Bung Asahan yang budiman,

    Penegasan bung untuk mempertahankan penggunaan istilah "Pribumi" cukup 
menarik, kita harus membuang segala pengertian kotor yang telah menodai istilah 
"Pribumi" itu. Kata bung: "Kita bersihkan kata <pribumi> dari  semua noda dan 
kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa lalu. Semua 
kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama derajat dan 
semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan melawan semua 
bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras."

    Setuju! Saya juga sangat setuju dengan pengertian bung itu. Tapi, pernahkah 
bung pikirkan bagaimana cara menghilangkan noda dan begitu kotornya, jahatnya 
pengertian yang selama ini melekat keras pada istilah "Pribumi" itu? Bukankah 
salah satu cara yang dekat, adalah menghentikan penggunaan istilah "Pribumi" 
dan "Non-Pribumi" itu, yang jelas selama ini digunakan untuk mengkotak-kotak 
warga negara Indonesia ini menjadi, "Pribumi" dan "Non-Pribumi" untuk 
sekelompok yang etnis Tionghoa. 

    Mungkinkah tercapai seperti yang bung artikan, bahwa semua kita adalah 
pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku? Tentu saja sulit, ya. Karena 
setelah kita gunakan sebutan istilah pribumi pada sekelompok warga, akan ada 
sekelompok lain yang harus disebut non-pribumi. Kalau kita sebut sekelompok 
warga dengan sebutan orang Indonesia asli, tentu ada sekelompok lain yang harus 
disebut menjadi non-asli. Lalu, kita harus memberi definisi siapa saja yang 
bisa dikategorikan "Pribumi" dan "Asli-Indonesia" dan yang lain menjadi 
"Non-Pribumi" dan "Non-asli".

    Kalau kita semua mengakui, secara biologis penghuni di Nusantara ini adalah 
pendapatang dari daeerah Yunnan itu, jadi hanyalah berbeda waktu, sekelompok 
datang lebih dahulu dan yang lain lebih belakang, maka sebenarnya kita semua, 
sudah tidak lagi berhak menyandang "Pribumi" atau "Asli-Indonesia", yang masih 
berhak disebut "Pribumi" hanyalah orang-orang Nusatenggara dan Irian-Papua yang 
berkulit kehitam-hitaman dan berambut kriting itu. Ini kalau kita melihat dari 
sudut biologis. Bukankah begitu?

    Lalu, untuk mengikuti sebagaimana pengertian "Pribumi" yang bung ajukan 
itu, dimana semua kita adalah sama-sama pribumi, mungkin hanya bisa dibenarkan 
kalau melihatnya dari segi hukum. Maaf, saya awam akan HUKUM, tapi kira-kira 
bisa diajukan dalam pengertian begini: Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 
tahun 1946, yang menetapkan asas ius-soli, jadi setiap orang yang lahir di 
Indonesia sebagai orang Indonesia. Maka, secara hukum bisa dikatakan 
orang-orang yang lahir di Indonesia sejak diundangkannya pada tahun 1946 itulah 
orang-orang Indonesia asli, yang "Pribumi". Tentu, dengan tidak mempedulikan 
seorang itu dari ras apa, suku apa dan etnis apa, asal dia lahir di Indonesia, 
maka bisa dikategorikan Pribumi, yang asli-Indonesia. Dan, ... ini hanya 
digunakan untuk membedakan orang-orang pendatang, yang tidak lahir di 
Indonesia, entah orang Belanda, orang Tionghoa, atau orang Arab dll. yang 
menjadi warganegara Indonesia setelah melepas warganegara asal. Jadi, 
orang-orang yang tidak lahir di Indonesia, kemudian menjadi Indonesia dengan 
naturalisasi inilah yang bisa disebut sebagai non-pribumi, non-asli Indonesia. 

    Tapi sungguh, kenyataan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat di 
Indonesia selama ini tidak demikian adanya. "Pribumi" dan "Non-Pribumi" adalah 
sebutan yang dipakai untuk mengkotak-kotak kelompok yang ada didalam 
masyarakat, jelasnya untuk menyudutkan kelompok yang etnis Tionghoa itu. 
Menghadapi kenyataan begini, apa tidak lebih baik kita sambut instruksi 
Presiden itu, agar dihentikan penggunaan istilah "Pribumi" yang jelas merusak 
persatuan bangsa ini? Apa kiranya yang mau dan bisa dicapai dengan 
mempertahankan sebutan "Pribumi" dan "Non-Pribumi" itu?

    Saya pun setuju, melawan diskriminasi rasial tidaklah berarti meniadakan 
segala perbedaan yang ada pada setiap ras, setiap suku dan setiap etnis. 
Apalagi hanya ditujukan untuk meniadakan identitas etnis tertentu. Berpegang 
teguh pada semboyan Bhineka Tungal Ika, dimana kita bersatu-teguh dengan segala 
perbedaan yang ada, ya beda ras, ya beda suku, ya beda etnis, ya beda agama, ya 
beda ideologi. Sayang seribu sayang, sekalipun sudah lebih 60 tahun semboyan 
Bhineka Tunggal Ika diserukan dan berkumandang di Nusantara ini, tapi belum 
juga terwujud dalam kenyataan hidup yang sesunguhnya. Itulah tugas berat 
generasi muda untuk lebih keras berjuang mempercepat gerak-langkah melanjutkan 
cita-cita pejuang kemerdekaan yang belum selesai itu. 

    Salam,
    ChanCT


  ----- Original Message ----- 
  From: BISAI 
  To: BUDAYA TIONGHUA ; WAHANA 
  Sent: Friday, September 16, 2005 6:15 AM
  Subject: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan 
Non Pribumi?


  Saudara Andri Halim yang saya hormati,
  Komentar anda saya baca kata perkata, kalimat perkalimat. Saya merasakan
  kejernihan pikiran anda, langsung menangkap masaalah yang sedang dibicarakan
  dan menangkap hakekat atau inti masaalah tanpa berpanjang panjang atau
  berprasangka buruk. Tepat sungguh seperti yang anda bilang: ..."bagaimana
  cara menghilangkan"DISKRIMINASI" dengan tidak adanya diskriminasi lagi maka
  secara langsung efek dari Pribumi dan non Pribumi akan pupus dengan
  sendirinya, menurutku inilah inti jawaban dari Pribumi dan non pribumi".
  Menurut saya inilah kesimpulan terbaik  dari seluruh diskusi yang anda
  temukan dengan kepala dingin dan pikiran yang terang. Memang kita tidak
  melawan kata tapi melawan setiap pikiran, tindakan maupun naluri
  diskriminasi. Hanya dengan pikiran demikian kita bisa mendekati atau
  manangkap hakekat melawan diskriminasi secara benar dan terfokus.
  Mem-phoby-kan kata <pribumi> yang hanya karena adanya instruksi  seorang
  Presiden yang kelanjutan dari seorang Presiden  diktator yang terguling
  sebelumnya, cumalah perbuatan sia-sia dan juga terlalu sentris untuk semata
  disangkutkan kepada satu etnis, sedangkan sebagian terbesar etnis lainnya
  harus manut begitu saja, seolah mereka tidak setetespun menderita racun
  diskriminasi. Pandangan sentris yang begini patut kita tentang justru karena
  kita menghendaki bangunan masyarakat yang pluralis seperti yang juga anda 
  dan saya
  menghendakinya.
  Melawan diskriminasi ataupum diskriminasi rasial bukan berarti semua etnis
  harus dihilangkan identitas etnis-nya, tidak ada lagi Jawa, tidak ada lagi
  Sunda, tidak ada lagi Melayu, Batak dsb, dan yang ada hanya Indonesia,
  Indonesia dan Indonesia. Itu tentu sangat indah kedengarannya. Dan ketika
  dua orang Indonesia yang baru berkenalan di Jakarta umpamanya, yang satu
  tanya : "Saudara berasal dari mana?".Lalu yang ditanya menjawab: "Saya
  berasal dari Indonesia". Dan lalu terjadilah dialog dan tanya jawab sbb:

  "Di mana kampung halaman saudara?

  "Kampung halaman saya  di Indonesia"
  "Dan saudara tinggal di mana?"
  "Saya tinggal di Indonesia".
  "Saudara berasal dari suku mana"
  "Saya berasal dari suku Indonesia"
  "Bisakah saya mengetahui alamat Saudara?"
  "Alamat saya di Indonesia"
  "Di manakah saudara bekerja?"
  "Saya bekerja di Indonesia"
  "Apakah pekerjaan Saudara?
  "Pekerjaan saya Indonesia".
  "Apakah saudara Bangsa Indonesia?"
  "Bukan, saya peranakan Cina".
  "Jadi saudara bukan pribumi???"
  "Ah, jangan sebut kata itu, najis! , haramejadah!
  Nah beginilah kalau kita ingin menghilangkan identitas etnis orang lain
  tapi cuma menjaga identitas etnis sendiri dengan maksud berjuang melawan
  diskriminasi hanya melalui kata-kata, perang kata dan pemalsuan kata. Dalam
  kehidupan, tidak semua benda bisa dijadikan benda politik, demikian pula
  bahasa. Tidak semua kata bisa bisa dimanipulasi untuk kepentingan politik.
  Dan bila sudah begini, orang(bila dia adalah penguasa) mulai dengan
  memperbudak kata dan lalu menjadi budak kata (yang dikuasai). Saya sendiri
  tidak gandrung apalagi fanatik dengan kata <pribumi>, tapi saya
  mempertanyakan, mengapa kata itu harus diharamkan dan hingga ini hanya anda
  yang bisa menjawab dan meyakinkan saya bahwa pengharaman kata <pribumi> sama
  sekali bukan hakekat terjadinya diskriminasi tapi justru politik
  diskriminasi Orba-lah yang telah mendiskriminasi semua etnis, termasuk
  etnis Cina dan bukan kata <pribumi> yang dijadikan kambing hitam.Tapi
  pertanyaan saya dalam bentuk tulisan yang juga menjadi pemikiran saya telah
  dipertajam dan dijerumuskan ke jurang fitnah besar, bahwa saya seorang
  rasialist, anti Cina, preyektor politik rasialis Orba dsb, dsb-nya ,hanya 
  karena ada perbedaan pendapat.Semua
  pemikiran saya tidak dijawab dengan pemikiran kembali untuk mengembangkan 
  diskusi
  yang sehat dan berguna bagi banyak pihak, tapi pada saya diberi cap-cap atau 
  stempel
  yang bukan saja bermaksud untuk membunuh karakter pribadi saya tapi juga
  menghina dan memfitnah orang-orang yang mungkin sefikiran dengan  saya,
  senasib dengan saya yang juga menderita diskriminasi seperti saya. Tapi
  semua itu telah saya jawab dengan pemikiran, dengan kemampuan yang sesuai 
  dengan
  yang saya punyai, dengan argumentasi yang tapi juga tentu saja dengan sambil
  membela diri dan memberikan reaksi yang adil terhadap serangan dan
  fitnah-fitnah yang saya terima. Sebagai ahir kata, saudara Andri, saya
  merasakan penderitaan saudara sebagai etnis Cina yang yang sungguh-sungguh
  ingin menjadi orang Indonesia yang sejajar dan sederajat dengan semua orang
  Indonesia lainnya tidak pandang etnis apapun, tapi toh tetap saja menderita
  diskriminasi. Saudara tidak sendiri tapi saudara berada di antara puluhan
  bahkan ratusan juta manusia Indonesia yang di-pariakan lainnya yang
  didiskiriminir oleh penguasa bangsanya sendiri, dan bahkan kadang-kadang
  oleh saudara-saudara se-etnisnya sendiri yang adalah juga sebagai akibat 
  politk diskriminasi penguasa diktator di masa lalu. Kita tetap berjuang 
  melawan semua
  bentuk diskriminasi dan kediktatoran dan bukan hanya melawan kata yang telah
  dilumuri tujuan politik gelap. Kita bersihkan kata <pribumi> dari  semua
  noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa
  lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama
  derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan
  melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras.
  Kecuali memang ada yang berkeinginan lain. Itu adalah urusan mereka.
  Salam perkenalan dan persahabatan yang sehangat hangatnya dari saya.
  asahan aidit.









------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke