Mba Ratna, klo saya sebagai wanita, ibu dan pekerja dengan kasus spt temen
mba itu, saya akan memilih pindah pekerjaan dan cari lokasi yg lbh dekat
dgn rumah agar bs memantau anak2 (jam istirahat i bs pulang ke rumah utk
cek keadaan rumah), kalau memang plg malam krn pekerjaan banyak tp msh bisa
sampe di rumah lbh cpt.
klo pindah kemungkinan gaji berkurang? buat saya ga masalah, karena saya
tidak bisa mendapatkan semua keadaan ideal spt yg saya inginkan, jadi saya
harus berkorban, tetap ada gaji tp anak2 ga kekurangan perhatian,
stabilitas rumah tangga terjamin, itu jauh lebih penting dr pekerjaan dan
uang.
Klo sudah menyangkut keluarga, buat saya key wordnya cuma 2 yaitu
"prioritas dan iklas".
- apa prioritas kita akan menentukan langkah selanjutnya. apakah prioritas
kita keluarga, uang, kesenangan pribadi atau posisi?
- klo sudah memntukan prioritas, kita harus dgn iklas menjalankan priritas
tsb tanpa ada keluhan2 atau penyesalan2 di belakang hari.

itu aja sharing saya, semoga berguna........
-sondang-



                                                                           
             Ratna Wulan Sari                                              
             <[EMAIL PROTECTED]                                             
             .com.sg>                                                   To 
                                       balita-anda@balita-anda.com         
             25/07/2007 12:54                                           cc 
                                                                           
                                                                   Subject 
             Please respond to         [balita-anda] Istri (juga ibu)      
             [EMAIL PROTECTED]         frustasi                            
                a-anda.com                                                 
                                                                           
                                                                           
                                                                           
                                                                           
                                                                           




Dear rekans BA,
Salah satu sobatku tadi nelpon curhat panjang banget,… singkatnya dia dalam
keadaan frustasi.
Sobatku ini seorang karyawati perusahaan asing, gajinya lumayan besar.
Punya suami yang bekerja di perusahaan konglomerasi dalam negri dengan gaji
1/3 gajinya.
Punya anak balita 2 orang. Suami istri ini berasal dari latar belakang
berbeda. Sobatku anak orang kaya
dan biasa hidup enak. Suaminya anak orang kekurangan yang biasa prihatin.
Singkat cerita awalnya hidup mereka bahagia. Masalah muncul ketika sudah
punya dua orang anak,
Dan anak2nya kurang perhatian karena orang tuanya sibuk bekerja. Biarpun
masing2 anak punya baby sitter dan ada
pembantu lagi dirumah, masalah selalu timbul. Pembantu keluar-masuk. Baby
sitter sudah dicoba dari
pengasuh biasa sampai baby sitter selalu ngga pas. Yang bagus cuma kerja
sebentar keluar karena kawin,
urusan keluarga etc. Alhasil gonta-ganti pengasuh/pembantu sudah biasa.
Yang kasihan anak2 tsb
(2 dan 4 tahun) jadi terlantar dan kurang perhatian. Yang TK jadi nakal dan
kalau ngomong agak kasar, mungkin
karena ibunya ini stress dan jadi suka marah2 setelah memikirkan keadaan
rumah masih memikirkan pekerjaan
di kantor. Juga kurang perhatian karena pengasuhnya bolak-balik ganti.
Yang 2 tahun jadi kurus karena ternyata tidak diurus dengan baik oleh
BS-nya – akhirnya dipecat. Sekarang dalam
keadaan sakit dan sobatku ngga bisa cuti karena dikejar deadline.
Pekerjaannya sangat menyita waktu.
Terpaksa anak-anaknya dititipkan dirumah orangtuanya.Tapi kan tidak bisa
terus-terusan begitu.
Sebenernya sobatku ini ingin resign saja untuk bisa mengurus anak dengan
baik, tapi memikirkan kebutuhan
saat ini yang sangat tinggi rasanya ngga mungkin mengandalkan gaji suaminya
saja. Lagipula sayang
rasanya meninggalkan pekerjaan dengan gaji puluhan juta begitu saja. Yang
bikin sobatku frustasi suaminya
Itu dirasanya ngga mampu untuk menjadi kepala keluarga yang baik alias ngga
bisa menghasilkan dengan layak
untuk standard kehidupannya yang sebenernya tidak mewah tapi tidak
pas-pasan banget. - Sebetulnya sih menurut saya
bukan salah suaminya, tapi memang dia itu jauh lebih pintar dari suaminya
dalam hal mencari uang, jadi sulit kalau
dibandingkan karena kemampuan suaminya memang mentok -. Memikirkan kalau
dia resign berarti anak2nya harus pindah
kerumah yang lebih kecil, mungkin cuma punya pembantu 1 yang berarti selain
mengasuh anak dia harus mengerjakan
pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya jarang dikerjakan, mungkin dia
malahan bakal jatuh sakit kecapean, kemungkinan
anaknya ngga bisa les musik dan balet lagi atau beli susu dan buah-buahan
yang selama ini rutin dikonsumsi, dll, bikin
sobatku tambah frustasi.
Saya nulis ini karena rasanya banyak ibu2 BA yang mengalami kejadian yang
mirip, walau mungkin tidak 100% sama
(termasuk saya juga, karir dan anak selalu jadi dilema). Kalau ada yang mau
sharing atau sumbang saran untuk sobatku ini,
kira-kira bagaimana mengatasi masalahnya. Apa memang resign adalah pilihan
terbaik ?

Regards,
ratna


      __________________________________________________________________
Yahoo! Singapore Answers
Real people. Real questions. Real answers. Share what you know at
http://answers.yahoo.com.sg

Kirim email ke