Saya kutip tulisan anda:
===
kerusuhan mei 98 yang identik dengan etnis tionghoa adalah sebagai
implementasi dari sifat individualis etnis tionghoa di Indonesia, karena
sifatnya yang individualis inilah membuat etnis tionghoa sering menjadi
korban kerusuhan ataupun pemalakan. yang penting aku nggak kena yang sudah
ya sudah...begitu seterusnya.
===
Bung Jimmy, saya tidak dapat lebih setuju lagi dengan statement anda
tersebut.

Saya tidak tahu apakah anda dari etnis tionghua, tetapi tulisan anda sungguh
mengena dan sedikit banyak mencerminkan sikap dari hwa-ren di Indonesia
(khususnya 
kesan yang saya dapatkan melalui hari-hari kehidupan saya disini). Tentang
pemalakan, 
waktu kecil dulu saya beberapa kali di-palak. Saking bosennya, saya sampe
belajar beladiri dan
sejak saat itu saya selalu melawan. Hasilnya? Duit saya utuh dan yang malak
lari ke-ibunya sambil
nangis. Hehehe...Coba, berapa banyak cowok-cowok chinese di milis ini yang
belum pernah dipalak? 
Anak saya selalu saya ajarkan untuk melawan, karena menurut saya, pemalakan
itu bukan 
cuman sekedar "minta cepek nopek", tetapi kayaknya mereka belajar untuk
membentuk embrio 
"penindasan mini" terhadap korbannya. 

"Penindasan? Wah apakah anda tidak berlebihan, bung Others?". Hm...Maybe
yes, maybe no :P

Saya teringat sebuah teori (yah...memang masih teori sih) dari seorang pakar
yang saya baca
dari sebuah milis tetangga. Cukup menarik. Kalau ada yang tertarik untuk
membaca detailnya, akan saya
ubek-ubek hard-disk saya karena sudah lama sekali, moga-moga ketemu. Beliau
berkata, bahwa etnis tionghua 
(yang perantauan?) itu tidak bisa bersatu. Berbeda dengan ras kaukasia yang
hubungan sosialnya seperti 
"ikatan jerami", kuat dan menyatu, biarpun terpisah. Struktur sosial
tionghua itu seperti batu yang 
dicelupkan kedalam air. Batu itu adalah pusatnya dan riak yang timbul adalah
"ikatan sosial"-nya. Begitu 
batu itu tenggelam, riaknya akan menghilang dan tidak ada lagi ikatan yang
timbul. Batu mencerminkan 
"tokoh senior" dari sebuah keluarga.

Anda mungkin berpikir bahwa teori itu sangat stereotyping, "ngawur", dan
"well, it's so untrue". 
Yah, mungkin benar. Tetapi menarik untuk direnungkan. Apakah benar kita
memang demikian?

________________________________

From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of jimmy kosasih
Sent: Senin, Mei, 21 2007 4:56
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Re: Peringatan Tragedi Mei 98 di Los Angeles



aku pikir bisa saja diajukan petisi ke high commision ke dewan keamanan pbb
seperti kasus munir dengan syarat punya akses ke pbb dan adanya jaminan
keamanan sebagai saksi kerusuhan, baik itu jaminan keamanan maupun moral. 
kerusuhan mei 98 yang identik dengan etnis tionghoa adalah sebagai
implementasi dari sifat individualis etnis tionghoa di Indonesia, karena
sifatnya yang individualis inilah membuat etnis tionghoa sering menjadi
korban kerusuhan ataupun pemalakan. yang penting aku nggak kena yang sudah
ya sudah...begitu seterusnya. kalo saja semua etnis tionghoa memiliki rasa
saling memiliki dan mau berkorban untuk menyelesaikan kasus ini, aku pikir
tidak ada kata tidak untuk pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini.
selain itu undang-undang yang mengatur negara indonesia yang besar ini
adalah warisan dari VOC yang mana kita ketahui adalah perusahaan dagang yang
menitikberatkan masalah untung rugi semata. contoh kasus hilangnya dekrit
presiden yang katanya dikeluarkan bung Karno kepada suharto sampai saat ini
hilang entah kemana dan yang diherankan tidak ada tindak lanjut tentang hal
ini. tidak salah jika masyarakat sekarang tidak percaya akan pemerintah dan
hukum yang mengaturnya, dan sebagai implementasi adanya undang-undang yang
dibuat sendiri untuk menghakimi orang yang bersalah. misalnya maling motor
ketangkep langsung dibakar sampe mati. kalo sudah gini siapa yang salah?

Reply via email to