Bu Dina 

Anak temen saya juga pernah mengalami kelainan seperti yang anak ibu alami.
Sewaktu dioperasi juga berumur sekitar 2 bulan dan sekarang (5 bulan) sudah
sehat dan lincah.

Yang ingin saya tambahkan, ada juga kelainan lain yang mirip seperti ini
tetapi lebih serius lagi, yaitu pemutusan saluran pencernaan (bukan
penyumbatan / pengecilan) yang biasanya adalah bawaan lahir. Kelainan ini
dapat segera diketahui sebaik bayi lahir. Jika hal ini terjadi, biasanya
langsung dioperasi untuk penyambungan pada saat bayi berumur 1-2 hari karena
bayi tidak dapat minum susu. Makanya kalo biarpun sehabis bersalin dan bayi
kita masih di jaga oleh suster rumah sakit, kita mesti kontrol keadaan bayi.


Untung anak ibu sudah sehat sekarang. Semoga keadaan ini jarang terjadi deh,
soalnya kan kasihan kalo bayi nggak bisa minum terus muntah terus.

Salam
Fenny

----------
From:   Isnan & Dina[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Friday, May 28, 1999 11:22 AM
To:     [EMAIL PROTECTED]
Subject:        RE: [balita-anda] salam kenal

Mbak Widiastuty dan rekan netters lain,

Saya juga pernah punya masalah mengenai minum dan muntah pada anak saya.
Jadi mau juga berbagi pengalaman, walaupun mungkin kondisinya berbeda
dengan yang mbak tanyakan.

Anyways, kejadian bermula saat anak saya selesai di akekahin (umur 40
hari). Kelihatannya seperti sakit dan tiap kali minum, anak saya itu
muntah. Oleh DSA 1 dibilang, dia terkena radang tenggorokan. Jadi dikasih
obat plus anti muntahnya. Tapi enggak mempan juga... tiap kali diisi, yaa,
keluar lagi. Datang lagi ke DSA-nya, dia bilang (dengan still yakin)
diafragma di lambung anakku itu masih elastis sekali. Jadi kalau ada ASI
masuk, suka "dilempar" kembali keluar. Kemudian, saya dapat banyak masukan
dari orang-orang tua di sekitar saya, bahwa keadaan itu biasa terjadi pada
bayi-bayi. Dari cerita mereka, rata-rata muntah tersebut berhenti dengan
sendirinya setelah umur 2 tahun, pada kasus ekstreme baru hilang setelah
umur 5-6 tahun.

Pertama-tama saya percaya dengan diagnosa DSA 1, tapi lama-lama kok muntah
anakku makin banyak aja. Kasihan sekali, tiap kali minum, dia muntah...
bahkan lama-lama keluarnya juga dari hidung. Kebayang dong, kita aja kalau
sudah keluar cairan dari hidung, sakitnya minta ampun. Jadi tiap kali
anakku muntah, yaa anak dan ibu dua-duanya nangis... :-) ... Rasa tdk
percaya itu makin kuat, karena kalau dipikir-pikir kok gampang banget yaa
DSA 1 mendiagnosa seperti itu, memangnya terlihat dari luar?

Akhirnya, kita pindah ke DSA 2, maksudnya sih minta second opinion. Kita
sempat sebal juga karena ditertawakan/disepelekan sama DSA tersebut.
Katanya, bapak/ibunya jangan keburu panik dulu. Dia nerangin segala macam
yang berhubungan dengan pemberian minum anak, seperti cara membersihkan
botol susu dan mencampurkan susu. Beliau juga menganjurkan untuk memberikan
susu sedikit demi sedikit (ASI waktu itu sudah kurang lancar, jadi perlu
tambahan susu formula). Kemudian, beliau bilang jalanin aja dulu saran dia
selama seminggu, baru kemudian konsultasi lagi dengan beliau.

Wah, pada waktu itu seminggu serasa satu tahun deh. Muntahnya makin sering
dan makin banyak. Sepertinya, susu yang sudah dia minum itu keluar semua,
bahkan diakhir minggu rasanya yang keluar lebih banyak daripada yang masuk
sebelumnya. Karena enggak tahan melihat penderitaannya (dalam seminggu itu
anak saya sudah kurus, tengkorak kepalanya itu sudah kelihatan... seperti
anak Etiopia, habis yang masuk sedikit sekali), akhirnya kita pergi juga ke
orang pinter (sementara nunggu 1 minggu itu). Orang pinter itu juga bilang
bahwa diafragmanya masih terlalu elastis. sama dengan diagnosa DSA 1. Dia
kemudian urut anak saya dan kasih ramuan untuk ditempel di perutnya. Karena
sudah desperate, yaa... kita ikutin  saja perintahnya. Tapi kok enggak ada
perubahan.

Akhirnya dengan ditebal-tebalkan muka, kita kembali konsultasi lagi dengan
DSA 2. Biarin deh diketawain, asal anak kita bisa cepat sembuh. Ternyata,
setelah DSA 2 melihat kondisi anak saya, dia langsung menganjurkan supaya
anak saya di-scan. Jadi anak saya di scan. Saya pikir mau di CT Scan,
tetapi menurut DSA tersebut tidak perlu. Cukup Scan biasa saja, sebab
biayanya lebih murah dan pun hasilnya sama aja. Jadi yaa... anak saya
kemudian di scan keesokan harinya.

Dari hasil scan, ternyata diketahui ada penyempitan di antara pertemuan
lambung dengan usus (kalau enggak salah namanya, Stenosis Pilosis
Hipertrofila). Terlihat dari sekian banyak cairan yang masuk, yang melewati
usus itu cuma sedikit sekali. Cairan lain, karena adanya gerakan lambung,
terdorong ke tempat yang lebih mudah menerima, yaitu mulut (muntah). Enggak
ada jalan lain, anak saya harus dioperasi sesegera mungkin.

Akhirnya, pada umur kurang dari 2 bulan, anak saya dioperasi.
Alhamdulillah, anak saya tumbuh sehat sejak itu. Perkembangannya juga
normal dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Anaknya juga lincah...
Tapi yaa itu, kalau dia sudah muntah, pucet deh ibu bapaknya. Takut
kejadian dulu terulang. Serem...

Oya, dari cerita DSA tersebut, ternyata beliau sudah menduga penyakit anak
saya sejak pertama kali beliau melihatnya. Beliau hanya mau memastikan saja
dan berupaya agar kita (ortunya) enggak panik. Waktu konsultasi kedua kali
itu, perut anak saya terlihat benjolan sebesar bola pingpong. Oleh
karenanya beliau langsung suruh discan. Menurut DSA, penyakit anak saya itu
rada langka, biasanya yang terkena itu anak-anak bule (Eropa)... padahal
kita ini 100% Indonesia (untung aja paras anak saya itu plek bapaknya, jadi
bapaknya enggak bisa klaim hal-hal lain... :-) ...)

Well, saya enggak bermaksud untuk menakut-nakuti, tetapi ada baiknya juga
kalau pengalaman saya diutarakan di milis ini, agar kita-kita bisa lebih
waspada terhadap muntah anak-anak. Soalnya, banyak para sepuh yang bilang
bahwa bayi muntah itu lumrah. Tapi tetap saja, seperti juga yang sudah
dibahas sebelumnya oleh rekan-2, kita harus punya batasan kapan harus
percaya sama para sepuh, kapan harus mengambil tindakan membawa ke dokter.

Dan mungkin bisa ditambah, sekali-sekali (kalau sakit anak enggak
sembuh-sembuh dalam periode yang cukup lama) perlu juga cari second opinion
dari DSA lain. Semestinya untuk kasus seperti ini, malah perlu third
opinion ya? Habis waktu itu kita juga sudah bingung sih, jadi langsung
setuju aja (yang penting anaknya enggak muntah-muntah lagi). Yang pasti sih
saya merasa beruntung dapat DSA dan dokter operasi/bedah anak yang
komunikatif.


Wassalam,
Dina Tarmidzi


At 12:14 PM 5/27/99 +0800, you wrote:
>
>Saya punya sedikit masalah dengan balita saya ini.
>di usianya 6 bulan kalau orang melihat tidak percaya kalau usia anak saya 6
>bulan.
>mereka mengira kurang dari 6 bulan, anak saya badannya kecil, sampai
>sekarang belum bisa tengkurap, badannya tidak lemah keras, minum susunya
>kurang, susu formula 50 mili saja tidak habis pada hal usianya sudah 6
>bulan, kalau dipaksakan diakan muntah, makannya pun tidak terlalu banyak.
>usia 1 & 2 saya beri asi tanpa makanan tambahan, 3 bulan sampai 5 bulan
>lebih saya beri susu formula dan asi karena saya tinggal kerja tapi jam
>istirahat saya pulang untuk memberi asi, setelah sakit beberapa minggu lalu
>sama sekali tidak mau minum asi lagi. Saya takut anak saya kekurangan
>cairan karena minumnya tidak terlampau banyak bahkan kurang untuk anak
>seusia dia. adakah rekan-rekan yang bisa membantu saya.
>
>terimaksih
>
>


Kunjungi:
http://www.balita-anda.indoglobal.com

--------------------------------------------------------------------------
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"
Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet






Kunjungi:
http://www.balita-anda.indoglobal.com

--------------------------------------------------------------------------
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"
Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet




Kirim email ke