From: "Ray Indra" <[EMAIL PROTECTED]>
> Pak Zhou, > > Sebenarnya dari dulu yang saya sesalkan adalah masalah ini akan > menyebabkan terjadinya pertentangan antara Chinese-Buddhist/Konghucu > dengan Chinese Catholics/Christians. +++++ Selama Tionghoa Indonesia Budhis/Konghucu tidak melawan dengan cara yang baik dan benar, maka yang bersorak adalah Tionghoa Katholik/Kristen. Yang membuat dua kelompok ini sulit bersatu, karena ajaran samawi di telan bulat bulat, dan ajaran samawi yang diambil juga bukan asli dari Israel, melainkan dari Amerika, akibatnya tidak ada istilah defensif, yang ada adalah maju dan menang, sedangkan dari Budhis/KHC umumnya lebih bersifat defensif. Untuk keduanya bisa akur, adalah mimpi yang tidak pernah ada habisnya, dan begitu bangun sudah di sembahyangi karena sudah keburu mati. Tak ada istilah membuka luka lama maupun membuat luka baru, karena yang terjadi adalah persaingan budaya, siapa menang siapa. Bila kita mengganti Tionghoa Budha/KHC dan Tionghoa Katholik/Kristen dengan Aborigin/Indian dan Bule, maka bisa ditarik kesimpulan harus ada yang kalah. Aku menulis ini bukan untuk melakukan provokasi, karena memang ajaran/filosofi dari ajaran Samawi sangat ofensif dibandingkan dengan ajaran/filosofi Asia yang lebih bersikap defensif pada umumnya. Solusinya ? Ikuti cara Jepang, dimana agama samawi menjadi salah satu alat ritual kegembiraan maka masih bisa ditahan untuk sampai tidak merubah budaya aslinya secara total. Demikian juga dengan HK. ( bagian berkabung ganti agama menjadi Kristen selain lebih sederhana juga irit biaya ) Yang menjadi pertanyaan siap kah Tionghoa Indonesia dari Budhis/KHC untuk bertindak sedikit ofensif, sedang didalam kenyataannya sendiri diantara Tionghoa Budha dan KHC masih saling silang. Dan siapa sebenarnya yang memecah belah kelompok sendiri ?, jujur saja aku melihat bahwa yang memecah belah datang dari pihak Kristen, dimana sesat menyesatkan terlalu mudah untuk di ucap kan, dan yang namanya warisan budaya adalah sebuah warisan yang hanya mengakibatkan masuk neraka jahanam. Bagaimana mungkin kelompok Kristen dari kalangan anak muda yang notabene membaca Aliktab saja belum tentu tamat bisa dengan bangga membakar sesuatu yang tidak dia mengerti asal usulnya, pokoknya beda dengan perintah pendeta berarti sesat, beda pendapat dengan pendeta berarti masuk neraka. Silahkan anda perhatikan bagaimana mudahnya di Indonesia ini mengatakan surga neraka, sampai sampai seperti sudah banyak email/sms dari surga dan neraka sehingga begitu yakinnya bahwa surga begini dan neraka begitu, dan jelas ini tidak ada dalam falsafah asia, dimana konsep surga neraka dijadikan lelucon ( si kera sakti sun go kong ). Mohon dimengerti aku masih Katholik, dan minimal bisa melihat perbedaan mendasar pola pikir dan sudut pandang didalam menjalani kehidupan ber masyarakat dan bernegara. sur. > > Ini yang saya maksud dengan "manfaat vs mudarat", apakah baik apabila > kita malah membuka luka baru? > Di tengah ancaman eksternal yang meninggi, apakah bijak apabila kita > malah memecah belah kelompok sendiri? > > Politik memang sulit menjadi hitam putih, salah benar. > Satu orang dianggap salah oleh kelompok A, tapi ajaran orang itu > diikuti oleh jutaan orang lain. > Akibatnya, yang terjadi adalah konflik antar pendukung, jutaan vs jutaan. > > Inikah yang kita inginkan? > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou <[EMAIL PROTECTED]> wrote: >> >> Sebetulnya semua orang dibesarkan atas pengaruh budaya tertentu., > demikian juga dng Harry Tjan dan Sindhunata. Salah satu sebab mereka > bisa dng lantang mengkampanyekan penanggalan budaya Tionghoa, adalah > karena mereka sedari lahir tak lagi akrab dng budaya > leluhurnya. mereka lebih akrab dng budaya barat dan budaya nasrani, > itu saja. >> >> Jika ditilik dari sudut pandangan mayoritas yang ekstrim, ajaran > kristen adalah ajaran yang dibawa oleh kaum penjajah ke indonesia, > seyogyanya dicampakkan dan dilawan. Jika ingin melakukan asimilasi > total, seyogyanya pemeluk nasrani juga harus melebur ke dalam budaya > Islam yang dipeluk mayoritas. Coba lontarkan pemikiran ini ke mereka > berdua, apakah mereka rela menanggalkan kepercayaan kristen dan budaya > barat yang sudah melekat pada diri mereka? mereka pasti tidak akan > rela! ini menunjukkan bahwa mereka memusuhi budaya Tionghoa bukan > karena benar2 ingin membaur dan menjadi "Indonesia tulen", Tapi karena > masalah persaingan politik dan kebetulan budaya yang dianut lawan > menjadi penghalang. >> >> >> Semua orang beerbudaya, >> ZFy >>