Ini ada link mengenai KongHucu:
  http://en.wikipedia.org/wiki/Confucianism_%28Kongzism%29_in_Indonesia
  
  Salah satu ajarannya:
  What you don't want done to yourself, don't do to others.
  
  Adakah agama lain yang mempunyai ajaran seperti point di atas?
  
Ken Ken <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                              
    Dear ci Martha yang baik, 
     
  Saya tidak terlalu detail memahami Konfusianisme. Karena itu saya tidak  
sanggup untuk bicara mengenai etika, sistem nilai dan filsafat  konfusius. Ada 
baiknya, saya hanya berkomentar dari sisi politiknya  saja. 
     
    Konfusianisme (&#20754;&#23416;),  bagi saya, merupakan sistem yang 
kompleks mengenai moralitas, kehidupan  social-politik, dan religi. Pengaruh 
konfusianisme sangat mengakar  dalam kehidupan orang-orang Tenglang sampai abad 
21 ini. Beberapa ahli  Barat menyimpulkan bahwa Konfusianisme merupakan “state 
religion” bagi  kerajaan-kerajaan Tiongkok kuno. Sekalipun pada zaman dinasti 
Tang,  pengaruh Konfusianisme berkurang. But it is our cultural heritage, and  
we should therefore preserve it well. Bahkan PBB, saat ini, telah  mengakui 
bahwa Konfusianisme itu adalah agama!
     
 Jangan  meniru omongan si Holy Uncle yang mengatakan bahwa Konfusianisme  
merupakan a vanguard of a feudal system dan stumbling block to  modernisasi. Si 
Holy Uncle tidak mengetahui bahwa RRT sendiri sudah  me-revive Konfusianisme. 
Begitu juga dengan Singapura yang lebih dulu  menyadari arti penting 
Konfusianisme bagi orang-orang Tenglang. Diakui  atau tidak, Konfusianisme 
mempengaruhi cara berpikir dan perilaku  orang-orang Jepang, Korea, Vietnam 
dsb. Korea dibawah dinasti Chosun  memproklamirkan diri sebagai “negara 
konfusius”. Bahkan saat ini,  Konfusian institute sudah didirikan di Serbia. 
     
  Holy Uncle ndak pernah baca ajaran Kongzi yang mengatakan “In teaching,  
there should be no distinction of classes” (Analects XV, 39). Pemikir  dan 
filsuf barat seperti Voltaire dan H.G. Creel memuji Kongzi yang  mengganti 
sistem kebangsawanan by bloodline dengan kebangsawanan  berdasarkan virtue. 
Sehingga dalam kosmologi Konfusian, seorang anak  dari fakir miskin tetapi 
memiliki kebajikan dan moralitas akan  dihormati sebagai bangsawan sedangkan 
Tomi Soeharto yang merupakan  putera dari seorang diktator besar nan tajir 
tidak perlu dihormati  kalau si Tomi Soeharto itu suka membunuh hakim, korupsi, 
menghamili  banyak perempuan, jualan ganja dsb. 
     
  Saya tidak tau apakah pelembagaan sistem Konfusian oleh MATAKIN itu  
merupakan tatanan ideal atau merupakan pola pelembagaan murni yang  diadobsi 
oleh Tiongkok kuno. Tetapi Lionel Jensen berpendapat bahwa  pelembagaan 
Konfusius menjadi sebuah lembaga agama yang disponsori oleh  negara merupakan 
hasil manufakturisasi Jesuit Eropa yang berupaya  menggambarkan pola kehidupan 
masyarakat Tiongkok kepada pengertian  bangsa Eropa. Namun bagi saya, Jesuit 
Eropa hendak mereplikasi pola  Eropa ke dalam masyarakat Tiongkok.
     
  Salah satu dampak yang dibuat oleh MATAKIN adalah klaim sincia sebagai  hari 
raya agama Konghucu. Karena Indonesia tak pernah mengenal hari  raya satu 
golongan etnis tertentu. Sehingga penetapan Imlek sebagai  hari raya 
dikarenakan pengakuan Konfusianisme sebagai agama (sesuai  dengan sikap PBB 
terhadap konfusianisme sebagai agama). Ini tidak  pernah salah. Tetapi yang 
perlu dimatangkan oleh MATAKIN adalah bahwa  kenyataan prinsip dan cara 
berpikir Konfusius sebagai agama berbeda  dengan pola-pola agama lain. Artinya, 
setiap Tenglang yang telah  mengadobsi sistem keagamaan lain tetap diharuskan 
merayakan Sincia  karena Ketionghoaannya itu, bukan karena agamanya. 
     
  Karakteristik paling fundamental dari seorang Tenglang konfusianistis  adalah 
kelenturannya dalam menempatkan diri. Agama dalam perspektif  budaya Tenglang 
bukanlah sebuah exclusif entity. Artinya, seorang  Kristen, Islam, Budhis, 
Katolik, Hindu, Anand Krisnaisme, Falun  Gongisme dsb masih tetap dapat menjadi 
seorang Konfusianis. Hendaknya,  kita tidak perlu membentur-benturkan prinsip 
seperti omongan “kalau  sudah kristen mbok ya jangan pegang hio lagi, karena 
pegang itu tradisi  Konghucu”. 
     
  Jadilah orang Tenglang bukan orang Bule atau orang Arab. Jadilah  seorang 
Konfusian sejati. Jangan karena sudah memakai sendok-garpu maka  sumpit 
dibuang. Toch, ci Martha bisa berperilaku sebagai seorang  Konfusianis sejati 
sekalipun anda beragama Katolik. Jangan tiru  perilaku budhis theravada yang 
pernah sempat sangat anti terhadap Imlek  tapi merayakan hari Valentine day di 
vihara Sunter. 
     
  Bagi saya, perilaku Konfusianisme itu bisa diawali dengan menerapkan  kembali 
sistem etika Tenglang (tak perduli beragama apa). Menghormati  ayah-ibu dan 
orang-orang yang lebih tua itu karakter Konfusianis. Apa  perilaku ini salah?? 
Kan tidak…apa bertentangan dengan ajaran suatu  agama? Kan tidak…apa kristen 
mengajarkan umatnya untuk durhaka kepada  orang tua? 
     
  Kalau sudah begini, saya jadi gak bisa memahami mengapa si Kristoforus  
Sindhunata yang katolik itu membanned Konghucu dari Indonesia. 
     
     
    Best regards, 
    Kenken 
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
  
  ---------------------------------
  Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail beta.
  
  [Non-text portions of this message have been removed]
  
  
      
                                    

 
---------------------------------
Check out the all-new Yahoo! Mail beta - Fire up a more powerful email and get 
things done faster.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke