iya mbak..aq kan cuma kasih opsi aja..klo mo coba silaken klo gak ya gpp juga...nebulizer/inhaler bukan satu2nya cara yg terbaik juga..aq pun guna in nebu klo lihat kondisi batpil nya berat ataw semakin hari semakin jadi..dan sudah sangat mengganggu si anaknya (bobonya ga bener,minum susu n makannya susah karena penuh lendir)..ga nunggu lama2 lagi..ga tega aja liatnya..pernah juga make yg tradisional 2 hari berturut2..anak q (2 th 8 bln) malah komplen..katanya "capek..perutnya sakit batuk terus..ga bisa bobok..mampet idungnya..susah napasnya". pernah aq pake in yg tradisional gitu..eh ga kuat..matanya perih katanya..pokoknya cerewet dey...(dipikir2 bener juga..aq aja paling ga kuat klo batpil berat). yang penting komposisi, frekwensi dan durasinya benar dan sesuai anjuran dokter / fisiotherapyst... tapi sebagai tambahan info..aq donlod dari buletinnya idai, semoga bermanfaat. *maafklokurangmembantu* thx ibu rafi Terapi Inhalasi pada Anak Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara inhalasi (hirupan) ke dalam saluran respiratorik. Penggunaan terapi inhalasi sangat luas di bidang respirologi atau respiratory medicine. Terapi inhalasi sebenarnya sudah dikenal dan dilakukan oleh manusia sejak lama, persisnya kapan datanya tidak jelas. Secara farmakologis, teknis pemberian obat perlu disesuaikan dengan organ sasaran yang dituju. Berdasarkan luas sebarannya, pemberian obat dapat dibagi dua yaitu sistemik dan topikal. Inhalasi merupakan pemberian obat secara topikal seperti halnya salep kulit atau tetes mata.
Sesuai dengan prinsip terapi topikal, maka terapi inhalasi mempunyai beberapa kelebihan yaitu: Awitan efek segera, karena obat langsung bekerja di sasaran tanpa perlu menjalani proses yang panjang seperti pemberian secara sistemik. Dosis obat sangat kecil dibanding pemberian secara sistemik Efek samping obat minimal, karena dosis totalnya yang kecil Prinsip Prinsip dasar terapi inhalasi adalah menciptakan partikel kecil aerosol (respirable aerosol) yang dapat mencapai sasarannya tergantung tujuan terapi melalui proses hirupan (inhalasi). Sasarannya meliputi seluruh bagian dari sistem respiratorik mulai dari hidung, trakea, bronkus, hingga saluran respiratorik terkecil (bronkiolus), bahkan bisa mencapai alveolus. Aerosol adalah dispersi dari partikel kecil cair atau padat dalam bentuk uap/kabut yang dihasilkan melalui tekanan, atau tenaga dari hirupan napas. Oleh karena itu besar partikel hirupan yang kita hasilkan harus berukuran <5 mm agar dapat menghasilkan efek klinis. Terapi inhalasi dapat digunakan untuk memberikan pengobatan terhadap berbagai kasus respiratorik, baik kasus infeksi maupun noninfeksi, dalam keadaan akut maupun terapi jangka panjang. Jenis terapi inhalasi Saat ini dikenal tiga jenis alat inhalasi dalam praktek klinis sehari-hari yaitu: 1. Nebulizer 2. Dry powder inhaler (DPI) 3. Metered dose inhaler (MDI) Nebulizer Dari aspek teknis ada dua jenis nebulizer, jet dan ultranonik. Nebulizer jet adalah alat yang menghasilkan aerosol dengan aliran gas kuat yang dihasilkan oleh kompresor listrik atau gas (udara atau oksigen) yang dimampatkan. Nebulizer ultrasonik menggunakan tenaga listrik untuk menggetarkan lempengan yang kemudian menggetarkan cairan di atasnya kemudian mengubahnya menjadi aerosol. Karena berbagai faktor, nebulizer jet merupakan nebulizer yang paling banyak digunakan, jet nebulizer dapat diandalkan dan dapat menebulisasi semua jenis. Alat ini dapat digunakan pada semua kasus respiratorik. Pemakaiannya hanya memerlukan sedikit upaya dan koordinasi. Selanjutnya yang dimaksudkan nebulizer adalah nebulizer jet kecuali jika disebutkan lain. Volume isi adalah jumlah total cairan obat yang diisikan ke dalam labu nebulizer pada tiap kali nebulisasi. Volume residual adalah sisa cairan dalam labu nebulizer saat nebulisasi telah dihentikan. Sebagai patokan jika volume residual sekitar 1 ml, maka diperlukan volume isi sekitar 5 ml. Waktu nebulisasi adalah waktu sejak nebulizer dinyalakan dan aerosolnya dihirup sehingga nebulizer dihentikan. Untuk bronkodilator waktu nebulisasi tidak lebih dari 10 menit. Sebelum penggunaan nebulizer pasien diberitahu bagaimana caranya. Sejauh memungkinkan pasien diminta untuk duduk tegak di kursi, bernapas dengan wajar yaitu dengan frekuensi dan kedalaman seperti bernapas biasa. Diminta juga untuk tidak bicara selama dalam nebulisasi, dan menjaga agar labu nebulizer tetap dalam posisi tegak. Jika cairan obat dalam labu tinggal sedikit, pasien dianjurkan agar menepuk-nepuk labu untuk meningkatkan volume output aerosol. Dry Powder Inhaler (DPI) Turbuhaler mempunyai penampung bubuk obat murni tanpa bahan tambahan. Dosis terukur oleh piring ukur sesaat sebelum dihirup. Selama dihirup, obat akan melalui saluran berbentuk spiral dalam mouthpiece Turbuhaler. Turbulensi dalam saluran spiral ini akan mengendapkan partikel besar. Deposisi di bronkus dengan alat ini berkisar 17-32%, 20-25% tertinggal di inhaler, dan sekitar 50% terdeposisi di orofaring. Langkah penggunaan Turbuhaler: Tutup Turbuhaler dibuka Pegang turbuhaler dalam posisi tegak, putar bagian bawahnya searah jarum jam hingga mentok kemudian putar balik berlawanan jarum jam hingga terdengar bunyi klik Untuk pemakaian pertama lakukan langkah ini dua kali, untuk pemakaian selanjutnya cukup satu kali Masukkan mouthpiece ke dalam mulut, katupkan kedua bibir Setelah ekspirasi maksimal, lakukan inspirasi dengan cepat dan dalam hingga maksimal Tahan napas selama 10 detik, kemudian hembuskan napas keluar Selesai melakukan hirupan, pasien berkumur dan airnya dibuang untuk menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik. Inhaler jenis ini bersifat effort dependent karena sumber tenaga penggerak alat ini sepenuhnya adalah upaya inspirasi maksimal dari pasien sehingga juga disebut breath-actuated inhaler. Pada anak kecil (balita) hal ini sulit dilakukan mengingat kemampuannya melakukan inspirasi kuat belum optimal. Pada anak yang lebih besar (di atas 5 tahun), penggunaan alat ini relatif mudah karena tidak memerlukan manuver yang kompleks seperti pada MDI. DPI ini tidak memerlukan alat tambahan seperti spacer sehingga lebih praktis dan mudah untuk dibawa. Metered Dose Inhaler (MDI) Seperti halnya DPI, maka alat ini bersifat effort dependent, karena memerlukan manuver tertentu yang cukup sulit agar sejumlah dosis obat mencapai sasarannya. Pemakaiannya secara langsung tanpa spacer bahkan lebih sulit daripada DPI. Sumber tenaga penggeraknya adalah propelan (zat pembawa) yang dibuat bertekanan tinggi dalam suatu tabung aluminium yang disebut kanister. Langkah penggunaan MDI: Kanister dalam aktuator dikocok dengan arah atas bawah beberapa kali, lalu tutup aktuator dibuka MDI disiapkan dalam posisi tegak, pasien melakukan ekspirasi maksimal Orifisium aktuator dimasukkan dalam mulut pasien di antara dua baris gigi, bibir dikatupkan rapat Pasien melakukan inspirasi pelan, sesaat setelah itu kanister ditekan ke bawah agar obat keluar terdispersi, inspirasi diteruskan pelan dan dalam sehingga maksimal Dalam posisi inspirasi maksimal, napas ditahan selama 10 detik, baru lakukan ekspirasi Bila diperlukan dosis kedua dan seterusnya, lakukan langkah yang sama setelah 30-60 detik. Selesai melakukan hirupan, pasien berkumur dan airnya dibuang untuk menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacer Penggunaan MDI secara langsung mempunyai dua kekurangan utama. Pertama, MDI memerlukan manuver yang cukup sulit bahkan bagi orang dewasa sekalipun. Di samping itu percikan partikel dari MDI langsung ke mulut memiliki kecepatan tinggi dan ukuran partikel yang besar menyebabkan deposisi obat di orofaring tinggi. Untuk mengurangi hal tersebut ada yang menyarankan agar MDI jangan langsung dipasang di mulut, tetapi diberi jarak sekitar 4 cm. Namun cara ini berisiko membuat obat tersebar ke udara. Kemudian timbul pemikiran untuk menambahkan alat berupa tabung yang memberi ruang ( space) tambahan sehingga alatnya disebut spacer. Spacer dimaksudkan untuk mengurangi laju dan ukuran partikel sehingga saat mencapai rongga mulut keadaannya lebih ideal. Untuk penggunaan pada anak besar ujung spacer cukup dilengkapi dengan mouthpiece, sedangkan untuk bayi dan anak kecil ditambahkan masker. Langkah penggunaan MDI dengan spacer: Kanister dalam aktuator dikocok dengan arah atas bawah beberapa kali, lalu tutup aktuator dibuka MDI disiapkan dalam posisi tegak, masukkan dalam spacer Semprotkan obat dari MDI ke dalam spacer Untuk anak besar diminta menghirup obat dalam spacer melalui mouthpiece Untuk bayi dan anak kecil, spacer dipasangi masker sebelumnya dan katupkan masker menutupi mulut dan hidung pasien Biarkan anak bayi bernapas ke dalam spacer selama sekitar 20-30 detik, sehingga semua obat dalam spacer telah dihirup Bila diperlukan dosis kedua dan seterusnya, lakukanlah langkah yang sama setelah 30-60 detik Selesai melakukan hirupan, jika sudah mampu pasien berkumur dan airnya dibuang untuk menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik Kesalahpahaman tentang efektivitas alat inhalasi Di kalangan awam, bahkan juga di sebagian kalangan medis ada anggapan bahwa terapi inhalasi dengan nebulizer lebih unggul dibanding cara lain. Banyak studi yang membuktikan bahwa bila digunakan dengan benar, DPI dan MDI dengan spacer sama efektivitasnya dengan nebulisasi. Namun untuk mengubah pandangan ini tidak mudah. Agaknya hal ini terkait dengan aspek psikologis. Pada terapi nebulisasi, upacaranya lebih terasa, mulai dari penyiapan obat dan alatnya, dan juga visualisasi obat dalam bentuk kabut yang nyata. Dr. Darmawan B Setyanto, Sp.A Anggota UKK Respirologi IDAI Departemen IKA FKUI-RSCM, Jakarta Renny <[EMAIL PROTECTED]> wrote: wah mbak, seharusnya diberikan kalo memang sudah benar2 perlu sekali, jd gak tiap batpil lsg di nebu... jgn2 dokternya cuma mo cari duit ajah tuh .... lebih baik mengambil tindakan yg bijaksana saja... kalo memang blm parah batpilnya, ya gak perlu di nebu... kalo si anak memang sudah memprihatinkan dan memang perlu di nebu sebaiknya dilakukan. boleh cerita sedikit ya ttg pengalaman ponakan saya (4thn), mamanya kekeuh gak mau inhalasi pdhl si anak dari baby sering bgt batpil dan sering muntah, napas grok2an... akhirnya si anak kena sinus krn dahak di hidung tdk bisa keluar dan sudah mengental di dalam berlarut2. Beruntung msh bisa di terapi dan akhirnya sembuh. Krn dsa nya blg kalo stlh diterapi tetapi tidak sembuh jg ya harus di operasi. Takut bgt kakak sy waktu itu... jd buru2 di terapi di RS Gading Pluit sebln penuh tiap hari bolak balik kesana untuk disinar. Untung sembuh juga jd gak perlu operasi... Jadi sebaiknya mengambil tindakan yg bijaksana saja. ----- Original Message ----- From: "rusmina" To: Sent: Thursday, February 21, 2008 9:44 AM Subject: Re: [balita-anda] Balasan: Re: [balita-anda] Aku lagi sedih, Jacinda batuk pilek > Jan kemaren wkt dimedan, arionku kena batpil > kr dah mo pulang ke surabaya, mau gak mau aku bawain ke dsa biar lebih fit > dsa tsb pasiennya yg berjubel, dan semua bawa masker kr akan dinebu > termasuk temanku yg bawain aku kesana > jadi smua anak yg batpil dinebu (ada 3 nebu diruangan itu); dan masing2 > pasien bawa masker (50rb dibeli dr dsa tsb) > koq bisa yah dsa begitu?? > > -------------------------------------------------------------- Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com Info balita: http://www.balita-anda.com Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED] --------------------------------- Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.