At 02:33 PM 12/22/2009, you wrote: > > >Semoga belum bosan dg kasus Bank Century. Jika beberapa waktu lalu >kita sempat berdebat soal apakah uang LPS itu uang negara atau >bukan, ada perkembangan pendapat yg menarik dicermati. >Ketua LPS menganggap itu bukan uang negara (di Gatra dan Tempo >terbaru), sedangkan Ketua BPK dan Wakil ketua KPK (Bibit S Riyanto) >berpendapat lain, bahwa uang LPS adalah uang negara, argumen >keduanya agak berbeda. >Mana yang benar?
Mereka merasa benar karena berbicara dalam bahasa berbeda. Yang satu berbicara bahasa politik (uang negara), sementara LPS berbicara bahasa hukum (bukan uang negara). Sekarang kita lihat aplikasinya: Kalau LPS melakukan bail out dan membayarkan dana pengganti kepada seorang nasabah bank maka yang jadi pertanyaan adalah : untuk pembayaran tersebut, apa yang diterima oleh negara? Tidak ada. Apakah negara / pemerintah boleh menarik uang yang ada di brankas LPS untuk kegiatan lain? Tidak boleh. Ini jelas berbeda dengan pengeluaran negara yang ada di APBN - di mana untuk setiap yang dibayarkan oleh negara -- terdapat klaim negara atas barang/jasa yang harus dipenuhi oleh pihak yang dibayar. Bilamana klaim tersebut tidak dipenuhi sebagaimana seharusnya - maka bisa dianggap bahwa negara dirugikan, dan tindakan tersebut disebut sebagai korupsi. Maka mengingat bahwa sifat penggantian adalah transaksional (karena nasabah sudah membayar premi - sehingga berhak memperoleh perlindungan dari LPS bila bank mengalami kegagalan) -- maka tidak bisa lagi disebut uang tersebut sebagai uang negara. >Soal sistemik - non sistemik. Jika orang luar dan pinggiran >berdebat, mudah sekali jatuh ke ideologi tertentu, tapi hari-hari >ini kita menyaksikan betapa para mantan pejabat BI saja berbeda soal >ini. Burhanudin Abdullah dan Anwar Nasution seia sekata, sedangkan >Miranda Gultom kadang seia kadang tidak sekata, alias bingung. >Boediono sendiri keukeuh ini sistemik (baca detikcom hari ini). >Mana yang benar? Tidak perlu sampai ke ideologi. Cukup kita lihat ke sejarah. Ada hal yang harus diperhatikan: apakah institusi-nya bersifat sistemik? (too big to fail atau too connected to fail) ATAU keadaannya yang istimewa, sehingga setiap institusi bersifat mampu memicu resiko sistemik. Burhanuddin Abdullah dan Anwar Nasution bicara soal institusi sistemik - sementara Miranda Goeltom dan dan Boediono berbicara tentang KEADAAN bersifat istimewa sehingga institusi yang dalam keadaan normal tidak beresiko sistemik -- dalam keadaan tertentu bisa memicu resiko sistemik. Di akhir tahun 2008 jelas keadaan tidak normal. Dan dalam catatan sejarah -- bank yang memicu krisis perbankan ternyata tidak selalu bank besar. Krisis perbankan di masa Great Depression 1930 dipicu oleh sebuah bank kecil (bernama Bank of United States) yang cuma menempati sekitar urutan ke 26 dari ukuran asset bank di Amerika. Segera setelah Bank of United States ditutup, dalam sebulan terjadi penutupan 300 bank lainnya - akibat dibobol oleh para penabung. Bagaimana dengan krisis perbankan di Eropa tahun 1970? Ternyata dipicu oleh ditutupnya sebuah bank kecil bernama Herstatt Bank. Jadi jelas bahwa institusi bersifat sistemik dan keadaan yang mampu memicu resiko sistemik -- adalah hal yang berbeda.