http://www.mediaindo.co.id/editorial.asp?id=2006031200514906
                  Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru 
                 
           
     
      
            SALAH satu tujuan negara didirikan adalah untuk melindungi 
warganya. Selain itu, juga memberikan kemudahan sehingga hak-hak warga dapat 
dipenuhi tanpa pandang bulu.

            Namun, maksud yang indah-indah dalam filosofi berdirinya negara itu 
tidak selamanya mulus dalam praktiknya. Bahkan negara justru menjadi bengis dan 
menebar teror kepada warganya. Teror itu menjelma dalam berbagai bentuk, baik 
langsung melalui aparaturnya maupun lewat perangkat aturan dan undang-undang 
yang diskriminatif.

            Itulah yang menimpa kita, bangsa Indonesia, selama beberapa 
dasawarsa. Negara mengerangkeng hak-hak sipil warga. Akibatnya, sebagian warga 
takut dan terkekang. Salah satu aturan yang membuat takut itu adalah UU No 62 
Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan.

            Dengan UU itu, negara menebarkan ketakutan bagi etnik tertentu. UU 
yang seharusnya dibuat dengan semangat melindungi kepentingan warga negara itu 
justru merampas hak warga dan meneror mereka.

            Etnik Tionghoa, contohnya, hingga kini masih menjadi warga kelas 
dua, bahkan baru menjadi setengah warga negara Indonesia (WNI). Warga etnik 
Tionghoa yang lahir dan menghirup udara pertama kali di Indonesia, dengan 
landasan UU itu, tetap dianggap sebagai WNI keturunan. Karena keturunan, mereka 
harus memiliki surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI).

            Jelas, aturan itu tidak hanya diskriminatif, tapi juga menjadi alat 
pemerasan terhadap etnik Tionghoa. Bahkan, aturan itu telah memakan korban 
manusia-manusia cemerlang pengharum bangsa.

            Sebutlah sejumlah pebulu tangkis yang telah mengharumkan nama 
Indonesia di pentas dunia seperti Susy Susanti, Hendrawan, dan Alan Budikusuma 
yang begitu sulit mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Padahal, mereka lahir 
dan besar di Tanah Air, bahkan telah berjasa mengibarkan Merah Putih. Kesulitan 
serupa dialami ratusan ribu, bahkan jutaan etnik Tionghoa lainnya.

            Semua perlakuan diskriminatif harus dihapus dari Bumi Pertiwi. UU 
Kewarganegaraan yang lama harus segera diganti. Untuk itulah, DPR sedang 
membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan yang diharapkan 
memberikan jawaban revolusioner.

            Misalnya, dengan tegas-tegas menyebut semua warga negara keturunan, 
siapa pun dan dari etnik apa pun, apakah Tionghoa, Arab, India, dan lain-lain 
yang lahir di Indonesia, semua dianggap Indonesia asli. Mereka adalah WNI.

            Sebuah undang-undang yang menjunjung tinggi persamaan hak warga 
negara, dan memberikan kemudahan kepada warga negara, sebentar lagi dihasilkan 
DPR. Itulah UU Kewarganegaraan yang turut menunjukkan bangsa ini bangsa beradab.
           
     



[Non-text portions of this message have been removed]





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke