Ya saya setuju pendapat Mas Danar, Untuk menjaga perdamian, untuk 
mempertahankan demokrasi, kita harus selalu waswas terhadap kekuatan antinya. 
Jika kita anggap mereka kawan, jangan kaget jika sewaktu2 kita ditikam dari 
belakang! 
 
Jika masih belum kuat, musuh akan mengajak kita diskusi, tapi jika sudah 
berkuasa, kita akan disikat. Sejarah membuktikan itu : Apakah kelompok LPKB 
mengajak diskusi Baperki saat menyodorkan konsep asimilasinya ke Penguasa? Oh 
tidak, wong Baperki sudah keburu mereka sikat habis kok!
 
 
Salam membuka luka lama yang tak bisa sembuh2
ZFy



----- Original Message ----
From: danarhadi2000 <[EMAIL PROTECTED]>
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, September 30, 2008 9:41:26 AM
Subject: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina


--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "Akhmad Bukhari Saleh" 
<[EMAIL PROTECTED] > wrote:
> 
> Saya juga teguh menentang Negara Islam Indonesia.
> Tetapi sepanjang mereka berjuang secara demokratis dan tidak 
>melanggar hukum dengan main kepruk apalagi main bom, mereka bukanlah 
> lawan saya, melainkan teman saya dalam beradu pendapat.

*** Ini saya sering dengar, tetapi, kalau kita amati sejarah dunia, 
rezim diktator yang paling fasis, partai NSDAP yang dikepalai Hitler 
naik takhta secara SANGAT demokratis. Ini kesalahan kaum demokrat 
yang menganggap enteng mereka, dan biasa deh, cuek cuek bebek.

Pendukung idee negara Islam mencoba naik takhta dengan kekerasan, dan 
ini cukup lama dan makan banyak korban! Setelah gagal, mereka, 
terutama HTI, mencoba dengan jalan damai.

Rezim Mullah di Iran juga tak naik takhta dengan kekerasan. 
Sebaliknya, bung Karno naik takhta tidak dalam mekanisme demokratis 
bukan?

Lawan politik tetap lawan politik, yang beda hanya jalan untuk 
memperjuangkan cita cita. Lawan tak pernah menjadi kawan, kecuali 
menjadi sekutu berjuang, kalau ada lawan bersama.

-----------

> Bahkan yang berpendapat perlu Maluku Selatan Merdeka atau perlu 
>Papua Merdeka atau perlu Aceh Merdeka, juga bukan lawan saya, 
>melainkan teman dalam berbeda paham. Kalau Gus Dur bilang teman 
>dalam berbeda sikap budaya. Begitulah masyarakat yang beradab.

****** Bagi para nasionalist yang yakin akan mutlaknya sebuah negara 
kesatuan, para pendukung idee pemisahan negara TAK mungkin kawan. 
Hanya mereka tak perlu diperangi dengan kekuatan negara, selama 
mereka tak membuat onar. Diskusi? Apa yang mau didiskusikan dengan 
mereka? Gus Dur katakan berbeda dalam sikap budaya? Kalau begitu umat 
Islam sedunia jangan marah donhg, kalau Amerika menekan Palestina 
memenangkan Israil? Kan hanya beda dalam budaya?

Bagi banyak teman teman Muslim, para Zionist dan pendekar peng-
Kristenan (menurut istilah mereka) TAK mungkin menjadi kawan.

------
> 
> Lihat saja apa yang terjadi dalam Wahl kemarin ditempat Nano-heng. 
Orang bisa saja sebelumnya berbeda, satu pihak kiri satunya pihak 
kanan, lalu kemarin mereka bersatu dalam suatu koalisi, hari ini 
berpisah jadi kiri dan kanan lagi. No problem, beda paham, beda 
pendapat, tetapi tetap teman dan bukan lawan.

*** ha ha ha. Tahukah Ahmad heng, kalau kabinet koalisi ini gagal, 
dan kini 2 tahun lebih pagi, musim gugur ini, sudah harus pemilihan 
lagi? TAK satupun program politik dapat mereka wujudkan. Jegal 
jegalan terussss..
Nah, tetap di Austria nihh ya, gara gara bertambahnya kaum buruh 
migran asal negara Islam ke Austria, penduduk asli yang Katholik itu 
mulai kesal. Opini publik mulai bergeser kearah fasis. Lalu apa 
terjadi? melalui jalan demokratis, partai kecil Neo Nazi, yang TERANG 
TERANGAN mengusung idee Hitler, menjadi kekuatan keTIGA. FPOe. 
Setelah itu baru pada demokrat kaget setengah mati, dan dalam 
pemilihan berikutnya berhasil menekan kembali partai neo nazi ini.

Deokrasi TAK pernah menjadi jaminan, bahwa kekuatan ANTI demokrasi 
naik panggung. Marilah kita ber-hati2.

> Begitulah masyarakat yang beradab. Adab absolutisme Bismarck sudah 
di belakang kita.
> 
> Wasalam.

*** Lhoo jangan keliru! Bismarck adalah BAPAK system sosial Jerman, 
pencipta idee asuransi sosial dan penemu instrument politik untuk 
meratakan kemakmuran. Di Indonesia sekarang puluhan tahun kemudian 
menjelma menjadi JAMSOSTEK, adalah idee beliau.

Inti pemikiran beliau, lawan adalah lawan, dan kawan adalah kawan 
akan teytap berlaku. Hanya siapa kawan siapa kawan bisa berubah 
sesuai dengan taktik perjuangan, tetapi idee yang berhadapan tak 
mungkin berjabat tangan. Anda dan saya dan kawan kawan segenerasi 
yang 2/3 hidupnya mengalami Cold War adalah saksi dimana seluruh 
dunia saling berhadapan! Tidak saja meriam, namun juga seni, 
diplomatik, perdagangan, short: the entire life environment!

Jerman Barat kala itu menegangkan hubungan dengan negara manapun, 
yang mengakui Jerman Timur. Juga RRT terhadap negara yang mengakui 
Taiwan.

Perdamaian adalah kata yang indah, juga persahabatan, tetapi selama 
hayat dikandung badan, sahabat selalu dibayangi musuh, damai 
dibayangi perang. Pernah baca novel "War and Peace" karya Leo Tolstoy 
bukan?. 

Tidak jauh dari Tanah Air kita, Philippina selatan masih dalam 
keadaan perang, juga Thailand selatan. Palestina, sejak awal tak 
pernah menghirup udara perdamaian. Kini Georgia didepan pintu Eropa..

C'est la vie

Salam realitas

Danardono

>

 


      

Reply via email to