Suheng, atau susiok ya ?, Danar, soalnya saya seangkatan dengan keponakan guru anda :)
Apakah kalau tukang bajaj mengatakan " ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy tionghoa" atau dipisuh "dasar tionghoa" hati yang mendengar akan lebih bahagia ? Menurut saya kata "cina" telah terlalu banyak dipolitisir. Sama dengan di amerika sana, kata "negro" dianggap kasar, lalu diganti "black", lalu diganti lagi "african american" Lha kalau orang Maluku yang sudah jadi warganegara AS lantas masuk golongan "African American" juga ? Di negara tetangga kita, Singapura, kata cina tidak memiliki konotasi negatif. Orang2 cina yang berbahasa melayu menggunakan kata ini untuk menyebut etnisitas mereka. Orang2 tionghoa disana tidak marah dipanggil cina, bahkan oleh kelompok lainnya. Istilah "Cino" juga banyak dipakai, dikalangan yang berbahasa jawa, baik oleh pihak pribumi maupun tionghoa. Yang lucu di Indonesia. Sekarang kami disebut "Chaina" (ditulis China). Menurut saya, tidak ada salahnya disebut cina, ataupun tionghoa. Kalau "China" terang2 secara bahasa sudah ngawur. Menurut saya yang penting adalah mengubah cara berpikir dan pandangan masyarakat tionghoa dan non-tionghoa, sehingga perbedaan dianggap sebagai berkah, bukan masalah. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "danarhadi2000" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan > KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir " dasar Cino!", saya - as Non > Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? > > Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar > enteng " ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina". Anda bahagia > mendengarnya? > > Salam > > danardono >