Rabu, 22 Nopember 2006

Dengan 'SmackDown', Bocah Bergadai Nyawa 




Tubuh pria kekar itu dihiasi tato. Panggilannya, The Undertaker. Lawannya tak 
kalah kekar. Otot-otot menyembul di hampir seluruh bagian tubuhnya. Lelaki yang 
memiliki sebutan Triple H itu bergumul dengan si Undertaker. 

Adu jotos, saling banting dilakukan kedua pegulat itu di atas ring. Tiba-tiba, 
tangan Undertaker menggenggam leher lawannya. Bak kapas, badan Triple H 
diangkat dengan satu tangan. Tak lama kemudian, tubuh Triple H dihempaskan ke 
atas kanvas ring. Penonton pun bersorak riang. 

Kekerasan memang sarat dalam setiap adegan tayangan gulat luar negeri yang 
biasa disebut SmackDown itu. Bahkan, bisa dibilang, kekerasan yang dilakukan 
kerap bernuansa ekstrem. Sang lawan memang terlihat kesakitan. Tapi, dia tak 
apa-apa --tak ada tandu yang diperlukan untuk melarikannya ke rumah sakit. Tak 
jarang pula, beberapa alat seperti kursi, kayu, hingga palu juga digunakan oleh 
petarung untuk segera memenangkan pertandingan. Banyak penonton tidak menyadari 
bahwa semua ini hanyalah trik pertunjukan televisi untuk meraih rating tinggi. 

Hal itu pula yang tidak disadari oleh Restu, Iyo, dan Ii, warga Kompleks Banda 
Asri, Desa Banda Asri, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Adegan-adegan 
dalam SmackDown itu oleh siswa-siwa SMP ini ditiru dan dipraktikkan. 

Sebagai lawan, mereka memilih Reza Ikhsan Fadillah (9 tahun), tetangga mereka. 
Tubuh kecil siswa kelas III SD Cincin I itu mereka banting. Kepalanya 
dihujamkan ke atas lantai. Tangannya ditekuk, meski Reza mengaduh kesakitan. 

''Karena menirukan adegan SmackDown, anak saya meninggal,'' kata Herman 
Suratman (53). Menurut Herman, satu pekan sebelum Hari Raya Idul Fitri lalu, 
Reza mengeluhkan tangan kirinya terasa sakit hingga sulit digerakkan. Tapi, 
Reza tidak mengaku penyebab sakit itu. 

Tapi, selama satu pekan, rasa sakit itu semakin menjadi. Pada Rabu (25/10), 
satu hari setelah Idul Fitri, Herman melarikan anaknya ke Rumah Sakit Daerah 
(RSD) Soreang. Tapi, RSD Soreang mengaku tidak memiliki peralatan memadai.

Reza dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Dari hasil rontgen, diketahui 
tulang pangkal lengan kiri Reza terpisah. Urat di tangan kirinya pun diketahui 
terjepit tulang. Selain itu, Reza juga mengalami cedera di bagian dalam kepala. 

Reza lalu dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sebelum dipindahkan 
ke ruang ICU RSHS. Selama sepekan hingga Kamis (2/11). ''Tapi, karena tidak 
sembuh juga, saya memaksa membawa Reza ke Cianjur, ke tukang urut tulang,'' 
ujar Herman.

Kondisi Reza mulai membaik. Tapi, itu tidak lama. beberapa hari kemudian, 
kondisi Reza kembali parah. Saat teman-teman Reza menengok ke rumah, Herman 
baru mengetahui bahwa penyebab sakitnya Reza adalah adegan SmackDown yang 
dipraktikkan Restu, Iyo, dan Ii. 

Menurut Herman, ketiga anak itu sudah mengakuinya. Pada hari itu juga, Rabu 
(15/11), Herman langsung melaporkan ketiga anak itu ke polisi. Tapi, dia tak 
bisa terlalu memerhatikan hasil penyelidikan polisi. Pada Kamis (16/11), 
kondisi Reza bertambah parah. ''Reza meninggal dalam pangkuan saya,'' ujar pria 
ini dengan berlinang air mata. 

Atas kejadian ini, Herman telah meminta kepada Ketua DPRD Kabupaten Bandung, 
Agus Yasmin, dan Bupati Bandung, Obar Sobarna, untuk menyurati Lativi, yang 
menayangkan tayangan SmackDown ini. 

Dia mengaku enggan jika harus menuntut Lativi. Pasalnya, kalaupun gugatannya 
dimenangkan pengadilan, dia hanya memperoleh ganti rugi. ''Sedangkan yang saya 
khawatirkan, jangan sampai anak-anak yang lain mengalami nasib serupa seperti 
Reza,'' kata dia. 

Trauma tak hanya dialami Herman. Para pengajar di SD Cincin I langsung melarang 
siswa didiknya untuk menirukan adegan-adegan SmackDown. ''Seruan itu kami 
sampaikan setiap pagi di setiap kelas,'' kata Kepala Sekolah Cincin I, Nendi 
Rohendi. 

Untuk menghapus gambaran mengenai SmackDown, pihak sekolah juga merazia 
pedagang yang kerap menjual gambar-gambar yang ada sangkut pautnya dengan acara 
itu. 

Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Bandung, Denni Rukada, mengatakan, program acara 
SmackDown tidak layak ditayangkan lagi. Selain Reza, masih banyak anak-anak di 
Kabupaten Bandung yang menjadi korban. ''Hampir setiap dua hari sekali, tukang 
urut yang ahli membetulkan tulang, selalu mendapat pasien anak-anak. Mereka 
juga menjadi korban karena bermain SmackDown,'' ujar dia. 

Selain menuntut tayangan SmackDown itu dihentikan, Denni juga meminta petugas 
kepolisian untuk menyita seluruh VCD ataupun DVD, serta CD playstation 
SmackDown.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Dadang Rahmat 
Hidayat, mengaku sudah memberikan surat teguran keras kepada Lativi. ''Kami 
akan berusaha lebih intensif lagi supaya tayangan ini dihentikan,'' ujar dia. 

Menurut dia, secara substansi acara ini memperlihatkan tayangan yang sadis. 
Sedangkan secara isi, tayangan yang penuh dengan muatan entertainment ini 
ditayangkan pada pukul 21.00 WIB. Harusnya, kata dia, acara yang hanya layak 
ditonton orang dewasa, ditayangkan lebih malam lagi.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Sinansari ecip, mengaku sudah 
mendengar perihal peristiwa menyedihkan itu. Untuk itulah, kata dia, KPI akan 
memanggil pihak Lativi pekan depan.

Merujuk pada Undang-Undang Penyiaran, Ecip menyatakan, tayangan SmackDown 
sebenarnya sudah melanggar pasal 36 tentang penayangan kekerasan di layar 
televisi. ''Dalam tayangan tersebut terlihat darah, aksi menendang, hingga 
menghantam lawan dengan kursi. Menurut saya semua itu sudah tergolong pada 
penayangan kekerasan secara terbuka di TV,'' paparnya. 

Manajer Humas Lativi, Raldy Doy, belum mendengar rencana pemanggilan KPI. 
Namun, ia mengaku sudah mendengar kabar tewasnya bocah di Bandung yang diduga 
tewas terkait dengan tayangan SmackDown itu. Menurut dia, Lativi pun berencana 
mengecek kebenaran kabar tersebut. ''Kita akan melakukan investigasi bersama 
juga.''

Sementara itu berdasarkan keterangan tertulis melalui surat elektronik yang 
dikirimkan Raldy kepada Republika, tayangan SmackDown merupakan murni program 
hiburan. Selanjutnya lagi, layaknya film atau telenovela, SmackDown ini 
dilakukan sesuai skrip. Semua omongan dan gerakan, kata dia juga, berdasarkan 
skrip yang mesti dihafal. ''Sedangkan gerakan-gerakan 'kasar' yang 
diperlihatkan dilaksanakan terlebih dahulu oleh para profesional yang sudah 
berlatih lama.''

Kemudian juga, Raldy mengatakan, sebagai tindakan preventif agar adegan di 
SmackDown tidak diikuti maka host selalu menyampaikan agar jangan menirukan 
semua adegan di rumah. ''Begitu juga kami menampilkan running text serta logo 
'Bimbingan Orang tua (BO)' agar orang tua selalu mendampingi anak-anaknya saat 
menonton tayangan ini,'' ujarnya. 

(rfa/akb ) http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=272629&kat_id=3

Kirim email ke