ok. baru sempat balas...
jika dihubungkan dgn pansus DPR vs Menkeu dan BI, maka tentunya yang 
diadu/dipertandingkan adalah sEberapa valid dan akurat  pola pikir yg benar 
sebagai dasar analisis dan evaluasi pansus vs menkeu dan BI atas kondisi 
perekonomian dan bank century pada saat itu (awal munculnya kebijakan). Dan 
jika dibawa keranah hukum/pengadilan maka itu jUga tidak lepas dari apa dasar 
hukum (barometer Benar atau salah), sistemik atau tidak, merugikan keuangan 
negara atau tidak, bukti-bukti valid, dan saksi yg berilmu dan jujur. Karena, 
walaupun pandangan akhir Fraksi itu memiliki kekuatan hukum dia harus tetap 
dari dan untuk kebenaran/keadilan agar bisa dijadikan panutan oleh publik. 
Karena bukankah setiap fraksi memilIki azas dan tujuan yg baik dan muliya pula? 
ini juga harus mampu direalisasikan oleh masing-masing fraksi. jgn hanya 
Bermanuver politik dan menciptakan sensasi. karena pemilu lalu memberikan 
gambaran gamblang kepada saya tentang carut-marut merebut suara publik, bahkan 
ada yg mengancam/intimidasi, adu-domba, merayu, menipu/bohong, membeli dan 
menyohok/suap.


Salam
Nazar
On: Tebo-Jambi


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "irmec" <ir...@...> wrote:
>
> Hi jg,
> 
> Nah, itu point pertama postingku; dlm situasi yg tidak normal, 
> sukses/tidaknya suatu keputusan yg diambil, hanya bisa dilihat dari 
> probabilitas. Tidak certain. Ketika Hank Paulson mengambil keputusan untuk 
> menyelamatkan Bear Stearns, dia jg cuma berharap bhw keputusan tersebut 
> benar. (benar sih..meski cuma beberapa hari doang). ketika dia jg mengambil 
> keputusan untuk tidak menyelamatkan Lehman, dia tentu jg berharap benar. 
> Ternyata salah. Begitu jg ketika SMI & Boediono mengambil keputusan untuk 
> menyelamatkan Century, terkandung jg unsur probabilitas (ngak enak dibilang 
> gambling). Tapi keputusan tsb efektif.
> 
> Nah, pertanyaan bung Bayu, ada jawabannya. Sesudah kejadian tsb, Riley 
> diperiksa termasuk oleh para ahli. Riley sendiri bilang ngak tahu kenapa dia 
> bisa "tahu" bhw dia harus mengambil keputusan "yg benar". Cuma ada perasaan 
> takut yg muncul ketika dia memperhatikan blip di radar. Pertanyaannya tentu, 
> mengapa rasa takut tsb muncul.
> 
> Setelah analisa beberapa lama. Ternyata meskipun blip misil dan blip A6 di 
> frequensi yg sama dalam radar, tapi ternyata ada sedikit perbedaan dalam 
> "timing". Nah, ini bawa aku pada point ke 2 ku. Hanya, dan hanya org yg 
> involved dgn masalah tsb yg akan tumbuh hubungan emosionalnya. Jd para 
> pengamat akan susah tumbuh "emosi". Para ahli neuro bilang "dopamine 
> prediction".
> 
> Salam,
> Enda
> 
> --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Bayu Wirawan <bayu.wirawan@> 
> wrote:
> >
> > Hi,
> > 
> > cerita di bawah mengingatkan pada buku blink tulisan dari malcolm gladwell.
> > 
> > cuma, repotnya adalah, bagaimana kita bisa tahu keputusan yang diambil
> > adalah benar? (dalam kasus di bawah, terbukti benda terbangnya adalah
> > misil musuh).
> > 
> > 
> > regards,
> > bayu
>


Kirim email ke