klo susu UHT krn diproses dlm suhu tinggi (Ultra High Temperature) dlm wkt
singkat shg kuman2-nya 'mati' tp manfaat 'susu'nya hanya sepersekian yg
hilang tetep aja rawan terkontaminasi bakteri..

so, untuk menjaga 'keamanan + kebersihan'nya
- pastikan produk tsb blum kadaluarsa
- cek kemasannya -- klo bocor / berlubang bs dipastika ada bakteri / zat
lain yg masuk
- cicipin dulu ..klo ada rasa asam, atau bau yg 'aneh' spt busuk atau spt
sabun sbaiknya jgn diminum
- sbaiknya juga susu UHT diberikan dlm kemasan kecil skali minum.. atau klo
kemasan yg family (1 literan gt) stl digunakan bl ada sisa tutup rapat n
simpan dlm kulkas..24 jam hrs habis.. yaaa


Pada 24 Februari 2011 13:41, <marisalu...@gmail.com> menulis:

> Thanks infonya mbak. Tp saya mau tanya, itu kan cara penyajian untuk Susu
> Bubuk, kalo UHT gmn ya? Apa harus dipanaskan smp 70 derajat juga?
>
>
> Mia
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
>
> -----Original Message-----
> From: Lusika Yuliana <u...@jateng.aimi-asi.org>
> Date: Thu, 24 Feb 2011 13:24:15
> To: <balita-anda@balita-anda.com>
> Reply-To: balita-anda@balita-anda.com
> Subject: Re: [balita-anda] Mpasi
> share dikit yaaa..
> produk makanan/minuman kemasan apapun termasuk susu formula akan selalu
> bersiko terkontaminasi zat2 lain dr luar termasuk bakteri..
>
> so, yg perlu DIPERHATIKAN bila memberikan susu formula adalah
> - pastikan meja tm membuat sufor dlm kondisi bersih
> - pastikan tangan si pembuat telah cuci tangan dg sabun
> - pastikan botol / wadah dlm kondisi steril
> - seduhlah sufor dg suhu min 70 der C..bakteri akan mati ps suhu tsb.. -
> tutup dg tutup yg aman
> - saat memberikan ke anak ushkan sudah hangat2 kuku
> - usahakan sufor yg sudah diseduh adl untuk selalu sekali minum spy ga ada
> sisa yg diminum kmd (susu sisa rawan terkontaminasi bakteri)
> - kemasan sufor yg sudah dibuka WAJIB ditutup rapat n diletakkan pd wadah
> yg
> steril..
>
>
> ada 1 lagi ni artikel ok utk menyikapi issu seputar susu formula
> terkontaminasi bakteri..
>
>
> Dunia Apresiasi Penelitian Susu IPB, Kenapa Terus Dikontroversi?
>
> *AN Uyung Pramudiarja* - detikHealth
>  &
>
> http://health.detik.com/read/2011/02/24/090159/1577967/763/dunia-apresiasi-penelitian-susu-ipb-kenapa-terus-dikontroversi
>
>  [image: img]
> *Rektor IPB (dok: detikHealth)*
> *Jakarta,* Andai Institut Pertanian Bogor (IPB) tidak pernah melakukan
> penelitian susu yang mengandung *Enterobacter sakazakii*, hingga kini dunia
> tak akan pernah punya standar kesehatan susu dan makanan yang baik.
>
> Berkat penelitian yang dipimpin Dr Sri Estuningsih, dunia internasional
> jadi
> tahu bagaimana risiko infeksi *E.sakazakii* pada manusia.
>
> Penelitian berjudul 'Potensi Kejadian Meningitis pada Mencit Neonatus
> akibat
> Infeksi *Enterobacter sakazakii*' ini pun dipresentasikan dalam
> sidang-sidang *World Health Organizatio*n (WHO) dan *Food and Drug
> Administration* (FAO).
>
> Dunia menilai penelitian Dr Sri Estuningsih sebagai kontribusi penting
> untuk
> kemanusiaan sehingga ia terpilih sebagai delegasi Asia dalam pertemuan para
> ahli di Roma yang membahas risiko infeksi *E.sakazakii* pada manusia.
>
> Menurut Rektor IPB Herry Prof Herry Suhardiyanto, penelitian tersebut
> akhirnya dijadikan pertimbangan untuk penetapan standar Codex Alimentarius
> (Standar Internasional Kesehatan Konsumen).
>
> *Dus*, sejak saat itu standar Codex menetapkan susu formula tidak boleh
> mengandung *Enterobacter sakazakii*. Alhasil, seluruh negara anggota Codex
> sejak tahun 2008 harus mengikuti standar terbaru tersebut untuk susu
> formula, makanan dan kosmetik termasuk Indonesia.
>
> "Penelitian ini justru menyadarkan agar tidak keterusan mengonsumsi susu
> yang mengandung *E.sakazakii*. Terbukti setelah BPOM mengadopsi aturan
> Codex
> pada Oktober 2008, hanya 4 bulan sejak ditetapkan Codex, penelitian ulang
> dengan metode yang sama menunjukkan hasil negatif pada semua sampel yang
> digunakan," ungkap Prof Herry dalam jumpa pers di Gedung Kementerian
> Pendidikan Nasional, Rabu (23/2/2011).
>
> Tapi hasil penelitian yang mendapatkan apresiasi dari dunia internasional
> ini justru menjadi kontroversi di dalam negeri. Mewakili suara konsumen,
> seorang pengacara bernama David Tobing menggugat Menkes, BPOM dan IPB untuk
> mengumumkan merek susu yang digunakan dalam penelitian tersebut.
>
> Sejak saat itu masyarakat resah, bahkan muncul tuduhan ada kongkalikong
> antara pabrik susu dengan pihak-pihak yang terkait sehubungan dengan tidak
> diumumkannya merek susu yang diteliti tersebut. Penjelasan pihak tergugat
> bahwa risiko infeksi *E.sakazakii* hanya terjadi di rumah sakit pada bayi
> tertentu yang bermasalah dengan ketahanan tubuh hingga kini belum mampu
> meredam keresahan tersebut.
>
> Begitu pula dengan hasil penelitian ulang yang
> *dilakukan*<
> http://health.detik.com/read/2011/02/10/140336/1568640/764/mengapa-hasil-penelitian-susu-formula-ipb-dan-bpom-berbeda
> >oleh
> Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak menemukan lagi susu
> yang mengandung *Enterobacter sakazakii*, juga dirasa tidak cukup.
>
> Publik terus-terusan menuntut agar susu yang diteliti IPB itu diumumkan,
> walaupun menurut beberapa pakar kesehatan seperti *Dr Utami Roesli, SpA,
> MBA, IBCLC*<
> http://health.detik.com/read/2011/02/10/112459/1568421/764/pakar-laktasi-tidak-ada-susu-formula-yang-benar-benar-steril
> >yang
> pernah dihubungi
> *detikHealth* mengatakan, pengumuman nama susu tersebut sudah tidak lagi
> relevan karena penelitiannya dilakukan tahun 2003 sementara penelitian
> terbaru menunjukkan hasil negatif. Fokus sekarang menurut Dr Utami adalah
> menyelamatkan bayi di bawah 1 tahun agar tidak mengonsumsi susu formula
> tapi
> lebih utamakan ASI.
>
> Sementara Prof Herry dalam jumpa pers Rabu kemarin mengatakan tidak semua
> penelitian harus mempublikasikan identitas sampel yang digunakan.
>
> "Harus dilihat tujuan penelitiannya. Yang dilakukan IPB tahun 2003-2006
> adalah penelitian isolasi dan identifikasi bakteri patogen, atau kiasannya
> adalah 'berburu bakteri'. Bukan surveilance yang tujuannya memang
> mengungkap
> susu apa saja yang terkontaminasi," jelas Prof Herry.
>
> Karena jenis penelitian IPB adalah penelitian isolasi, menurutnya tidak
> lazim mencantumkan identitas sampel yang digunakan karena tidak bisa
> mewakili seluruh populasi susu formula. Dalam jurnal internasional,
> perusahaan dan merek susu yang menjadi sampel penelitian isolasi hanya
> disebut dengan kode tertentu.
>
> Tapi jika itu penelitian surveilance maka harus dicantumkan merek susu yang
> diteliti. Namun tentunya ada syarat keterwakilan populasi yang harus
> dipenuhi dalam penelitian *surveilance*. Misalnya untuk meneliti
> kontaminasi
> *E.sakazakii*, dari tiap *batch* susu formula harus diambil 30 sampel
> masing-masing sebanyak 10 gram.
>
> "Kalau penelitian isolasi harus menyebutkan merek sampel yang dipakai,
> menjadi tidak fair bagi yang tidak diteliti. Belum tentu yang lain bebas
> dari *E.sakazakii*. Apalagi penelitiannya dilakukan tahun 2003-2006,
> sementara Codex baru mengatur kontaminasi *E.sakazakii* dalam susu formula
> bulan Juli 2008," jelas Prof Herry.
>
> Penelitian isolasi IPB menguji bayi tikus yang terkena bakteri
> *E.sakazakii*terbukti bisa memicu meningitis. Meski belum dibuktikan
> pada manusia, namun
> bakteri ini diyakini punya potensi yang membahayakan terutama pada bayi
> yang
> punya masalah ketahanan tubuh misalnya karena lahir prematur atau
> terinfeksi
> HIV. Karena itu, *E.sakazakii* disebut juga parasit oportunistik yakni
> parasit yang hanya menyerang jika kekebalan tubuh lemah seperti kekebalan
> tubuh bayi dan penderita HIV
> (*up/ir*)
>
>

Kirim email ke