Wah, seharusnya ini menjadi soal-soal mereka yang di gaji oleh pemerintah tiap 
bulan itu. selain digaji, mereka kan juga siudah lulus sensor lewat tes cpns 
itu. Jadi ya, harus di buktikan kemampuan mereka-mereka itu.

Menurut saya "Nazar Mangkunegara Berat Banget :-)", harus ada test drive/uji 
coba dulu. Persis seperti jika anda mengajari anak anda bersepeda/motor, 
biasanya tidak langsung di lepasa secara total. Masih ada pengawasan sampai 
anak anda mahir betul bersepeda. Atau juga sama dengan ketika anda membeli 
motor/mobil baru. Biasanya tidak boleh ngebut-ngebut dulu kan? Karena biasanya 
gesekan antar komponen otomotifnya belum begitu lancar. Nah, setelah 
komponen-komponen otomotifnya lancar (licin kena oli) baru boleh 
ngebut-ngebutan. Tapi ngebut juga harus ada pertimbangan kan? Harus mengerti 
dimana letaknya rem, kopling, lampu sein, spion, helem, dsb....

Nah, menurut saya "Nazar Mangkunegara Berat Banget :-)", perjanjian perdagangan 
AFTA dan FTA ASEAN-China itu juga harus di usulkan seperti itu. Karena bukankah 
tujuan kerjasama ekonomi antar negara bertujuan untuk meningkat kesejahteraan 
ekonomi masyarakat masing-masing negara? Ya, Harus ada "test drive" dulu.


Salam
"Nazar Mangkunegara Berat Banget :-)"
On. Tb-Jb


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Ical Moci <ical.m...@...> wrote:
>
> Intinya adalah secara makro Indonesia lebih diuntungkan bila mengikuti
> perjanjian perdagangan AFTA dan FTA ASEAN-China, sekalipun secara
> mikro ada beberapa sektor yang mengalami dampak negatif dari
> Perdagangan Bebas tersebut.
> 
> What do you think?
> 
> ================
> SEBAIKNYA TIDAK IKUT FTA ASEAN-China?
> 
> 
> Pada tahun 2010 pasar ASEAN akan menjadi lebih terbuka lagi dari
> sebelumnya. Enam negara ASEAN utama (Brunei, Indonesia, Malaysia,
> Filipina, Singapura, dan Thailand) akan menambah 7.881 jenis tarif
> yang diturunkan menjadi nol. Dengan demikian, total jumlah pos tarif
> yang masuk dalam tarif preferensi efektif untuk perdagangan bebas
> ASEAN menjadi 54.457 atau 99,11 persen dari seluruh jenis tarif
> perdagangan.
> 
> Tahun 2010 merupakan awal baru dari era perdagangan bebas di kawasan
> ini. Negara-negara ASEAN telah berkomitmen untuk mengimplementasikan
> perdagangan bebas dengan China. Bagaimanakah dampak dari perkembangan
> ini terhadap Indonesia dan haruskah kita menunda implementasinya?
> 
> Maka, rata-rata tarif yang berlaku di antara enam negara itu akan
> turun dari 0,79 persen pada tahun 2009 menjadi 0,05 persen pada tahun
> 2010.
> 
> Saat yang bersamaan, ASEAN juga telah sepakat untuk meliberalisasikan
> perdagangannya dengan China. Artinya, tarif impor antara China dan
> negara-negara ASEAN akan turun dengan amat signifikan.
> 
> Dominasi China di pasar dunia membuat banyak kalangan khawatir akan
> dampak negatif dari perjanjian perdagangan bebas dengan China.
> Beberapa bahkan mengusulkan untuk menunda implementasi perjanjian
> perdagangan bebas tersebut.
> 
> Simulasi perdagangan bebas
> 
> Untuk melihat strategi yang paling tepat, Danareksa Research Institute
> melakukan simulasi perdagangan bebas dengan dua skenario. Skenario
> pertama mengasumsikan Indonesia terlibat dalam AFTA sepenuhnya,
> sekaligus ikut serta dalam perdagangan bebas AFTA-China.
> 
> Jadi, tarif impor antarnegara ASEAN dijadikan nol. Tarif impor antara
> ASEAN dan China juga nol. Dalam Skenario yang kedua, Indonesia hanya
> mengimplementasikan perjanjian perdagangan dengan ASEAN, tetapi tidak
> ikut perdagangan bebas dengan China, sedangkan negara-negara ASEAN
> yang lain tetap melakukan liberalisasi perdagangan dengan China.
> 
> Untuk menghitung simulasi di atas, digunakan program Global Trade
> Analysis Project (GTAP). GTAP adalah program yang memanfaatkan
> database perdagangan dunia dalam struktur software dengan kerangka
> general equilibrium. GTAP dikembangkan di Purdue University, Amerika
> Serikat. GTAP sering untuk menghitung dampak suatu kebijakan
> perdagangan bilateral ataupun multilateral.
> 
> Database yang digunakan dalam simulasi ini adalah database versi 6.
> Walau bukan data yang terkini ada di perekonomian, penggunaan data ini
> tetap dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang dampak suatu
> liberalisasi perdagangan terhadap negara-negara yang terlibat.
> 
> Tabel 1 memperlihatkan dampak perdagangan bebas dengan kedua skenario
> yang disebutkan di atas. Hasil simulasi menunjukkan bahwa secara
> keseluruhan perjanjian perdagangan bebas dengan kedua skenario di atas
> memberi dampak positif terhadap volume ekspor Indonesia maupun
> terhadap seluruh negara yang terlibat dalam perjanjian perdagangan
> tersebut.
> 
> Untuk skenario pertama terlihat bahwa ekspor Indonesia naik 1.365 juta
> dollar AS. Peningkatan ini terutama didukung oleh kenaikan ekspor ke
> China (naik 3.443 juta dollar AS), Malaysia (naik 462 juta dollar AS),
> Thailand (naik 1.213 juta dollar AS), dan Filipina (naik 114 juta
> dollar AS). Adapun ekspor Indonesia ke Singapura turun 167 juta dollar
> AS.
> 
> Penurunan ekspor Indonesia ke Singapura menggambarkan bahwa dengan
> AFTA, kita tidak lagi harus mengekspor ke negara ASEAN melalui
> Singapura.
> 
> Hal yang juga perlu diperhatikan di sini adalah kenaikan ekspor
> Indonesia ke China masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
> kenaikan ekspor China ke Indonesia yang hanya 1.776 juta dollar AS.
> Jadi, dalam skenario pertama ini Indonesia mengalami tambahan surplus
> perdagangan dengan China.
> 
> Sementara bila Indonesia tidak ikut mengimplementasikan perdagangan
> bebas dengan China (skenario II), volume perdagangan total Indonesia
> hanya naik 627 juta dollar AS. Ekspor kita ke China bahkan akan turun
> sebesar 435 juta dollar AS.
> 
> Hal ini terjadi karena pangsa pasar kita di China tergerus oleh
> produk-produk dari negara-negara ASEAN lainnya yang sekarang menjadi
> lebih murah dibandingkan produk kita karena tarif impornya di China
> turun amat signifikan (akibat perjanjian perdagangan tersebut).
> 
> Keadaan ini terlihat dari kenaikan ekspor negara ASEAN lainnya ke
> China pada skenario II yang lebih tinggi dari kenaikan pada skenario
> I. Misalnya, pada skenario II ekspor Thailand ke China naik 6.894 juta
> dollar AS, lebih tinggi dari peningkatan 6.750 juta dollar AS pada
> skenario I.
> 
> Pada skenario II, kenaikan ekspor negara ASEAN ke Indonesia pun lebih
> tinggi. Hal ini terjadi karena produk-produk dari negara ASEAN
> tersebut menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan produk
> Indonesia. Ini disebabkan beberapa sektor industri mereka mendapatkan
> akses ke bahan baku atau bahan input antara (intermediate product)
> yang lebih murah dari China. Sementara itu, produsen Indonesia tidak.
> 
> Selain itu, barang-barang dari negara ASEAN yang lain menjadi lebih
> dapat bersaing di pasar Indonesia dengan barang dari China yang masif
> terkena tarif impor. Kenaikan ekspor dapat juga terjadi karena mereka
> memanfaatkan keadaan untuk mengimpor barang dari China kemudian
> mengekspornya ke Indonesia (ingat ekspor dari negara ASEAN ke negara
> ASEAN lainnya tidak terkena tarif yang berarti). Walaupun menurut
> perjanjian tidak diperbolehkan, pada kenyataannya sulit untuk mencegah
> terjadinya praktik seperti ini.
> 
> Simulasi menunjukkan, secara keseluruhan perjanjian AFTA dan FTA
> ASEAN-China akan meningkatkan kemakmuran Indonesia. Salah satu
> ukurannya adalah equivalent variation (EV). Dalam skenario I semua
> negara ASEAN mengalami perubahan EV positif (tabel 2), sedangkan China
> mengalami EV negatif.
> 
> Artinya, FTA ASEAN-China akan memberikan peningkatan kemakmuran yang
> lebih besar kepada negara ASEAN. Jadi, tidaklah mengherankan bila
> negara-negara kawasan ini tampak tidak ragu-ragu untuk
> mengimplementasikan perjanjian perdagangan bebas dengan China.
> 
> Dari simulasi, tampak peningkatan kemakmuran Indonesia yang lebih
> tinggi pada skenario I, di mana EV naik 732 juta dollar AS dan
> utilitas rumah tangga (u) naik 0,55. Sementara pada skenario II
> peningkatan EV Indonesia hanya 194 juta dollar AS, dengan kenaikan
> utilitas rumah tangga hanya 0,15 persen (tabel 2).
> 
> Jadi, simulasi perdagangan bebas dengan GTAP menunjukkan bahwa
> Indonesia lebih diuntungkan pada skenario I daripada skenario II.
> Dengan kata lain, Indonesia lebih diuntungkan bila turut dengan negara
> ASEAN lainnya dalam menerapkan perjanjian perdagangan bebas dengan
> China.
> 
> Akan tetapi, dalam suatu perjanjian perdagangan memang akan ada sektor
> yang dirugikan (tabel 3). Untuk Indonesia, sektor yang dirugikan
> misalnya industri produk kulit (output-nya turun 10,37 persen),
> industri produk metal (output-nya turun 7,45 persen), dan industri
> pakaian jadi (turun 5,82 persen).
> 
> Sebenarnya ekspor pakaian jadi Indonesia ke China naik 276 persen.
> Namun, ekspor China ke Indonesia, ke negara ASEAN lainnya, dan ke
> pasar dunia tumbuh amat pesat dan menggerus pangsa pasar produk
> pakaian jadi kita di pasar ASEAN dan pasar dunia lainnya.
> 
> Akses China ke bahan baku yang lebih murah untuk industri pakaian jadi
> (dari industri tekstil) dari kawasan ASEAN semakin meningkatkan daya
> saing industri pakaian jadi China. Akibatnya, sektor pakaian jadi
> Indonesia mengalami kontraksi.
> 
> Sektor-sektor yang tertekan tersebut harus lebih diperhatikan oleh
> pemerintah agar tidak terlalu terpuruk.
> 
> Diskusi di atas menunjukkan bahwa memang akan ada sektor yang
> mengalami dampak negatif dari Perjanjian Perdagangan Bebas
> ASEAN-China. Walaupun demikian, bukan berarti Indonesia harus menarik
> diri dari liberalisasi perdagangan ini karena secara keseluruhan
> dampak positifnya masih lebih besar. Indonesia lebih diuntungkan bila
> mengikuti perjanjian perdagangan AFTA dan FTA ASEAN-China dibandingkan
> dengan bila hanya mengikuti AFTA.
> 
> Source: 
> http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/04/0318134/sebaiknya.tidak.ikut.fta.asean-china
>


Reply via email to