CATATAN MODERATOR :
Nomor telpon sdr.Chen sudah didelete, jika sdr.Akhmad ingin mengetahuinya, 
harap melalui jalur pribadi.
Untuk sdr.Chen, mohon maaf atas kelancangan saya dengan menghapus nomor telpon 
anda. Hal ini terpaksa dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Moderator.

Pak Bukhari,

Maaf sekali, saya menengahi sedikit.

Kasus Mei tersebut, bagi kami orang Tionghoa secara umum, sangat mendalam
luka batinnya. Apalagi bagi keluarga yang mengalaminya. Tidaklah mudah bagi
kami untuk mengungkapkannya, apalagi untuk tertawa membicarakan hal
tersebut.
Analoginya, apakah pak Bukhari pernah bertanya kepada ibu/istri anda "Bu,
apakah kamu pernah diperkosa? Ntar biar kita rapatkan dalam internal
keluarga besar"

Jika memang pak Bukhari benar-benar peduli ingin tahu salah satu korbannya,
datanglah ke vihara Ekayana Grha di Jalan Mangga Tanjung Duren, di sana ada
foto2 orang yang meninggal untuk didoakan. Salah satunya adalah korban
tragedi tersebut, saya tahu sekali.

Jika anda sudah datang ke sana dan kesulitan untuk mengenalinya, ini no esia
saya 98953128. Tapi, tolong jangan perdalam luka keluarga yang ditinggalkan
dengan menemui atau menghubungi mereka, apalagi mengeksposnya demi
kepentingan apapun.

Salam,

Chen Gui Xin


2009/5/15 Akhmad Bukhari Saleh <absa...@indo.net.id>

>
>
>  Untuk klarifikasi mendampingi kata "gublokkkkk" itu, bisakah Budi-heng
> menyebut satu nama, satu saja, tidak perlu 10, apalagi 100, nama mereka yang
> keluarganya KENA jadi korban perkosaan??
>
> Pasangan capres-cawapres JK-Boediono yang menjadi lawan dua jenderal yang
> disebut Zhou-heng, sanggup bayar tinggi, tinggi sekali, untuk info Budi-heng
> itu!!
>
> Kalau Budi-heng tidak berani terbuka, saya siap mengantarkan Budi-heng
> menyampaikan diam-diam info berharga tinggi itu kepada mereka! Ha ha ha...
>
> Wasalam.
>
> -----------------------------------------------
>
>
> ----- Original Message -----
> *From:* budi anto <budic...@yahoo.com>
> *To:* budaya_tionghua@yahoogroups.com
> *Sent:* Friday, May 15, 2009 8:12 PM
> *Subject:* Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - Kapan
> Ada Keadilan untuk Korban?
>
>   wah itu cine gublokkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk ,nga tau sejarah ya
> mereka mentang2 keluarganya nga ada yang kena jadi korban perkosaan jadinya
> mendukung mereka,
>
>
>  ------------------------------
> *From:* "agoeng_...@yahoo.com" <agoeng_...@yahoo.com>
> *To:* budaya_tionghua@yahoogroups.com
> *Sent:* Friday, May 15, 2009 8:08:54 PM
> *Subject:* Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - Kapan
> Ada Keadilan untuk Korban?
>
>  Lebih ironis lg, banyak para " tokoh" tenglang berlomba2 dukung mendukung
> mereka bahkan dengan bangganya ikut promosi n cari dukungan dr tenglang
> laennya. Td di detik ada forum pemuda indo yg dukung JK-win, salah satu
> unsurnya disebut pemuda tionghoa.
>
> ------------------------------
> *From*: zho...@yahoo. com
> *Date*: Fri, 15 May 2009 10:52:24 +0000
> *To*: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
> *Subject*: Re: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - Kapan
> Ada Keadilan untuk Korban?
>
>  Dua jendral yg seharusnya paling bertanggung jawab sekarang telah menjadi
> cawapres!
> Ironi demokrasi..
>
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
>
> ------------------------------
> *From*: "sunny"
> *Date*: Fri, 15 May 2009 11:13:31 +0200
> *To*: <Undisclosed- Recipient: ;><Invalid address>
> *Subject*: [budaya_tionghua] Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - Kapan Ada
> Keadilan untuk Korban?
>
>  Jawa Pos
>
>  Rabu, 13 Mei 2009 ]
>
>
> *Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998*
> *Kapan Ada Keadilan untuk Korban?*
>
> Oleh : Mustofa Liem
>
> Para korban dan keluarganya pasti belum bisa melupakan Tragedi 13-15 Mei
> 1998 di Jakarta. Meski sudah 11 tahun berlalu, tragedi itu tetap menjadi
> misteri yang menyisakan elegi bagi para korbannya.
>
> Memang keberadaan negeri ini sudah lama kehilangan makna. Bagi para korban
> HAM, negara sudah lama absen. Ketika tragedi kelabu itu terjadi, tangisan,
> teriakan, dan jeritan frustrasi para korban tidak pernah didengar oleh
> negara, oleh pemerintah waktu itu, pemerintah yang menyusulnya kemudian
> sampai pemerintah di era sekarang.
>
> Memang sudah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan UU No
> 39/1999 tentang HAM dan UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Menurut
> Komnas HAM, telah terjadi perkosaan secara masal, sistematis, biadab, dan
> keji terhadap para wanita etnis Tionghoa di tengah kerusuhan 13-15 Mei 1998
> di Jakarta. Pemerintah Habibie juga sudah membentuk Tim Perlindungan Wanita
> terhadap Kekerasan, juga ada Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk pada
> 23 Juli 1998. Rekomendasi kedua tim tersebut tidak pernah ditindaklanjuti.
> Jadi, sampai sekarang para pelaku Tragedi Mei itu tak satu pun yang
> ditangkap atau diadili.
>
> *Komnas HAM Tak Berdaya*
>
> Komnas HAM yang dulu atau sekarang telah berupaya memanggil para mantan
> jenderal yang dianggap mengetahui atau bertanggung jawab atas beberapa kasus
> pelanggaran HAM masa lalu, tapi pemanggilan itu selalu gagal. Polemik antara
> para mantan jenderal dan Komnas HAM pun tak terelakkan. Semisal Menhan
> Juwono Sudarsono malah balik "menggugat" kewenangan hukum Komnas HAM.
>
> Pernyataan Menhan (yang mewakili pemerintah) menunjukkan bahwa sesungguhnya
> komitmen pemerintah menegakkan HAM masih kecil, sementara iklim politik
> masih didominasi spirit anti-HAM. Padahal, pengungkapan kasus pelanggaran
> berat HAM yang terjadi di tanah air seperti "Tragedi Mei 1998" memerlukan
> komitmen dari pemerintah. Tanpa ada komitmen dan good will langsung dari
> presiden ,kasus tersebut bakal terkubur.
>
> Para pelanggar HAM, apalagi dari kalangan militer, sudah bisa dipastikan
> akan menolak dituduh sebagai penanggung jawab pelanggaran HAM dengan beragam
> argumentasi dan rasionalisasi. Mereka akan mengatakan bahwa kesalahan
> terletak bukan pada diri mereka.
>
> Yang menyedihkan justru ada rasionalisasi bahwa para korban HAM dalam
> peristiwa 13-15 Mei 1998 itu tidak pernah ada, karena tidak pernah bisa
> dibuktikan. Apalagi, jika dikaitkan dengan perundang-undangan pemerkosaan di
> negeri ini. Bagaimana membuktikan bahwa korban sungguh diperkosa?
>
> Seperti dikatakan advokat senior Surabaya Trimoelja D. Soerjadi dalam
> beragam kesempatan bahwa setiap kasus yang terindikasi melibatkan militer,
> seperti Tragedi Mei, tidak pernah akan bisa diselesaikan dengan memuaskan.
> Artinya, para pelaku tetap bisa mengirup udara kebebasan. Tak ada keadilan
> bagi para korban. Hal ini juga terjadi pada kasus pelanggaran HAM lain,
> mulai Peristiwa 1965 dan Tragedi Mei 1998.
>
> *Rekonsiliasi Sejati *
>
> Meski demikian, penulis menganjurkan para korban Tragedi Mei untuk berani
> memaafkan, meskipun memaafkan bukan berarti harus melupakan. Harus selalu
> dicari ruang untuk mengingat peristiwa buruk seperti Tragedi Mei 1998.
> Dengan demikian, usul islah atau rekonsiliasi jangan pernah diabaikan meski
> ada yang bertanya untuk apa rekonsiliasi.
>
> Tentu ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar rekonsiliasi terwujud.
> Pertama, harus diakui adanya pelanggaran berat HAM dalam Tragedi Mei 1998.
> Itu berarti ada pelaku yang harus bertanggung jawab. Kedua, keadilan harus
> ditegakkan. Artinya, pelaku harus mendapatkan sanksi hukum. Dengan demikian,
> luka hati korban dan keluarganya mendapatkan pemulihan. Setelah proses hukum
> ditegakkan, antara korban dan pelaku harus diupayakan perdamaian, supaya
> kebencian dan dendam tidak hidup terus sepanjang tujuh turunan.
>
> Uskup Desmond Tutu, ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan,
> menulis bahwa rekonsiliasi sejati mengekspos kekejaman, kekerasan,
> kepedihan, kebejatan, dan kebenaran, bahkan terkadang dapat memperburuk
> keadaan. Ini adalah perbuatan berisiko. Meski begitu, pada akhirnya akan ada
> pemulihan nyata setelah menyelesaikan situasi yang sebenarnya. Rekonsiliasi
> yang palsu hanya dapat menghasilkan pemulihan palsu (Buku No Future Without
> Forgivenes, 1999).
>
> Akhirnya untuk negara dan pemerintah, sekali lagi utang-utang pada para
> korban harus dilunasi. Tocqueville (1805-1859) mengingatkan: "Karena masa
> lalu gagal menerangi masa depan, benak manusia mengelana di tengah kabut".
> Kabut dari peristiwa gelap masa lalu itulah yang harus disingkap negara demi
> keadilan pada para korban, termasuk korban Tragedi Mei.
>
> Selama orang terus mencari alasan guna lari dari tanggung jawab terhadap
> para korban HAM dan kekuasaan negara memberi perlindungan terhadap sikap
> pengecut ini, sehingga para pelaku terus menikmati impunitas di atas derita
> para korban HAM, negeri ini tetap akan susah mencapai masa depan. Sebab,
> pelanggaran HAM di masa silam selama terus dibiarkan justru menjadi kabut
> yang menghalangi perjalanan bangsa ini ke depan.
>
> Kabut itu harus disingkap dan para korban dijamin mendapatkan keadilan yang
> setimpal. Dengan demikian, kita bisa menyongsong masa depan tanpa ada yang
> dikorbankan lagi.
>
> **). Mustofa Liem PhD, Dewan Penasihat Jaringan Tionghoa untuk Kesetaraan.
> *
>
>
>
>
>
>  ------------------------------
>
>
> No virus found in this incoming message.
> Checked by AVG - www.avg.com
> Version: 8.5.329 / Virus Database: 270.12.30/2115 - Release Date: 05/14/09
> 17:54:00
>
>
>



--
Aut Inveniam Viam Aut Vaciam

Reply via email to