Saya rasa, pilihan menjadi ibu yg bekerja pasti ada alasannya. Tidak mendapat bantuan dari saudara juga pasti ada alasannya juga... Pilihan pegawai negeri kecil atau pegawai swasta lebih besar jg pasti ada alasannya.. yg penting itu tidak menjadikan hubungan suami istri menjadi bubar... Yg sabar saja, dicari solusi terbaiknya gimana...

Kalo usul saya, gimana kalo cari susternya saja yg lebih hati2. Di interview dulu bagaimana pengalaman suster itu sebelum2nya. Cari suster yg punya latar belakang pengalaman bekerja di tempat yg majikannya bekerja, jadi si suster sudah terbiasa mandiri, gak tunggu diperintah ini itu dulu buat mengasuh anak. Lalu bisa juga di tes tanya jawab yg simple tetapi penting, misal obat2an anak untuk demam itu apa... Lalu tanyakan motivasi bekerja itu gimana... kalo mengasuh anak itu apakah cuma sekedar bekerja mencari uang atau memang karena menyayangi anak kecil (di tes dengan pertanyaan misalnya: kalau anak susah makan, apa yg kamu lakukan?.. Jika memang sayang kepada anak maka suster akan mendekati dan membujuk anak untuk makan dengan sabar, tetapi kalo dia cuma pengen si anak makan, maka si suster akan menakut2i anak spy takut lalu mau makan.. hihihi..Yg ada anak malah takut gak mau dekat dengan susternya).

Mudah2an dengan hati2 memilih suster, teman mbak bisa mempunyai suster yg memang handal dan bisa dipercaya mengurus anaknya...

Semoga berhasil.

Regards,
Renny S.
http://kevinnathaniel.multiply.com




----- Original Message ----- From: "Ratna Wulan Sari" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Wednesday, July 25, 2007 12:54 PM
Subject: [balita-anda] Istri (juga ibu) frustasi


Dear rekans BA,
Salah satu sobatku tadi nelpon curhat panjang banget,. singkatnya dia dalam
keadaan frustasi.
Sobatku ini seorang karyawati perusahaan asing, gajinya lumayan besar.
Punya suami yang bekerja di perusahaan konglomerasi dalam negri dengan gaji
1/3 gajinya.
Punya anak balita 2 orang. Suami istri ini berasal dari latar belakang
berbeda. Sobatku anak orang kaya
dan biasa hidup enak. Suaminya anak orang kekurangan yang biasa prihatin.
Singkat cerita awalnya hidup mereka bahagia. Masalah muncul ketika sudah
punya dua orang anak,
Dan anak2nya kurang perhatian karena orang tuanya sibuk bekerja. Biarpun
masing2 anak punya baby sitter dan ada
pembantu lagi dirumah, masalah selalu timbul. Pembantu keluar-masuk. Baby
sitter sudah dicoba dari
pengasuh biasa sampai baby sitter selalu ngga pas. Yang bagus cuma kerja
sebentar keluar karena kawin,
urusan keluarga etc. Alhasil gonta-ganti pengasuh/pembantu sudah biasa. Yang
kasihan anak2 tsb
(2 dan 4 tahun) jadi terlantar dan kurang perhatian. Yang TK jadi nakal dan
kalau ngomong agak kasar, mungkin
karena ibunya ini stress dan jadi suka marah2 setelah memikirkan keadaan
rumah masih memikirkan pekerjaan
di kantor. Juga kurang perhatian karena pengasuhnya bolak-balik ganti.
Yang 2 tahun jadi kurus karena ternyata tidak diurus dengan baik oleh
BS-nya - akhirnya dipecat. Sekarang dalam
keadaan sakit dan sobatku ngga bisa cuti karena dikejar deadline.
Pekerjaannya sangat menyita waktu.
Terpaksa anak-anaknya dititipkan dirumah orangtuanya.Tapi kan tidak bisa
terus-terusan begitu.
Sebenernya sobatku ini ingin resign saja untuk bisa mengurus anak dengan
baik, tapi memikirkan kebutuhan
saat ini yang sangat tinggi rasanya ngga mungkin mengandalkan gaji suaminya
saja. Lagipula sayang
rasanya meninggalkan pekerjaan dengan gaji puluhan juta begitu saja. Yang
bikin sobatku frustasi suaminya
Itu dirasanya ngga mampu untuk menjadi kepala keluarga yang baik alias ngga
bisa menghasilkan dengan layak
untuk standard kehidupannya yang sebenernya tidak mewah tapi tidak pas-pasan
banget. - Sebetulnya sih menurut saya
bukan salah suaminya, tapi memang dia itu jauh lebih pintar dari suaminya
dalam hal mencari uang, jadi sulit kalau
dibandingkan karena kemampuan suaminya memang mentok -. Memikirkan kalau dia
resign berarti anak2nya harus pindah
kerumah yang lebih kecil, mungkin cuma punya pembantu 1 yang berarti selain
mengasuh anak dia harus mengerjakan
pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya jarang dikerjakan, mungkin dia
malahan bakal jatuh sakit kecapean, kemungkinan
anaknya ngga bisa les musik dan balet lagi atau beli susu dan buah-buahan
yang selama ini rutin dikonsumsi, dll, bikin
sobatku tambah frustasi.
Saya nulis ini karena rasanya banyak ibu2 BA yang mengalami kejadian yang
mirip, walau mungkin tidak 100% sama
(termasuk saya juga, karir dan anak selalu jadi dilema). Kalau ada yang mau
sharing atau sumbang saran untuk sobatku ini,
kira-kira bagaimana mengatasi masalahnya. Apa memang resign adalah pilihan
terbaik ?

Regards,
ratna


     __________________________________________________________________
Yahoo! Singapore Answers
Real people. Real questions. Real answers. Share what you know at
http://answers.yahoo.com.sg


--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


     __________________________________________________________________
Yahoo! Singapore Answers
Real people. Real questions. Real answers. Share what you know at http://answers.yahoo.com.sg


--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke