Kalo di bilang kerusuhan May di tujukan ke ras TiongHua, saya kurang setuju, 
Kalo di tujukan ke strata sosial orang kaya, saya setuju.

Di tempat saya mayoritas pemillik toko adalah non tionghua, 14 may 98 menulis 
di tokonya "muslim pribumi", tetep aje di daerah tertentu toko2 itu jarah, ga 
perduli muslim, ga perduli pribumi, ada yang mulai coba jarah, semua ikut2an.

Malahan di bukit duri puteran, kelurahan bukit duri, Jakarta-Selatan, banyak 
toko terbakar, ntah milik "muslim pribumi" ataupun "tionghua", tapi ada satu 
toko yang di bela mati oleh penduduk sekitar, baik perempuan, anak muda, orang 
tua, semua berjejer di depan toko itu untuk melindungi, dan toko itu aman dari 
amukan massa.

Knapa hanya satu yang di perhatikan & di lindungi? Pemilik toko tersebut sangat 
baik & peduli terhadap penduduk sekitar yang miskin, suka nyumbang....

Pemilik toko yang di lindungi oleh penduduk situ adalah milik TIONGHUA, 
keluarga saya kenal pemilik toko itu.....

Jika dilihat hanya rasisnya, ya emang banyak yang TiongHua karena mayoritas 
pedagang itu kan TiongHua, saya sendiri mendengar koq orang bercerita bagaimana 
dia membakar & menjarah cina-cina, ya emang kesempatan bagi segelintir orang 
yang anti cina untuk melampiaskan kekesalan mereka terhadap etnis tionghua.

Soal pemerkosaan, saya ada temen kuliah di Untar, yang sodaranya di perkosa 
secara beramai-ramai di depan tokonya, sampe sekarang satu keluarga pindah ke 
Taiwan. Qurban pemerkosaan itu sampai 2 taon lalu yang saya dengar masih "GILA".

Bisakah orang gila bikin laporan pemerkosaan? Bisakah orang gila menuntut 
secara hukum? Siapa yang percaya dengan ucapan & kesaksian orang gila walaupun 
dia jadi gila karena di perkosa secara beramai-ramai???

Kasus May 98 tidak bisa masuk agenda HAM di Belanda karena tidak terbukti bahwa 
peristiwa itu adalah kasus rasial, lagian mereka tidak lagi percaya ama 
TiongHua Indonesia yang suka melebih-lebihkan cerita & mendramatisir cerita 
tanpa suatu bukti, apalagi sebagian tionghua itu menjadikan kasus may 98 ini 
sebagai keuntungan untuk mendapatkan suaka di luar negri, padahal mereka bukan 
qurban.

Apalagi sejak kasus Hans Gouw di amerika yang justru menjadikan peristiwa may 
98 untuk mencari uang, akhirnya kalangan international tidak percaya ama 
tionghua indonesia karena ulah segelintir tionghua yang mencari keuntungan di 
atas penderitaan orang laen, ga perduli apakah itu satu etnis atau bukan, yang 
penting Cuaannn....



  ----- Original Message ----- 
  From: TEd Poernomo 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, 16 May, 2009 10:51
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - Kapan Ada 
Keadilan untuk Korban?




        Benar sekali, kerusuhan Mei ditujukan kepada ras chinese. Pemerkosaan 
masal itu memang biadab direncanakan dan dilakukan oleh bukan org awam, tetapi 
org ABRI, kayak yang terjadi di Timor.


        Justru karena yang melakukan org tentara sendiri, menunjukkan 
kebobrokan dan kebiadaban org2x tersebut.


        Saya nggak ngikuti kasus pembunuhan Munir itu sampe dimana, apakah 
lembaga HAM telah mencekal otak nya atau cuman kambing hitam saja seperti 
biasanya, dan apakah kasus ini telah jadi perhatian pengadilan HAM di Eropa?


        Kenapa kasus perkosaan dan pembunuhan Mei tidak juga masuk agenda HAM 
di Belanda, anybody knows?

        --- On Fri, 5/15/09, zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com> wrote:


          From: zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com>
          Subject: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - 
Kapan Ada Keadilan untuk Korban?
          To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
          Date: Friday, May 15, 2009, 7:29 PM


          Bagaimana menjelaskaskan kalau wilayah kerusuhan mayoritas di kawasan 
pecinan? Ingat! Bukan hanya di centra2 ekonomi, tapi juga kawasan perumahan 
milik tionghoa, terutama yg agak minor, krn kawasan elite sanggup bayar 
keamanan. 
          Untuk pemetaan wilayah kerusuhan,tim Ui bahkan telah membuat analogi 
wilayah kerusuhan dng data agama penduduknya!
          Pak Abs melihat tidak wajah2 cina yg berjibun di airport untuk siap 
ngungsi keluar negeri? Apa mereka semua paranoid?
          Mengapa tionghoa2 hrs dikawal pribumi untuk keluar rumah? Apakah 
mereka paranoid?
          Aksi kerusuhan berbau rasialis tdk hanya sekali ini terjadi, semasa 
saya hidup di solo saja telah terjadi 4x. Termasuk Mei itu. Salah satunya 
adalah kerusuhan anti arab, di kawasan arab, saat itu orang tionghoanya tenang2 
sajakok, ini membuktikan, org tionghoa bisa membedakan mereka sasaran atau 
tidak.


          Sent from my BlackBerry®
          powered by Sinyal Kuat INDOSAT



----------------------------------------------------------------------
          From: "Akhmad Bukhari Saleh" 
          Date: Sat, 16 May 2009 02:11:42 +0700
          To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
          Subject: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - 
Kapan Ada Keadilan untuk Korban?


           

          Sebetulnya Wiranto dan Prabowo bukan penanggungjawab pengamanan 
ibukota. Itu adalah Syafrie Syamsudin.

          Kedua jenderal terdahulu itu pejabat di tingkat pusat. Tetapi memang 
jabatan mereka, Pangab dan Pangkostrad, bisa punya pengaruh kalau mereka mau 
ikut 'main' di level ibukota.
          Namun jangan lupa, ada pejabat lain di tingkat pusat waktu itu yang 
juga punya posisi untuk ikut 'bermain' di level ibukota, yaitu Kasospol, yang 
tidak lain adalah SBY!

          Sekarang mereka bertiga maju dalam pilpres!!
          Jadi, sekali lagi, bisa dicerna dan dipahami bahwa kerusuhan Mei 1998 
samasekali bukan soal rasial! Melainkan soal pergulatan kekuasaan di tingkat 
elit!
          Yang masih terus berlanjut sampai sekarang...

          Wasalam.

          ------------ --------- --------- --------- -----


            ----- Original Message ----- 
            From: zho...@yahoo. com 
            To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com 
            Sent: Friday, May 15, 2009 11:25 PM
            Subject: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - 
Kapan Ada Keadilan untuk Korban?


            Saat itu, Dua jenderal ini adalah pejabat yg paling berwewenang dlm 
pengamanan ibukota. Tapi tak berbuat apa2. Kemungkinannya hanya 2: tidak mampu 
atau sengaja membiarkannya. 
            Adakah kemungkinan lain???


            Sent from my BlackBerry®
            powered by Sinyal Kuat INDOSAT



--------------------------------------------------------------------
            From: "Akhmad Bukhari Saleh" 
            Date: Fri, 15 May 2009 21:05:06 +0700
            To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
            Subject: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - 
Kapan Ada Keadilan untuk Korban?



            Untuk klarifikasi mendampingi kata "gublokkkkk" itu, bisakah 
Budi-heng menyebut satu nama, satu saja, tidak perlu 10, apalagi 100, nama 
mereka yang keluarganya KENA jadi korban perkosaan??

            Pasangan capres-cawapres JK-Boediono yang menjadi lawan dua 
jenderal yang disebut Zhou-heng, sanggup bayar tinggi, tinggi sekali, untuk 
info Budi-heng itu!!

            Kalau Budi-heng tidak berani terbuka, saya siap mengantarkan 
Budi-heng menyampaikan diam-diam info berharga tinggi itu kepada mereka! Ha ha 
ha...

            Wasalam.

            ------------ --------- --------- --------- --------

              ----- Original Message ----- 
              From: budi anto 
              To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com 
              Sent: Friday, May 15, 2009 8:12 PM
              Subject: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - 
Kapan Ada Keadilan untuk Korban?



              wah itu cine gublokkkkkkkkkkkkkk kkkkkkkkkkkkkkkk kk ,nga tau 
sejarah ya mereka mentang2 keluarganya nga ada yang kena jadi korban perkosaan 
jadinya mendukung mereka,





------------------------------------------------------------------
              From: "agoeng_set@ yahoo.com" <agoeng_...@yahoo. com>
              To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
              Sent: Friday, May 15, 2009 8:08:54 PM
              Subject: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - 
Kapan Ada Keadilan untuk Korban?


              Lebih ironis lg, banyak para " tokoh" tenglang berlomba2 dukung 
mendukung mereka bahkan dengan bangganya ikut promosi n cari dukungan dr 
tenglang laennya. Td di detik ada forum pemuda indo yg dukung JK-win, salah 
satu unsurnya disebut pemuda tionghoa. 



------------------------------------------------------------------
              From: zho...@yahoo. com
              Date: Fri, 15 May 2009 10:52:24 +0000
              To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
              Subject: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - 
Kapan Ada Keadilan untuk Korban?


              Dua jendral yg seharusnya paling bertanggung jawab sekarang telah 
menjadi cawapres! 
              Ironi demokrasi..


              Sent from my BlackBerry®
              powered by Sinyal Kuat INDOSAT



------------------------------------------------------------------
              From: "sunny" 
              Date: Fri, 15 May 2009 11:13:31 +0200
              To: <Undisclosed- Recipient: ;><Invalid address>
              Subject: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - 
Kapan Ada Keadilan untuk Korban?



              Jawa Pos

               Rabu, 13 Mei 2009 ] 


              Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 
              Kapan Ada Keadilan untuk Korban? 

              Oleh : Mustofa Liem

              Para korban dan keluarganya pasti belum bisa melupakan Tragedi 
13-15 Mei 1998 di Jakarta. Meski sudah 11 tahun berlalu, tragedi itu tetap 
menjadi misteri yang menyisakan elegi bagi para korbannya.

              Memang keberadaan negeri ini sudah lama kehilangan makna. Bagi 
para korban HAM, negara sudah lama absen. Ketika tragedi kelabu itu terjadi, 
tangisan, teriakan, dan jeritan frustrasi para korban tidak pernah didengar 
oleh negara, oleh pemerintah waktu itu, pemerintah yang menyusulnya kemudian 
sampai pemerintah di era sekarang. 

              Memang sudah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 
berdasarkan UU No 39/1999 tentang HAM dan UU No 26 Tahun 2000 tentang 
Pengadilan HAM. Menurut Komnas HAM, telah terjadi perkosaan secara masal, 
sistematis, biadab, dan keji terhadap para wanita etnis Tionghoa di tengah 
kerusuhan 13-15 Mei 1998 di Jakarta. Pemerintah Habibie juga sudah membentuk 
Tim Perlindungan Wanita terhadap Kekerasan, juga ada Tim Gabungan Pencari Fakta 
yang dibentuk pada 23 Juli 1998. Rekomendasi kedua tim tersebut tidak pernah 
ditindaklanjuti. Jadi, sampai sekarang para pelaku Tragedi Mei itu tak satu pun 
yang ditangkap atau diadili.

              Komnas HAM Tak Berdaya 

              Komnas HAM yang dulu atau sekarang telah berupaya memanggil para 
mantan jenderal yang dianggap mengetahui atau bertanggung jawab atas beberapa 
kasus pelanggaran HAM masa lalu, tapi pemanggilan itu selalu gagal. Polemik 
antara para mantan jenderal dan Komnas HAM pun tak terelakkan. Semisal Menhan 
Juwono Sudarsono malah balik "menggugat" kewenangan hukum Komnas HAM.

              Pernyataan Menhan (yang mewakili pemerintah) menunjukkan bahwa 
sesungguhnya komitmen pemerintah menegakkan HAM masih kecil, sementara iklim 
politik masih didominasi spirit anti-HAM. Padahal, pengungkapan kasus 
pelanggaran berat HAM yang terjadi di tanah air seperti "Tragedi Mei 1998" 
memerlukan komitmen dari pemerintah. Tanpa ada komitmen dan good will langsung 
dari presiden ,kasus tersebut bakal terkubur.

              Para pelanggar HAM, apalagi dari kalangan militer, sudah bisa 
dipastikan akan menolak dituduh sebagai penanggung jawab pelanggaran HAM dengan 
beragam argumentasi dan rasionalisasi. Mereka akan mengatakan bahwa kesalahan 
terletak bukan pada diri mereka.

              Yang menyedihkan justru ada rasionalisasi bahwa para korban HAM 
dalam peristiwa 13-15 Mei 1998 itu tidak pernah ada, karena tidak pernah bisa 
dibuktikan. Apalagi, jika dikaitkan dengan perundang-undangan pemerkosaan di 
negeri ini. Bagaimana membuktikan bahwa korban sungguh diperkosa?

              Seperti dikatakan advokat senior Surabaya Trimoelja D. Soerjadi 
dalam beragam kesempatan bahwa setiap kasus yang terindikasi melibatkan 
militer, seperti Tragedi Mei, tidak pernah akan bisa diselesaikan dengan 
memuaskan. Artinya, para pelaku tetap bisa mengirup udara kebebasan. Tak ada 
keadilan bagi para korban. Hal ini juga terjadi pada kasus pelanggaran HAM 
lain, mulai Peristiwa 1965 dan Tragedi Mei 1998.

              Rekonsiliasi Sejati 

              Meski demikian, penulis menganjurkan para korban Tragedi Mei 
untuk berani memaafkan, meskipun memaafkan bukan berarti harus melupakan. Harus 
selalu dicari ruang untuk mengingat peristiwa buruk seperti Tragedi Mei 1998. 
Dengan demikian, usul islah atau rekonsiliasi jangan pernah diabaikan meski ada 
yang bertanya untuk apa rekonsiliasi.

              Tentu ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar rekonsiliasi 
terwujud. Pertama, harus diakui adanya pelanggaran berat HAM dalam Tragedi Mei 
1998. Itu berarti ada pelaku yang harus bertanggung jawab. Kedua, keadilan 
harus ditegakkan. Artinya, pelaku harus mendapatkan sanksi hukum. Dengan 
demikian, luka hati korban dan keluarganya mendapatkan pemulihan. Setelah 
proses hukum ditegakkan, antara korban dan pelaku harus diupayakan perdamaian, 
supaya kebencian dan dendam tidak hidup terus sepanjang tujuh turunan.

              Uskup Desmond Tutu, ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 
Afrika Selatan, menulis bahwa rekonsiliasi sejati mengekspos kekejaman, 
kekerasan, kepedihan, kebejatan, dan kebenaran, bahkan terkadang dapat 
memperburuk keadaan. Ini adalah perbuatan berisiko. Meski begitu, pada akhirnya 
akan ada pemulihan nyata setelah menyelesaikan situasi yang sebenarnya. 
Rekonsiliasi yang palsu hanya dapat menghasilkan pemulihan palsu (Buku No 
Future Without Forgivenes, 1999).

              Akhirnya untuk negara dan pemerintah, sekali lagi utang-utang 
pada para korban harus dilunasi. Tocqueville (1805-1859) mengingatkan: "Karena 
masa lalu gagal menerangi masa depan, benak manusia mengelana di tengah kabut". 
Kabut dari peristiwa gelap masa lalu itulah yang harus disingkap negara demi 
keadilan pada para korban, termasuk korban Tragedi Mei. 

              Selama orang terus mencari alasan guna lari dari tanggung jawab 
terhadap para korban HAM dan kekuasaan negara memberi perlindungan terhadap 
sikap pengecut ini, sehingga para pelaku terus menikmati impunitas di atas 
derita para korban HAM, negeri ini tetap akan susah mencapai masa depan. Sebab, 
pelanggaran HAM di masa silam selama terus dibiarkan justru menjadi kabut yang 
menghalangi perjalanan bangsa ini ke depan. 

              Kabut itu harus disingkap dan para korban dijamin mendapatkan 
keadilan yang setimpal. Dengan demikian, kita bisa menyongsong masa depan tanpa 
ada yang dikorbankan lagi. 

              *). Mustofa Liem PhD, Dewan Penasihat Jaringan Tionghoa untuk 
Kesetaraan. 



               







------------------------------------------------------------------



              No virus found in this incoming message.
              Checked by AVG - www.avg.com 
              Version: 8.5.329 / Virus Database: 270.12.30/2115 - Release Date: 
05/14/09 17:54:00





--------------------------------------------------------------------



            No virus found in this incoming message.
            Checked by AVG - www.avg.com 
            Version: 8.5.329 / Virus Database: 270.12.30/2115 - Release Date: 
05/14/09 17:54:00
       




  

Kirim email ke