Membaca editorial Media Indonesia hari ini, rupaya wacana mengurangi subsidi mulai mendapatkan angin (dimillis ini sih anginnya dari dulu juga dah kencang).
Inti tulisan ini sih saya setuju saha walaupun data yg diajukan, rada ngak masuk akal. Contoh bahwa subsidi BBM yg dinikmati pemilik mobil Rp. 1jt perbulan.... wah data pakai hitungan apa yah? kalo disparitas harga premium (RON 85) dan pertamax (ron 92, non subsidi) seperti sekarang, sekitar Rp. 2000/liter, maka sebulan 1 mobil diasumsikan mengkonsumsi 500 liter bensin...atau 25 liter perhari....atau jarak tempuh 250 km perhari...atau diasumasikan rata2 setiap pemilik mobil bolak2 dari Bandung ke Jakarta. namnya juga lembaga Konsumen, dramatisir sedikit lah biar seru. Sayang sekali tulisan ini hanya menyalahkan pengendara mobil (drivers). Padahal pengguna jalan terbesar seaat ini adalah pengendara sepeda motor (bikers) yakni 33,4 juta (2009), akan bertambah menjadi 40 jt ditahun 2010 (asumsi produksi motor 7 juta unit, dikurangi motor yg bobrok sekitar 400rb)..Mobil sendiri paling cuma akan bertambah 500rb unit..berapa subsidi BBM yang dimakan oleh bikers ini? hitung sendirilah.... Selain itu, pembatasan subsidi BBM untuk drivers tak akan serta merta mendorong drivers naik kendaraan umum. Malah kemungkinan yg terjadi adalah mereka berganti menjadi bikers.....dengan alasan kendaraan umum yang memang belum memadai, dan dari segi efektifitas sepeda motor masih lebih unggu.....jangan heran jika tahun depan produksi sepeda motor bisa 10jt unit...dan jangan heran nanti bahkan dijalanan ibukota, sepeda motor bukan hanya merajai jalanan,tapi benar2 menyemut .... Saya kira pembatasan seharusnya berlaku untuk segala jenis kendaraan pribadi, mobil dan motor. Seluruh masyarakat, harus didorong untuk, either menggunakan transportasi umum atau naik sepeda atau berjalan kaki. Bukannya didorong untuk tidak naik mobil pribadi, malah seolah2 naik sepeda motor adalah pilihan terbaik. Saya kok yakin, bahwa dengan cepat sepeda motor akan menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia, karena kecelakaaan maupun karena penyakit paru2 yg diderita pra bikers (karena terkena polutan tiap hari) Oka Membatasi Subsidi BBM Senin, 28 Juni 2010 00:00 WIB 10 Komentar 2 1 PEMERINTAH berencana membatasi subsidi bahan bakar minyak untuk mobil pribadi mulai September nanti. Sebuah kebijakan yang layak didukung dengan sejumlah alasan. Pertama, subsidi BBM ternyata sebagian besar justru dinikmati pemilik mobil pribadi yang notabene kelas menengah ke atas. Dalam hitungan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, setiap pemilik mobil pribadi memperoleh subsidi tak langsung dari konsumsi BBM sebesar Rp1 juta per bulan. Bandingkan dengan subsidi yang diterima warga miskin dari bantuan langsung tunai yang hanya Rp100 ribu per bulan. Ini jelas ketidakadilan yang sengaja dilakukan negara. Para pemilik mobil pribadi semestinya malu kepada orang miskin jika membeli bensin bersubsidi. Kedua, subsidi BBM yang menyebabkan harga BBM murah akan meningkatkan pembelian dan penggunaan kendaraan pribadi. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, hingga 2009, terdapat 10,25 juta unit kendaraan penumpang termasuk mobil pribadi, yang merupakan jenis kendaraan terbanyak di Indonesia setelah sepeda motor. Penggunaan mobil pribadi hanya akan memicu kemacetan lalu lintas terutama di kota-kota besar. Kemacetan lalu lintas sendiri menyebabkan konsumsi BBM menjadi mubazir karena dibakar percuma. Pembatasan subsidi BBM kiranya mendorong orang berpikir ulang untuk menggunakan kendaraan pribadi karena harga bahan bakar menjadi lebih mahal. Jika dibarengi dengan pengadaan transportasi umum yang memadai, kemacetan lalu lintas berangsur-angsur teratasi. Ketiga, subsidi BBM dalam jangka panjang menyebabkan energi minyak di alam Indonesia cepat terkuras. Padahal, BBM merupakan sumber energi yang tak terbarukan sehingga semakin berkurang. Produksi minyak Indonesia turun 4,5% menjadi 1,13 juta barel per hari, sedangkan konsumsi minyak meningkat 1,4% menjadi 1,15 juta barel per hari. Indonesia harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Keempat, subsidi BBM menggerogoti anggaran pendapatan dan belanja negara. Sebagai gambaran, subsidi BBM untuk lima bulan pertama 2010 melonjak lima kali lipat dibanding realisasi subsidi BBM untuk 2009 yang mencapai Rp5,8 triliun. Subsidi BBM dapat menyebabkan defisit APBN yang untuk mengatasinya diambil jalan pintas dengan membengkakkan utang negara. Pembatasan subsidi BBM akan menghemat APBN. Anggaran yang dihemat bisa digunakan untuk memperbaiki sarana transportasi umum, menciptakan energi alternatif, serta meningkatkan subsidi untuk rakyat miskin. Dengan begitu, pembatasan subsidi BBM sesungguhnya berujung pada perbaikan taraf hidup masyarakat menuju kehidupan ekonomi berkeadilan. Dengan semua alasan itu, pemerintah harus punya nyali segera menerapkan kebijakan tidak populer ini. Pemerintah harus merumuskan kebijakan ini secara komprehensif berikut aturan teknisnya agar pembatasan subsidi BBM yang logis-argumentatif di tingkat kebijakan, sungguh-sungguh aplikatif di tingkat pelaksanaan.