--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ray Indra" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Pak Zhou, > > Sebenarnya dari dulu yang saya sesalkan adalah masalah ini akan > menyebabkan terjadinya pertentangan antara Chinese-Buddhist/Konghucu > dengan Chinese Catholics/Christians. > > Ini yang saya maksud dengan "manfaat vs mudarat", apakah baik apabila > kita malah membuka luka baru? > Di tengah ancaman eksternal yang meninggi, apakah bijak apabila kita > malah memecah belah kelompok sendiri? > > Politik memang sulit menjadi hitam putih, salah benar. > Satu orang dianggap salah oleh kelompok A, tapi ajaran orang itu > diikuti oleh jutaan orang lain. > Akibatnya, yang terjadi adalah konflik antar pendukung, jutaan vs jutaan. > > Inikah yang kita inginkan? >
*** Bung Ray, bukan hanya anda yang menyesalkannya, tetapi kita semua. Penyadaran sejarah, atau pak Asvi katakan " meluruskan sejarah" BUKAN membuka luka baru, lha wong luka lama itu malah membusuk? Sejarah memang seringkali pahit, tetapi bukan alasan bagi generasi muda untuk begitu saja lupa, dan menganggap tak pernah terjadi apa apa. generasi muda Jerman hingga kini terus "dicambuk" dengan sejarah masa lalu yang kelam, dimana ayau, kakek mereka membantai orang yahudi di kamar gas. Mereka tetap harus mengunyah sejarah yang pahit itu. Dalam bahasa Jerman namanya : die Geschichte ausarbeiten". Politik, seperti hidup ini, memang TAK pernah hitam putih, namun facette-rich, penuh nuansa, dari hitam pekat, belang belang, setengah abu abu, sampai putih sekali. Orde lama tak semua baik bagi komunitas Tionghoa, orde baru juga mempunyai facette yang positif, terutama dalam membangun kelas konglomerat, yang mayoritas adalah Tionghoa. Banyaknya pengikut suatu aliran yang dianggap salah, tak berarti aliran itu benar. Misalnya, banyak yang mengajarkan untuk mengganti NKRI menjadi negara agama. Banyak lho pengikutnya, tetapi apakah artinya, ajaran ini juga harus didukung? dalam memerangi idee ini sudah banyak orang yang tewas, kita sekarang lau buang muka? bangsa ini tak punya musuh lagi? come on.. Konflik antar pendukung bisa terjadi, dan sudah sering terjadi. Pak Harto sengaja menyingkirkan nyawa jutaan pendukung idee komunis. Bung Karno menyingkirkan pendukung Darul Islam dan pendukung Peristiwa Madiun (pernah dengar?). Mainstream Muslim kini berupaya menyingkirkan pendukung Ahmadyah. Jadi pertanyaan anda "apakah itu yang kita inginkan" adalah pertanyaan yang keliru. Tak ada yang ingin, tetapi sejarah itu selalu bergerak, berubah, dan setiap perubahan yang mengancam kesatuan nasional biasanya diperangi, misalnya gerakan bersenjata GAM, atau unsur kegiatan Papua Merdeka. Juga gerakan NII.. Anda mau sekedar menonton?