wa 'alaykum salam wa rahmatullaah wa baarakatuh

yang benar adalah yang penting adalah *akad *kita dengan lembaga keuangan
dan lain sebagainya sesuai dengan Hukum Islam. Bahkan jika kita
bertransaksi dengan Yahudi pun boleh asalkan aqadnya Islami. Dalilnya
Rasulullaah Shallallaahu 'alaihi salam menggadaikan baju perangnya kepada
seorang Yahudi (tentu sudah maklum Yahudi gemar Riba). Wallaahu a'lam.

Baarakallaahu lana wa Lakum

Gilroy Ibnu Sardjono.

www.pengacaraislami.com


Pada 16 Agustus 2013 14.52, iskandar <iskanda...@gmail.com> menulis:

> **
>
>
> Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
>
> Ana ingat benar bahwa topik ini sudah pernah dibahas di milis ini.
> Pemahaman ana adalah bahwa uang bagi hasil yang kita peroleh dari tabungan
> di bank syariah pun seharusnya disisihkan untuk disalurkan bagi kepentingan
> orang banyak atau fakir miskin. Yang demikian karena bagi hasil asalnya
> campur-campur dengan usaha bank ybs yang masih banyak yang mengandung unsur
> riba.
>
> Qodarullah ana bertemu dan berbincang dengan seorang ikhwan salafiyun yang
> kebetulan memegang jabatan sebagai direktur cabang sebuah bank syariah dan
> beliau mengklaim bahwa bank/cabang yang dikelolanya sudah menerapkan sistim
> syariah sepenuhnya (kalau orang mau kredit motor dsb. maka bank akan beli
> kemudian menjualnya ke nasabah ybs. dengan sistem kredit)..  Ana bilang,
> tetapi kalau toh and nabung di bank itu, bagi hasilnya kan bukan hanya dari
> cabang tersebut tetapi dari bank induk yang operasi berskala nasional dan
> masih banyak berbau riba - jadi tetap saja tidak dapat ana nikmati
> sendiri.  Jawabnya, itu tidak masalah karena katanya menurut seorang Ustadz
> salafi terkenal, yang penting adalah *akad *kita. Kalau akad kita sudah
> benar, lurus, maka tidak mengapa dan kita boleh memakai bagi hasil yang
> kita peroleh.
>
> Pertanyaan ana, apakah benar demikian?
>
> Mohon jawaban dari para asatidz pengasuh milis ini dan juga mereka yang
> berilmu lainnya.
>
> Jazakallohu khairan,
>
>
>  
>

Kirim email ke