Weits.....one by one, mbak.....
Ini yang di-komplain apa ya?

1. Apakah asistennya? asisiten di rumah bisa ditangani dengan benar asal
kita tegas tapi baik hati tidak pelit. Berikan aturan, hal-hal apa saja yang
boleh dilakukan dan yang tidak boleh. Misal tidak boleh nonton sinetron yang
kata-katanya kasar, nah pembantu mesti dong diberikan alternatif lainnya.
Misal dibelikan DVD kartun anak2 atau DVD film2 yang sekiranya mendidik.
Atau kalo langganan indovision pake parenta lock.

2. Asistennya sering ekluar masuk. Coba dievaluasi, apakah ada perkataan
atau tingkahlaku kita yg salah dalam menangani asisten. Terlalu kasar atau
asisten gak punya waktu istirahat, tidur gak cukup? Kalao semuanya tidak,
mungkin ya berarti gak beruntung aja dapet asisten yang ngeselin.

3. Bisa coba dicari rumah yang deket dengan ortu kalo mau anak2 lebih
diawasi.

4. Jangan2 masalahnya karena gaji suami lebih kecil. Wah, kalo masalah ini
sih, gak cuma mbak yang punya. Tapi kan sebelum nikah, udah tahu kan
penghasilan masing2. Kalo sementara ini suami gak bisa mencukupi semuanya,
ya, mesti dibantu. Tapi kalo anak2 jadi keleleran, ya alternatif lainnya,
asisten di-upgrade mutunya atau tinggal deket dgn ortu.

5. Atau masalahnya keinginan yg gak tercapai, takut anak2 gak les piano, les
bales dan sebagainya atu makanananya gak bisa ini itu dan sebagainya. Wah,
ini mah saya gak bisa komen banyak jeeee. Menurut saya aja, makanan bergizi
gak mesti mahal. Kalo gak mampu les balet les piano, ya udah, gak usah
dipaksa2. Hehehehe....kalo kasus saya misalnya, suami sy PNS, jelas lah, kao
ngandelin gaji papanya aja, gak bakalan mampu ngelesin anak balet atau
piano. Tapi gak berarti, kalo anak gak dapet les piano atau balet, mereka
gak berprestasi kan?

6. Atur pengeluaran sesuai dengan kemampuan. Ada beberapa hal atau post
pengeluaran yang sangat berbeda pada waktu masih gadis dan sesduah menikah.
Contoh nyata, saya aja deh, duu waktu masih gadis, cuek2 aja tuh beli
bodyshop, clinique (tetepa aj muka item...hahahaha). Nah sekarang, walau
masih kerja, gak bisa deh seenaknya gitu, beli Harrry Potter aja mikir
1000x, soale banyak cicilan yg lainnya dan kebutuhan lainnya yg lebih
penting. Penghasilan saya dan suami, sebelum nikah udah tahu masing2 berapa,
dan setelah nikah jg tahu, tinggal gimana kita membagi2nya.

7. Ajak suami ikutan ngurus anak2, mbak. Kalo kita sendiri yang pusing wah
repot, toh anak kan tanggungjawab ibu bapak. Ajak suami diskusi, mesti
gimana nih, koq anak2 ngomongnya kasar. Biasanya keluar deh tuh solusinya,
kalo bicara dgn suami. Kalo kita sendiri sebagai istri yg mikirin semuanya,
wah, bisa mbleduq kepala, jeng. Suami istri kan partner bukan atasan dan
bawahan. Partner, tapi mesti diinget, suami walau bagaimanapun adalah imam
kita, jadi cari suasana yang baik, diskusikan berdua....jangan bersikap
istri yg menentukan semuanya walau penghasilan kita lebih besar, gak terima
deh suami. Laki-laki butuh respek dari istri, mbak. Jadi walau gaji lebih
besar, kita mesti tetep respek dan menghargai beliau, suami kalo dihargai,
akan lebih menghargai kita, percaya deh. Hehehehehe.....

Jadi mesti dipilah2 dulu, masalahnya dimana.

Panjang juga ya imel saya.


On 7/25/07, Ratna Wulan Sari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Dear rekans BA,
Salah satu sobatku tadi nelpon curhat panjang banget,… singkatnya dia
dalam keadaan frustasi.
Sobatku ini seorang karyawati perusahaan asing, gajinya lumayan besar.
Punya suami yang bekerja di perusahaan konglomerasi dalam negri dengan
gaji 1/3 gajinya.
Punya anak balita 2 orang. Suami istri ini berasal dari latar belakang
berbeda. Sobatku anak orang kaya
dan biasa hidup enak. Suaminya anak orang kekurangan yang biasa prihatin.
Singkat cerita awalnya hidup mereka bahagia. Masalah muncul ketika sudah
punya dua orang anak,
Dan anak2nya kurang perhatian karena orang tuanya sibuk bekerja. Biarpun
masing2 anak punya baby sitter dan ada
pembantu lagi dirumah, masalah selalu timbul. Pembantu keluar-masuk. Baby
sitter sudah dicoba dari
pengasuh biasa sampai baby sitter selalu ngga pas. Yang bagus cuma kerja
sebentar keluar karena kawin,
urusan keluarga etc. Alhasil gonta-ganti pengasuh/pembantu sudah biasa.
Yang kasihan anak2 tsb
(2 dan 4 tahun) jadi terlantar dan kurang perhatian. Yang TK jadi nakal
dan kalau ngomong agak kasar, mungkin
karena ibunya ini stress dan jadi suka marah2 setelah memikirkan keadaan
rumah masih memikirkan pekerjaan
di kantor. Juga kurang perhatian karena pengasuhnya bolak-balik ganti.
Yang 2 tahun jadi kurus karena ternyata tidak diurus dengan baik oleh
BS-nya – akhirnya dipecat. Sekarang dalam
keadaan sakit dan sobatku ngga bisa cuti karena dikejar deadline.
Pekerjaannya sangat menyita waktu.
Terpaksa anak-anaknya dititipkan dirumah orangtuanya.Tapi kan tidak bisa
terus-terusan begitu.
Sebenernya sobatku ini ingin resign saja untuk bisa mengurus anak dengan
baik, tapi memikirkan kebutuhan
saat ini yang sangat tinggi rasanya ngga mungkin mengandalkan gaji
suaminya saja. Lagipula sayang
rasanya meninggalkan pekerjaan dengan gaji puluhan juta begitu saja. Yang
bikin sobatku frustasi suaminya
Itu dirasanya ngga mampu untuk menjadi kepala keluarga yang baik alias
ngga bisa menghasilkan dengan layak
untuk standard kehidupannya yang sebenernya tidak mewah tapi tidak
pas-pasan banget. - Sebetulnya sih menurut saya
bukan salah suaminya, tapi memang dia itu jauh lebih pintar dari suaminya
dalam hal mencari uang, jadi sulit kalau
dibandingkan karena kemampuan suaminya memang mentok -. Memikirkan kalau
dia resign berarti anak2nya harus pindah
kerumah yang lebih kecil, mungkin cuma punya pembantu 1 yang berarti
selain mengasuh anak dia harus mengerjakan
pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya jarang dikerjakan, mungkin dia
malahan bakal jatuh sakit kecapean, kemungkinan
anaknya ngga bisa les musik dan balet lagi atau beli susu dan buah-buahan
yang selama ini rutin dikonsumsi, dll, bikin
sobatku tambah frustasi.
Saya nulis ini karena rasanya banyak ibu2 BA yang mengalami kejadian yang
mirip, walau mungkin tidak 100% sama
(termasuk saya juga, karir dan anak selalu jadi dilema). Kalau ada yang
mau sharing atau sumbang saran untuk sobatku ini,
kira-kira bagaimana mengatasi masalahnya. Apa memang resign adalah pilihan
terbaik ?

Regards,
ratna


     __________________________________________________________________
Yahoo! Singapore Answers
Real people. Real questions. Real answers. Share what you know at
http://answers.yahoo.com.sg

Kirim email ke