Tidak usahlah Liang U sianseng meng-otakdidengkul-otakdidengkul-kan orang!
Tidak ada gunanya menggunakan kata-kata kasar, jorok dan meng-offense orang 
dalam berdiskusi di milis.
Mudharatnya banyak, manfaatnya samasekali tidak ada. Obyek pencerahan kita 
bukannya akan tecerahkan, melainkan akan bertambah teguh menjadi musuh. Dan 
ujung-ujungnya kita ditindak sama moderator...

Dan juga malahan akan menurunkan integritas Liang U sendiri, karena kebenaran 
yang hendak dipaksakan dengan meng-otak-di-dengkul-kan orang itu toh nyatanya 
juga tidak sepenuhnya benar!

Karena, Liang U sianseng, kata-kata cina, china, chinoi, dsb. itu, termasuk 
kata cino kalau ucapan orang Jawa dan orang Palembang, itu semua SAMA saja! 
Semuanya mengacu pada obyek yang sama.
Yaitu kalau dalam konteks BAHASA (etimologis)!

Seperti juga yang dicontohkan Jackson-heng tentang kata apel (bah. Indonesia), 
kata apple (bah. Inggris) dan kata apfel (bah. Jerman) itu, yang semua juga 
sama saja dalam konteks bahasa. Semuanya mengacu pada obyek yang sama.
Atau kalau mau contoh yang juga nama negara, kata-kata jepang, japan, japon, 
itu semua juga sama saja dalam konteks bahasa! Semuanya mengacu pada obyek yang 
sama.

Kata cina dan kata china menjadi BERBEDA, seperti yang ingin diketengahkan 
Liang U, itu adalah kalau dalam konteks POLITIS!
Khususnya dalam konteks hubungan politis antara pemerintah RRT dan pemerintah 
RI. Di mana kedua kata menjadi berbeda makna.

Dalam kesepahaman antara kedua pemerintahan ketika perundingan pemulihan 
kembali hubungan diplomatik tahun 1994, pilihan kata china menjadi alternatif 
jalan tengah di antara kata cina dan kata tiongkok, sehingga merupakan win-win 
solution bagi kedua pihak.

Pihak RI bisa merasa win, karena kata cina dan kata china toh sama saja kalau 
dilihat dalam konteks bahasa!
Pihak RRT bisa merasa win, karena kata cina berbeda dengan kata china kalau 
dilihat dalam konteks politik!

Dalam konteks hubungan RRT dengan Malaysia, Singapura dan Brunei misalnya, di 
mana tidak ada kisah sejarah perpolitikan yang serupa Indonesia, tidak ada 
perbedaan kata cina dengan kata china, baik dalam konteks bahasa maupun konteks 
politik.
Di sana orang mengatakan cina, tidak menjadi masalah, bahkan bagi pihak kedubes 
Tiongkok di sana sekalipun.


Pada hakekatnya, pemahaman yang berbeda tentang makna kata-kata yang sama, 
karena perbedaan konteks, itu adalah hal yang biasa terjadi.

Contoh tentang hal sedemikian itu, yang dekat dengan kita-kita di milis ini, 
adalah contoh tentang kata "cungkuo".
Kata-kata cungkuo, tiongkok, zhungguo, semuanya maknanya sama saja! Yaitu kalau 
dalam konteks bahasa, semua mengacu tentang obyek yang sama. .
Tetapi di Mabes sana, kata cungkuo jadi mempunyai makna yang berbeda dengan 
tiongkok, karena digunakan dalam suatu konteks tertentu yang beda.

Contoh lain adalah tentang kata "indon".
Kalau dalam konteks bahasa, kata indon atau indonesia sama saja!
Kata indon hanyalah singkatan dari indonesia, namun toh maknanya sama.

Kata indon menjadi berbeda makna, malahan menjadi issue pertengkaran, hanyalah 
dalam konteks sosial saja.
Itu pun hanya dalam hubungan Indonesia-Malaysia saja.
Kedubes RI di Kuala Lumpur mempersoalkan hal itu adalah dalam konteks sosial, 
yaitu masalah buruh migran Indonesia.

Di banyak negara, di Eropa, Amerika, Australia, bahkan dekat di Singapore, 
seringkali di koran setempat kata indonesia yang panjang suka disingkat menjadi 
indon. Dan tidak pernah diributkan kedubes RI, karena itu hanya dalam konteks 
bahasa di media, dan hal itu tidak salah.


Saya sendiri pun konsisten menggunakan Rep. Rakyat Tiongkok dan menentang 
penggunaan Rep. Rakyat Cina, karena ini konteksnya politis, dan pemahaman 
politik saya memang membenarkan penggunaan kata tiongkok daripada cina dalam 
konteks ini.

Namun kalau ada orang mengutip hadis Nabi Besar Muhammad Rasulullah shallallahu 
'alaihi wa sallam. dengan mengatakan: "Tuntutlah ilmu kalau perlu sampai ke 
negeri Cina", maka saya juga tidak akan menyalahkan si perawi hadis. Dia pakai 
kata cina, namun tidak menghina siapa-siapa, karena dalam konteks bahasa hal 
itu memang tidak salah.


Begitulah duduk masalahnya!
Sangat jelas ketika dilihat dari berbagai konteks yang beragam.
Tidak perlu diperdebatkan sampai meng-otak-di-dengkul-kan atau 
meng-anak-kecil-kan mitra diskusi.

Kalau masih ada yang tidak mau mengerti juga, bisa saja saya juga 
otak-di-dengkul-kan dia!
Tetapi kebenaran kan bukan monopoli seseorang, termasuk bukan monopoli saya, 
jadi meng-offense orang ya paling banter di dalam hati saja! He he he...


Wasalam.

================================

----- Original Message ----- 
From: liang u 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Sent: Sunday, October 25, 2009 2:51 PM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nabil, Mely dan cina ===> penggunaan media 
massa

Dik Jackson, 
Sudahlah, makin ngotot pengetahuan anda yang cuma segitu makin kelihatan 
bodohnya, maaf yah. Habis sudah dikatakan berkali-kali orang berkeberatan 
tentang istilah Cina bukan China. Cina adalah 支那,China adalah Tiongkok dalam 
bahasa Inggeris atau 中国。Nanti kalau ada orang mengatakan otak anda di dengkul, 
anda sakit hati lagi, padahal anda yang menghina orang duluan. 
Saya prihatin saja generasi muda Tionghoa Indonesia yang menjadi harapan, 
termasuk harapan saya, koq begitu.
Salam prihatin.
Liang U
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG - www.avg.com 
Version: 8.5.423 / Virus Database: 270.14.31/2457 - Release Date: 10/24/09 
14:31:00

Kirim email ke