab suci....
>kehidupan adalah ribuan pintu yg misterius... ..
>jangan pernah takut utk membukanya, jangan pernah bimbang utk membukanya.. ..
>dibalik pintu-pintu itu tersimpan hikmah dan cahaya bagi mereka yg membuka 
>mata hati dan akl sehatnya....
>bagi mereka yg meng-insyafi ke-hidup-an, dan mampu "mati sebelum mati" maka 
>berbahagialah! !! mereka akan menemui cahaya suci....nuuur ala nuur....
>
>kembali kepada inti persoalan, banten dan sang maharaja nu adil nu baguer....
>sy teringat dg sahabat sekaligus guru sy bapak Dr.Mufti Ali, dia pernah 
>bercerita panjang lebar ttg rekonstruksi dan restorasi kebudayaan banten 
>lama....
>"mesti ada sosok atau simbol pemersatu utk mensinergikan segala kekuatan dan 
>potensi rakyat banten" ucapnya dg tatapan yg menohok, satu-satunya simbol itu
> adalah menegakkan kembali kesultanan banten, but only a symbol of culture he 
> said...  
>fikiranku menerawang jauh ke tahun-tahun yg penuh darah, yakni periode 
>kemerdekaan sekitar tahun 45an....teringat aku pada sosok residen pertama 
>banten KH.Tb.Ahmad Chatib (semoga Allah menempatkannya di posisi yg istimewa 
>di sisi-Nya), beliau adalah kyai, beliau adl jawara, beliau adl sosok 
>pemersatu, sosok pejuang, sosok yg sederhana, sosok yg zuhud (sampai beliau 
>wafat tidak mewariskan apapun pd anak-anaknya ini pengakuan putranya 
>KH.Tb.Fathul Adzim), sosok yg loyal terhadap NKRI (ketika beliau diajak utk 
>mendirikan negara pasundan, beliau dg tegas menolak ajakan tersebut, sehingga 
>ketika periode Republik Indonesia Serikat (RIS), banten adl salah satu daerah 
>yg tetap setia thd NKRI spt halnya juga Jogjakarta). ...
>
>Kemudian Dr. Mufti A mencari jejak pewaris tahta yg sebenarnya dari Kesultanan 
>Banten, menurut sejarah, Raja terakhir kesultanan Banten ( I
> forget the name... ) diasingkan oleh Belanda ke daerah Surabaya (?) karena 
> sang raja menentang kekuasaan Belanda sekitar akhir abad ke-18 
>( mungkin kang bonnie tryana sbg ahli sejarah lbh tahu detail ttg persoalan 
>ini ), setelah sang raja diasingkan praktis Belanda menghapus sistem 
>Kesultanan Banten secara total. Lalu muncullah reaksi atas tindakan Belanda 
>tsb, ada beberapa pejuang kharismatik yang menentang  Belanda spt Bagus Buang 
>yg legendaris (semoga Allah menempatkan posisi istimewa di sisi-Nya), abad 
>ke-19 daerah Banten sdh Vacuuum in Power....dalam sejarah banyak sekali 
>pemberontakan2 yg meletup pada periode ini bahkan menurut catatan sejarah, 
>frekuensi pemberontakan di daerah banten Abad 19 ini angkanya sangat tinggi....
>
>Sang raja yg diasingkan di surabaya (?) beranak pinak dan hingga kini garis 
>keturunanya msh ada, menurut Dr.Mufti Ali sekarang msh ada keturunan Generasi 
>ke-3 (klo ga salah) yg menetap di daerah Tangerang, bahkan
> Dr.Mufti Ali telah menemuinya, pernah juga Dr. Mufti Ali mengajakku utk 
> bersilaturahim dg sang pewaris syah Kesultanan Banten itu....  
>
>weh aink cape nulis engke diteruskeun nyah dak....
>Ir.Isbatrevolta Alibasja
>
>
>
>
>
>
________________________________
From: gongmedia cakrawala <gm_cakrawala@ yahoo.com>
>To: wong banten <wongban...@yahoogro ups.com>
>Sent: Fri, April 9, 2010 4:04:04 PM
>Subject: > [WongBanten] maklumat rakyat
> Banten nih
>
>  >
>
> 
>>      
> 
>Apakah IBU RATU AYU MINTOROSASI ada hubungannya dengan nyi Ontosoroh?
>
>Hidup Banten
>Banten hidup dalam kemakmuran
>Kemakmuran milik semua rakyat
>rakyat adil sejahtera
>sejahtera punyaku saja
>: terus, arek naon dia?
>
>hehehe
>gg
> 
>
>
> 

 


      

Reply via email to