Kalau berdiskusi atau berdebat tentang ketionghoaan, ya bahas saja soal ketionghoaan. Nanti diskusinya jadi terdesak atau jadi di atas angin, itu soal biasa.
Tidak usah kalau terdesak lalu membelok-belokkan topik diskusi dengan menstempelkan berbagai cap-cap kepolitikan pada lawan diskusinya. Lalu mengarang-ngarang analisis fiktif tentang pribadi orang lain berdasarkan gambar cap yang diciptakan sendiri itu. Tidak salah Promotheus-heng ketika mengatakan dalam posting-nya pagi ini, menanggapi Zhou-heng juga: "Saya tidak terlalu memperhatikan sikap politik member- member milis ini (apalagi jika terus dihubungkan dengan asimilasi-integrasi, orba-orla, dll). Saya lebih tertarik pada topik dan isi tulisannya. Jika saya ingin memperhatikan pun, menurut saya terlalu prematur, untuk menduga-duga sikap politik (dan kemudian menuding-nuding) hanya berdasarkan tulisan- tulisan yang ada". Untuk sedikit OOT dari budaya tionghoa, saya menegaskan kembali bahwa sikap saya tentang kebijakan pendidikan nasional pemerintah Indonesia, dalam kaitannya dengan pendidikan asing, sudah berulang-ulang saya kemukakan dalam berbagai posting di milis ini selama beberapa tahun ini, tanpa pernah berubah. Silahkan dilihat-lihat arsipnya. Saya konsisten berpendapat bahwa pengintegrasian semua sistem pendidikan asing, baik belanda, tionghoa, arab, india, dsb. menjadi satu sistem pendidikan nasional, telah memberi manfaat positif ke arah pembentukan bangsa Indonesia yang kohesif. Jaman sudah berjalan maju jauh sekali. Mereka yang masih memimpikan egoisme sektarian masa lalu, hanya akan tinggal bermimpi. Kalau habib-habib FPI yang senang berjubah misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah arab, atau indo-indo cantik pemain sinetron misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah belanda, atau Raam Punjabi cs. di Pasar Baru misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah india, mereka akan menemui the hard facts bahwa mereka semua hanya sedang bermimpi! Kalau soal Orba awal atau Orba akhir, seluruh keluarga saya ada di puncak black-list-nya Soeharto sudah sejak 1978. Itu adalah 11 tahun setelah Soeharto jadi presiden, 20 tahun sebelum dia terjungkal, entah itu Orba awal atau Orba akhir. Cuma saja, keluarga kami tidak dalam posisi untuk cari selamat ke luarnegeri. Tetapi ini juga soal yang OOT dengan budaya tionghoa, jadi pembahasannya ya sampai sini saja. Kalau soal kapan memulai sesuatu dari nol lagi, ini kebetulan contoh kasusnya ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi boleh lah kita bahas sedikit di sini. Bagi saya memulai sesuatu dari nol tidak ada hubungannya dengan usia, melainkan dengan keyakinan, dengan semangat, dengan passion. Ketika saya mulai membangun kembali dunia cerita silat tionghoa di Indonesia, saya mulai samasekali dari nol. Nyatanya teman-teman seperti Zhou-heng, Tan-lookay, Ul- djie, misalnya, saya kenal dalam konteks itu baru-baru saja, teman-teman dari nol, bukan teman-teman dari jaman dulu. Saya memulai dari nol, dengan antara lain menghindari jalan pintas mencampuri berinvestasi dalam bisnis penerbitan cersil. Saya berprinsip mulailah dari awal dengan menciptakan musim tjoen di dunia susastera tionghoa Indonesia, nanti dengan sendirinya akan tumbuh rumput-rumput hijau bisnis penerbitan sastra tionghoa Indonesia yang subur. Bukan penerbitan milik saya saja. Alhamdulillah, melihat perkembangannya sekarang, memulai sesuatu dari nol di usia tua, tetapi dengan keyakinan, dengan semangat, dengan passion, ternyata saya bisa melakukannya, dan ternyata juga bisa berhasil. Saya sendiri samasekali tidak meng-klaim, tetapi banyak teman yang berpandangan bahwa suksesnya penerbitan buku Zhou-heng pun tidak terlepas dari merekahnya musim tjoen pada dunia susastra tionghoa yang saya ikut memulainya dari nol tadi itu. Wasalam. ================================= ----- Original Message ----- From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 9:59 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau saya perhatikan seluruh posting Pk ABS, dari dulu hingga sekarang, tidak ada satupun yang terang2an menyalahkan politik budaya Orde Baru yang berkaitan dng bhasa dan budaya Tionghoa, bahkan sering secara tak langsung menyanggah point2 yang menyebut kemunduran budaya Tionghoa di zaman Orba! bahkan membuat pernyatan2 yang mengaburkan seperti kalimat di bawah ini : Sebetulnya di Indonesia tidak pernah ada larangan, di jaman Orba sekali pun, untuk orang ngomong bahasa Mandarin. Apalagi ngomong di antara sesamanya. Di atas anda sengaja menonjolkan masalah tak ada larangan Ngomong, anda sengaja tak mau menyinggung, bahwa larangan bahasa tulis dan pendidikan mandarin sangat berperan dalam memundurkan pemakaian bhs mandarin! Ini bukan pembelaan lantas apa? Saya tahu anda melawan Orba, tapi Orba yang anda lawan adalah dalam hal politik represif non demokratisnya, yakni Orba akhir dan bukan Orba awal, Orba awal dengan politik budaya tionghoanya sedari awal memang anda dukung, anda dan temen2 seperjuangan anda di tahun 66, seperti Sofyan Wanandi Cs sangat membanggakan hal ini! Saya tahu memang berat sebagai orang yang sudah berusia lanjut, seperti pak ABS dan HTS untuk mengkoreksi sikap politiknya di masa muda. Karena ini sama saja disuruh menghapus seluruh rekord kebanggaannya. Jika HTS disuruh mengakui kesalahan LPKB, berarti sebagian besar sejarah perjuangan di nilai negatif, mana tahan? lain halnya jika masih berusia muda, masih bisa mulai lagi dari nol. Salam Sejarah ZFy