Dear All,

Maafkan saya (bukan ngajak perang), kalau melihat tulisan macam ini 
jadi teringat masalah yang sudah dianggap tidak ada (selesai)"Totok 
dan Babah".
Menurut saya pribadi kalau dibuat APA KATA HATI ORANG BABAH, pasti 
ada beberapa point sama dengan APA KATA HATI ORANG PRIBUMI.

Salam,
Dedy

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, King Hian <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Tulisan di bawah ini mungkin bisa menjadi bahan diskusi yang panas 
di milis ini.
> Tetapi, saya berpendapat masalah 'sensitif' bisa didiskusikan 
dengan baik, daripada dipendam dalam hati masing2 (sambil ngedumel).
>  
> salam,
> KH
> (bukan ngajak perang)
> ----------------------------------------------------
> Ada satu buku baru yang akhir2 ini banyak dijual di toko2 buku, 
berjudul:
>  
> APA KATA HATI ORANG PRIBUMI 1 APA KATA HATI ORANG NON PRIBUMI (CINA)
> ditulis oleh: Asri Bintoro
> diterbitkan: Aggra Institute
> harga: Rp. 25.000,-
>  
> Menurut penulisnya, buku ini ditujukan untuk menanggapi buku 
tulisan Prof Hembing yang berjudul <Pembantaian Masal 1740 Tragedi 
Berdarah Angke>.
>  
> Menurut saya, banyak praduga (yang tidak benar) dari penulis buku 
ini. Berikut adalah beberapa point yang saya tuliskan di bawah:
>  
> 1. Isi buku ini dimulai dari 'ketidak-tahuan' penulis tentang 
istilah Tionghoa dan Cina.
> 
> Hal 15:
> Hanya kami sebagai orang luar tak habis mengerti dan ingin mengerti 
mengapa ada dua golongan pendapat, yang sebagian golongan menyebut 
orang CIna itu sebagai orang Cina, ada segologan lagi yang menyebut 
diri sebagai etnis TIonghoa
> 2. Penulis menyimpulkan bahwa istilah Tionghoa diinginkan oleh Cina 
kaya yang menginginkan perbedaan dengan Cina miskin.
> 
> hal 19:
> Timbul golongan Cina yang sudah mapan yang merasa diri lebih 
terhormat dari yang lain, orang pribumi alusan (golongan priyayi) 
ikut mengatrol gologan Cina yang berhasil denga menyebut mereka etnis 
Tionghoa.
> Dalam suasana ke Jawaan yang aristokratis, mungkin kata Tionghoa 
dirasakan lebih bergengsi, lebih santun dan lebih pas ketimbang kata 
Cina yang dirasakan lebih negatif.
>  
> hal 21:
> Kegelisahan ini yaitu ingin segera meninggalkan sebutan Cina dan 
mengganti dengan etnis TIonghoanya hanya terjadi pada masyarakat 
Cina, yang sudah kaya saja, apa lagi yang sangat dekat hubungannya 
dengan kehidupan aristokratis keraton-kraton Jawa, ditambah kelompok 
lain diluar itu atau orang miskin yang sudah merasa kaya yang sudah 
terpengaruh budaya kraton tersebut.
> 3. Penulis juga menduga, istilah Tionghoa-Cina ini seperti 
tingkatan dalam bhs Jawa:
> 
> hal 20:
> Kata CIna tampaknya dapat diperhalus menjadi TIonghoa agar serasi 
dengan kehalusan bahasa kromo Jawa. Kata Cina lebih lebih yang 
dikatakan dalam logat Jawa (Cino) seperti mengandung rasa terhina, 
kasar, urakan dan tak sopan bagi sebagian orang Cina mapan, karena 
kata itu menurut perasaan mereka hanya tepat untuk orang-orang Cina 
yang masih miskin dan terpuruk.
>  
> hal 25:
> Kata CIna, diperhalus menjadi Tionghoa agar serasi dengan kehalusan 
bahasa kromo inggil Jawa. ... Mungkin kelak tanpa sengaja menjadi 
kosa kata baru, bahwa untuk orang Cina golongan rendah disebut dalam 
bahasa ngoko sebagai Cino, dalam bahasa kromo madya Cinten, dan untuk 
golongan CIna yang mapan dan bergengsi disebut atau menyebut diri 
dengan bahasa kromo inggilnya Cina adalah Tionghoa.
> 4. Menurut penulis, hanya Cina di Jawa Tengah -Timur saja yang 
mempermasalahkan istilah Tionghoa-Cina
> 
> hal 22:
> Orang-orang Cina diluar Jawa Tengah dan Jawa Timur yang belum 
menikmati suasana aristokrasi Jawa, misalnya orang Cina dari 
Pontianak, dari Bangka, dari Benteng, tak pernah memasalahkan 
perbedaan Cina dan Tionghoa
>  
> 5. Penulis juga menduga bahwa istilah Tionghoa Cina ini karena 
orang Cina di Indonesia merasa lebih daripada Cina di tempat lain:
> 
> hal 23:
> Mungkinkah ada kelompok yang ingin melegalkan istilah Tionghoa 
sebagai satu-satunya nama kelompok orang CIna dengan risiko 
menghentikan upaya kelompok lain yang tetap menggunakan istilah Cina 
dan menggantikan istilah Cina bagi kelompoknya, yang dengan demikian 
dapat membentuk identitas baru dan meninggalkan identitas lama, alias 
mandiri tak terkait dengan negara leluhur, atau persaudaraan Cina di 
manapun? Atau karena kelompok itu merasa merupakan kelompok terbaik 
dibanding yang lain, bahkan dengan komunitas Cina di tempat atau 
negara lain.
> 6. Penulis juga kurang/tidak mengetahui sejarah:
> 
> 1. Sekolah THHK dikatakan sebagai tandingan sekolah Belanda,
> hal 18:
> Sudah ada paling tidak sejak berdirinya Sekolah CIna bernama Tiong 
Hoa Hwee Koan pada 1900 sebagai tandingan adanya sekolah-sekolah 
Belanda yang mahal, atau sebagai proklamasi dipergunakannya istilah 
Tionghoa.
>  
> 2. Tujuan Zheng He untuk meneruskan pasukan Kubilai Khan atau 
intervensi pengangkatan Raden Patah
> hal 45:
> Ada spekulasi yang menyatakan bahwa kedatangan Laksamana Cheng Ho 
ke nusantara sebagai pengulangan upaya pasukan Khublai Khan (dinasti 
Yuan) untuk menguasai tanah Jawa, setelah gagal di Kediri pada awal 
awal kerajaan Majapahit
>  
> Atau ada yang mengatakan bahwa kedatangan CHeng Ho ke Jawa untuk 
mengadakan intervensi dan mengawal pergantian raja Majapahit yang 
Hinduistis kepada raja R. Patah atau Pangeran Jin BUn raja Islam 
peranakan orang Cina.  di
>  
> hal 47:
> Kita lihat saja kedatangan duta Menchi, kedatangan pasukan 
penyerang yang ingin balas dendam kepada raja Kertanegara, kedatangan 
ekspedisi Laks, Cheng Ho, penuh dengan kegarangan tentuk mendatangan 
pikiran lain dengan kedatangan kuli Cina untuk menambang emas di 
Sambas dan timah di Bangka.
>  
> hal 79:
> Yang mengherankan ialah bahwa hanya untuk missi damai mengapai 
sampai Kaisar Zu Di mengerahkan armada demikian besar,  tetap menjadi 
tanda tanya. Untuk missi damai mestinya Kaisar Zu Di tak mengerahkan 
armada sebesar itu 208 kapal dan 27.000 pasukan cukup untuk 
emnghancurkan negara negara kecil yang dilaluinya dengan mudah. Ada 
spekulasi bahwa kedatangan Laksamana Cheng Ho untuk mengintervensi 
pergantian rejim di Jawa. Raja Brawijaya terakhir yang Hinduistis 
digantikan Pangeran Jin Bun yang nama Islammya disebut Raden Fatah, 
peranakan Cina dengan jajaran pemimpin2 Islam yang mendukungnya yaitu 
para ulama yang semua didatangkan dari negeri CIna bersama armada 
Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam.
> 7. Penulis melihat Cina di Indonesia yang serba negatif:
> 
> 1. Pikiran orang Cina adalah duit, tidak suka politik, masuk PTN 
gak mau, jadi PNS gak mau, jadi tentara juga ada maksudnya
> hal 63:
> Jiwa dagang orang Cina, akan betahkah menekuni dunia politik di 
parlemen yang masih gelap duitnya (dulu). Selain itu pemuda-pemudi 
Cina juga kurang tertarik memasuki Perguruan Tinggi Negeri karena 
menganggap mutunya yang kurang memenuhi selera, apa lagi untuk mata 
pelajaran yang terkelompok menjadi pelajaran humaniora yang tak akan 
quick yielding. Yang menarik biasanya hanya fakultas kedokteran, 
ekonomi dan bahasa Inggris. 
>  
> Tentu saja kurang tertarik untuk memasuk pegawai negeri selain 
saingannya sangat banyak gajinya sedikit dan menunggunya cukup lama 
sulit untuk mencukupi kehidupan apalagi mewujudkan kehidupan 
bergengs. Akan betahkah jiwa dagang orang Cina untuk menunggu uang 
gajian yang sedikit sampai pada ujung bulan dan dalam keadaan tidak 
mencukupi. Meragukan.
>  
> Beberapa orang masuk menjadi tentara dicurigai, sebagai bukan 
karena patriotismenya, melainkan karena wajib kerja, dan sangat 
bermanfaat bagi keamanannya dan keamanan keluarganya, mungkin 
etnisnya. Tentu saja pilihan terbaik mereka adalah menjadi manajder, 
bos usaha, baik itu kecil maupun besar. Dapat bekerja bebas dan 
banyak uang.
>  
> 2. Orang Cina serakah dan suka berbuat negatif
> hal 61:
> Ketika kami orang pribumi belum melek huruf, orang  Cina sudah 
pintar2, tahu seluk beluk hubungan manusia dengan manusia lain, sudah 
tahu tipu menipu, mengakali negara atau orang lain, tahu ekonomi 
perdagangan, tahu soal bank, soal kredit, dan cara cara utang dan 
cara cara orang ngemplang. Orang orang pribumi (pejabat pejabat) yang 
mencoba coba main api, tetapi wong kurang pengalaman ya ketangkap 
semua.
> Biarlah mereka orang orang CIna kemaruk dan kini ingin dan sedang 
mendapat giliran menikmati keberhasilannya. Biarlah berikan 
kesempatan untuk itu. Tak usah risau nanti ada giliran buat orang 
pribumi.
>  
> hal 99:
> Yang menumpang mencari makan, makannya enak-enak, punya tanah luas, 
pabrik pabrik, menjadi bos bos, sedangkan orang yang ditumpangi jadi 
kuli kulinya, jadi tukang kebonnya jadi pembantunya, makanya hanya 
dari sisa sisa dan tulang karena dagingnya sudah habis, dimakan 
taokenya.
>  
> 3. Orang Cina tidak nasionalis, selau  Cina sentris
> hal 38:
> Padahal pikiran mereka boleh dikata Cina sentris, artinya dalam 
setiap pembicaraan selalu membangga banggakan negeri leluhur apapun 
yang terjadi .. selalu tidak menyukai negara pesaing Cina misalnya 
Amerika,  padahal anaknya belajar di Amerika atau Australia. Kenapa 
tidak berterima kasih kepada negara di mana anaknya belajar atau cari 
nafkah. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda tanya mengenai 
kesungguhan tentang bagaimana mereka mengamalkan pribahasa yang 
berbunyi "dimana kita berdiri, disitu langit dijunjung, apalagi right 
or wrong my country.
>  
> hal 60:
> ketika orang pribumi merebut kemerdekaan dan mempertahankan 
keutuhan bangsa, ada sih partisipasi orang CIna, tetapi yang lain 
boleh tak mau tahu dan tetap lebih terbuai di dalam usahanya dan 
dunianya sendiri. Hal ini mungkin juga disebabkan sulitnya melihat 
dan menentukan gelagat untuk menempatkan diri pada sebelah mana, 
selain itu tuntutan memenuhi kebutuhan hidup lebih tinggi dibanding 
dengan penduduk pribumi, kadang-kadang dapat mengaburkan jiwa 
perjuangannya. Perasaan hanya sebagi penumpang cari nafkah, mebongsai 
nasionalisme orang Cina, demikian pula orientasinya yang selalu ke 
negara leluhur mengurangi cinta terhadap tanah air barunya yang 
dihuninya.
>  
> hal 86:
> Tampaknya Cina sentrisme di nusantara ini yang masih selalu 
berorieantasi ke negara leluhur dan selalu menjagakan dan mengagul 
agulkan dukungan paling besar yang diharapkan datang dari pemerintah 
Cina.
>  
> 4. Kerusuhan antiCina adalah teguran karena orang Cina setelah 
sukses menjadi arogan
> hal 51:
> Sayang sekali ketika datang keberhasilan2nya, maka tumbuh pula 
arogansinya. Sebagai orang timur yang sedikit2 masih percaya pada 
spriritualisme, kami katakan bahwa musibah peristiwa Angke 1740 
terjadi, sebagai TERGURAN atas arogansi yang dikarenakan keberhasilan 
yang dicapai.
>  
> hal 52:
> Namun sayang sekali ketika telah sampai kepada keberhasila2nya, 
maka tumbuh arogansi2nya, lalu datang musibah 14 Mei sebagai TEGURAN.
>  
> 5. Pikiran Cina selalu negatif thd pribumi
> hal 62:
> Jika pak Lee Kua Yew, mengatakan pemerintah berusaha memarjinalkan 
orang orang CIna setelah orang orang Cina (di Malaysia dan Indonesia) 
memperoleh kemajuan. Heran, getaran suara hati orang Cina di mana-
mana sama. Sehingga tampaknya orang orang Cina dimana saja mempunyai 
pikiran yang sama terhadap kaum pribuminya.
>  
> 6. Cina kaya melarikan modalnya ke luar negeri
> hal 88:
> Kenyataan di Singapura ada 18.000 orang Cina kaya Indonesa yang 
ikut memperkaya Singapura. Bagaimanapun pikiran orang Cina melihat 
kejadian ini. Pikiran orang pribumi jelas kesal setengah mati 
(mungkin termasuk orang Cina miskin). Ketika orang di sini masih 
kesulitan uang (katanya) tahu-tahu kok dibawa kabur keluar negeri. 
Betul betul setan alas.
>  
> hal 100:
> Orang pri umumnya rela ditipu mentah mentah tak mengapa itung itung 
membayar sekolahan sebab masih bodoh. Hanya masalahnya tukang tipu 
tak mau berhenti, silih berganti, seperti hal itu akan menjadi sikon 
yang tetap. Yang berhasil mengambil bagian besar dan yang konangan 
lari, yang ketangkap anah buah yaitu orang pribumi, yang bagiannya 
kecil-kecil saja. Sudah begitu yang berhasil dan lolos jerat hukum 
yang dulu miskin jadi sombong, arogan. 
>  
> Sekarang tinggal bagaimana maunya orang pri. Mau atau sudah cukup 
menjadi orang pinter sendiri, atau cukum menjadi atek orang yang 
minteri, atau cukum menjadi orang yang ditipu tapi makmur.
>  
> 7. Ada niat orang Cina Indonesia untuk mendirikan negara sendiri 
seperti Singapura
> hal 39:
> Atau memang mereka masih beranggapan di nusantara ini bukan 
dinegaranya alias menumpang atau seperti orang Singapore yang baru 
merasa dinegaranya setelah mereka berhasil menguasai negara Singapore.
>  
> hal 96:
> Merasa ekonominya telah kuat, maka orang Singapura merasa lebih 
baik berdiri sendiri. Sekalipun belum tentu bersepaham dengan negeri 
leluhurnya yang baru, di Singapuralah etnis Cina telah menancapkan 
bendera politiknya secara berhasil. Cina Singapore bukan beruang 
merah, tetapi naga. Naga yang kecil kini menjadi naga besar dan 
bertengger di sana, untuk memaksa singa bodoh jadi patung, karena 
singa itu bener benar bodoh. Apa itu akan terulang lagi di bumi 
nusantara ini.
>  
> Demikian pula sekalipun Singapore telah memperlihatkan contoh 
pencinaan (Cinanisasi) negara Singapore secara nyata, toh segala 
lapisan masyarakat pribumi dari pejabat sampai dengan rakyat serta 
merta ikut dengan tulus membaur dalam pesta Cina yang meriah dan 
merah itu tanpa disertai pretensi dan tanpa diracuni perasan curiga. 
Apa kita masih bodo dan minder akan adanya penetrasi, dan tanpa hirau 
perbedaan etnis yang ada, atau tanpa hirau ada apa dibalik pikiran 
Cina yang tersembunyi. Atau karena kita masih bodoh?
>  
> Orang pribumi sudah mengantisipasi hal tersebut sejak lama, entah 
kapan. Dengan ketawa Indonesianya yang khas dan ramah orang pribumi 
cuma mengingatkan yang berniat baik akan dilayani dengan baik, yang 
jahat harus dibuang. SURO DIRO JAYANINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTIU, 
dikatakan jika hal itu terjadi, menjadikan bumi ini seperti Singapore 
dengan cara yang tak senonoh, orang pribumi meramalkan (mengancam) 
siap dan bertekad "Elo Elo Cino Londo kari sejodo, wong Jawa kari 
separo." Kedengarannya seperti guyon (humor), tetapi apa kurang 
dahsyat?
> ---------------------------------------------
>  
>  
>  
>  
>  
> 
>  
>


Reply via email to