----- Original Message ----- 
From: RM Danardono HADINOTO
To:
Sent: Saturday, September 08, 2007 11:20 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Makna Imlek

> Lhoo ada tuh, lha wong saya hadir ditempat itu,
> ketika orang itu mengucapkan makian. Ini kan menyedihkan?

> Ini juga bukan thema diskusi ini. yang jadi thema ialah,
> bagaimana seseorang me-maki maki unsur budayanya sendiri.
> Lha wong gak ada kelompok Tionghoa yang berontak kok,
> jadi gak usah dibahas

> Lhooo yang mbahas konflik politis ideologis siapa to?
> Lha memaki" Cina" kok dikatakan konflik ideologis?
> Ini konflik budaya, dan selama bahasannya budaya,
> ada kaitan dengan milis ini.

-------------------------------------

He he he... yang hadir di tempat itu ada banyak orang, Mas Nano.
Saya juga hadir, bahkan saya hadir di hampir semua aksi terhadap
RRT waktu itu. Juga bukan cuma sekedar hadir nonton (seperti yang
barangkali Mas Nano lakukan ketika itu), tetapi terlibat memimpin
aksi, baik di Tanah Abang (kantor Hsin Hua), Kramat (kantor Konjen)
maupun di Cimandiri (kantor Agitprop Kedubes).

Mengucapkan makian kepada RRT ketika itu samasekali tidak
menyedihkan,tetapi membanggakan. Karena makiannya itu samasekali
bukan makian budaya, apalagi makian soal Imlek, melainkan makian
kepada sikap politik rezim Mao di RRT yang mendukung
pemberontakan di negeri kita.
Coba diingat, terikannya itu kan "cinkolim", mengecam sikap
kolonialisme imperialisme munafik dari rezim Mao. Tidak ada teriakan
"cinimlek", misalnya...
Bagaimana pun waktu itu bunyi makiannya, itu diteriakkan sebagai
sikap politik, samasekali nggak ada hubungannya dengan sikap
budaya. Namanya juga lagi demo, mana ingat Imlek dan budaya tionghoa segala?

Sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia, kita bangga melihat
sikap tegas teman-teman suku Tionghoa terhadap rezim Mao, walau
dia saat itu sedang jadi raja di negeri leluhur sekali pun.
Jadi Mas Nano betul sekali, memang samasekali tidak ada kelompok
Tionghoa yang berontak di Indonesia. Yang ada adalah bersatu-
padunya suku Tionghoa dengan seluruh bangsa Indonesia mengecam
campur-tangan dan bantuan suatu negeri asing pada suatu
pemberontakan di Indonesia.

Untunglah, sekian tahun kemudian, rezim radikal Mao di RRT lalu
terjungkal, digantikan dengan rezim akal sehat, yang secara idelogis
dan praktek pemerintahan berbeda 180 derajat, sehingga hubungan
RRT-Indonesia menjadi mesra kembali.
Karena itu, kalau hari gini ujug-ujug menghubung-hubungkan Imlek
dengan sikap bangsa Indonesia, termasuk teman-teman suku Tionghoa,
ketika mengecam rezim Mao di RRT lebih 40 tahun yang lalu, ya itulah
yang memulai membelokkan diskusi budaya tionghoa menjadi diskusi
konflik politis ideologis.
Bukan cuma tidak relevan dengan Imlek dan budaya tionghoa, bahkan
secara ideologis politis pun sudah topik yang usang!

Wasalam.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke