Zhou Fuyen benar sekali.... --- On Wed, 10/7/09, zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com> wrote:
From: zho...@yahoo.com <zho...@yahoo.com> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan? To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 7, 2009, 8:22 AM Sudah cukup jelas! Dlm uraian anda, anda telah menunjukkan pihak tiongkok keberatan dng istilah Cina, pihak orba keberatan kembali ke tionghoa, akhirnya kompromi dng istilah China! Dari sejarah diatas, anda masih memungkiri bhw tiongkok membedakan istilah tiongkok, china dan cina? Logika dari mana? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSATFrom: "Akhmad Bukhari Saleh" <absa...@indo. net.id> Date: Wed, 7 Oct 2009 18:10:52 +0700To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan? ----- Original Message ----- From: zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wednesday, October 07, 2009 5:13 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan? > Jika tdk ada pro kontra, mengapa kok > menjadi republik rakyat china? > Mengapa bukan republik rakyat tiongkok > seperti dulu atau republik rakyat cina > seperti kebiasaan ORBA? - - - - - - - - - - - - - - - - - - Makanya pahami sejarah! Ingat bahwa pemulihan hubuingan RRT-RI terjadi masih di rezim Orba. Yang lebih butuh pemulihan hubungan adalah Indonesia. Buktinya lebih dahulu datang delegasi Indonesia ke Tiongkok daripada delegasi Tiongkok ke Indonesia. Delegasi Indonesia itu resmi, tetapi pakai nama Kadin. Pertama supaya bisa ada keresmian suatu delegasi yang bermandat kenegaraan, walaupun tidak ada hubungan diplomatik. Kedua menunjukkan sifat butuhnya Indonesia, yaitu butuh hubungan dagang (ekonomi) dengan naga raksasa yang telah menggeliat bangkit, maka delegasinya pakai 'bungkus' kamar dagang (walau ada orang Deplu dan Bakin). Mengapa hasil perundingan diplomasinya bukan "republik rakyat tiongkok"? Karena pihak RI tidak mau. Pihak RRT tentunya maunya "republik rakyat tiongkok". Tetapi ketika pihak RI tidak mau, ya tidak memaksa, karena paham sejarah. Mengapa bukan "republik rakyat cina"? Karena pihak RRT tidak mau. Pihak RI, yang waktu itu masih rezim Orba (yang beberapa tahun kemudian saya jungkalkan, bukan oleh Zhou-heng cs. yang cuma no action menggrundel only), tentunya maunya "republik rakyat cina". Tetapi ketika pihak RRT tidak mau, ya tidak memaksa, karena lagi butuh pemulihan hubungan, terutama hubungan ekonomi. Mengapa kok menjadi "republik rakyat china", walau ada pro-kontra? Ya begitulah take and give dalam perundingan diplomasi. Dalam perundingan diplomasi, soal remeh bisa dikesampingkan asal tujuan utama tercapai, yang penting tidak ada yang kehilangan muka. Tujuan utama perundingan waktu itu adalah pemulihan hubungan RI-RRT. Sedangkan soal nama negeri RRT adalah soal yang lebih remeh. Dengan dicapainya persetujuan memakai istilah "china", maka kedua pihak tidak kehilangan muka. Pihak RRT tidak kehilangan muka, karena nyatanya RI mau berubah sikap, tidak ngotot memakai kata "cina" lagi. Begitu pula pihak RI tidak kehilangan muka, karena RRT menunjukkan pemahaman sejarah mengapa RI tidak mau kata "tiongkok". Dari segi semantik (ilmu bahasa), RI bisa dianggap lebih 'menang' karena anak kecil juga bisa lihat bahwa kata "china" lebih dekat ke kata "cina" daripada ke kata "tiongkok". Tetapi dari segi politik, RRT bisa dianggap lebih menang karena bisa memaksa rezim yang sama untuk berubah sikap soal nama ini (RI masih tetap rezim Soeharto, sehingga bisa dikategorikan menjilat ludah sendiri, sedangkan RRT sudah berubah rezim, bukan rezim Mao lagi, sehingga bisa dibilang sudah 'ludah' yang berbeda). Itulah sejarah! Wasalam. ============ ========= ========= ========= == ----- Original Message ----- From: zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wednesday, October 07, 2009 5:13 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan? Anda sudah memilih mengucapakan China dlm bhs inggris menjadi cina, seperti anak2 kecil dan orang kebanyakan yg pendidikan rendah, terserah! Kami mau dipanggil apa itu hak kami! Bukan anda yg memutuskan. Jika anda memaksakan, saya juga siap panggil anda inlander. Dari jawaban anda sdh jelas: krn tdk senang dng rrt, orba sengaja mengganti istilah tionghoa yg dinilai terlalu bagus menjadi cina yg lebih jelek! Berarti anda mengakui Cina lebih jelek dari tionghoa. Sekarang kami ingin dipanggil kembali dng julukan yg lebih bagus, mengapa keberatan? Satu2nya jawaban: anda sbg angkatan 66 ikut mendukung rezim orba dlm menekan masyarakat tionghoa! Dulu saat memulihkan hubungan dng indonesia, posisi RRT belum sekuat sekarang, singapore saja belum menjalin hubungan diplomatik! Jika tdk ada pro kontra, mengapa kok menjadi republik rakyat china? Mengapa bukan republik rakyat tiongkok seperti dulu atau republik rakyat cina seperti kebiasaan ORBA? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: "Akhmad Bukhari Saleh" <absa...@indo. net.id> Date: Wed, 7 Oct 2009 15:57:12 +0700 To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan? ----- Original Message ----- From: zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wednesday, October 07, 2009 11:38 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan? > Manusia tanpa sejarah? Kasihan... - - - - - - - - - - - - - - - - Yang belajar sejarah dan tahu sejarah bukan seorang atau sepihak saja, Bung! Di Indonesia sudah puluhan tahun, bahkan seratusan tahun, bukan cuma suku tionghoa saja yang dicina-cinain (padahal nama sukunya "tionghoa"), kalau orang mau bicara dengan maksud untuk menderogatori. Suku minang juga dipadang-padangin (walau nama sukunya bukan "padang") kalau mau menderogatori sifat kemaruk untung. Suku tapanuli juga dibatak-batakin (walau nama sukunya bukan "batak") kalau mau menderogatori sikap prilaku kasar. Suku arab juga diarab-arabi kalau mau menderogatori sikap kikir. Suku yang tinggal di Jateng dan Jateng juga dijawa-jawain kalau mau menderogatori sikap pasrah nrimo. Contohnya tidak ada batasnya di antara ratusan suku di Indonesia. Bahkan orang yang bukan suku arab pun bisa dibilang "arab lu" kalau dia kikir. Orang yang bukan suku tionghoa pun bisa dibilang "cina lu" kalau business-like terlalu ditonjolkan. Orang yang bukan suku minang pun bisa dibilang "padang lu" kalau terlalu melit menghitung laba. Contohnya juga tidak ada batasnya di antara ratusan suku di Indonesia. Tetapi pada semua suku tidak ada masalah soal disebut "padang", "batak", "arab", "jawa" itu. Pada suku tionghoa pun tidak ada masalah, kecuali pada sebagian daripadanya. Yaitu generasi terdahulu yang punya dendam sejarah tidak kesampaian pada jaman Orba. Sejarahnya adalah ketika Pemerintah RI melibas pemberontakan G-30-S/PKI yang didukung secara resmi oleh suatu negara asing, yaitu RRT. Sehingga istilah Tiongkok serta bahasa dan huruf Mandarin lalu dilarang, untuk meredam pengaruh Kolone-V dari RRT. Jadi arahnya ditujukan ke luar, ke negara asing yang mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan mendukung terang-terangan suatu pemberontakan. Tidak ditujukan ke dalam, ke salahsatu suku Indonesia yang bersangkutan. Ini kalau bicara sejarah, Bung! Bahwa ketika pemulihan diplomatik 20-an tahun kemudiannya pihak RRT setuju untuk tidak memakai kata Tiongkok, itu bukti nyata bahwa pemerintah RRT tahu dan paham sejarah! Tidak ada tuh pemerintah RRT menuntut tidak mau pakai istilah "cina" karena itu penghinaan Jepang terkait Nanking massacre. Ataupun bahwa kata "cina" adalah derogatori dengan argumen yang lainnya, tidak ada samasekali. Ataupun pihak RRT mengajukan argumen bahwa "kami suka disebut tiongkok, tidak suka disebut cina, maka sebutlah kami dengan sebutan yang kami sukai, jangan dengan yang kami tidak sukai", juga tidak ada samasekali. Karena nyatanya dalam bah. Inggris di seluruh dunia disebut "china" dan dalam bah. Melayu di Malaysia, Singapura dan Brunei disebut "cina" juga pemerintah RRT suka-suka saja tuh. Alasan bahwa RRT mengalah, dan menerima nama "tiongkok" tidak digunakan, adalah supaya missi pemulihan hubungan diplomatik tidak gagal, itu adalah omong kosong besar! Tidak ada keperluannya bagi RRT untuk mengalah, karena yang lebih butuh untuk berhubungan kembali adalah Indonesia, ketika ternyata RRT kemudian bangkit menjadi super power baru yang harus ditemani, bukan dimusuhi. Soal hasil perundingannya lalu "cina" menjadi "china", itu adalah kompromi yang tercapai. Namanya juga negosiasi diplomatik, pasti ada komprominya. Tetapi anak kecil juga tahu, kata "cina" dan kata "china" ya sama saja, cuma yang satu itu dalam bahasa Indonesia yang satunya lagi dalam bahasa Inggris. Ini kalau bicara sejarah, Bung! Dan generasi muda suku tionghoa cukup terdidik untuk tahu dan paham sejarah bangsanya... Wasalam. ============ ========= ========= ----- Original Message ----- From: zho...@yahoo. com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wednesday, October 07, 2009 11:38 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan? Manusia tanpa sejarah? Kasihan... Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: jackson_yahya@ yahoo.com Date: Wed, 7 Oct 2009 03:45:19 +0000 To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan? Untuk pemikiran jaman dulu benar. Untuk pemikiran jaman skrg cina udah bukan hinaan lagi. Jadi ga masalah. Jaman dulu punya pemikiran saya rasa hanya cocok dimasa itu. Masa kini sudah berubah . .