Kelompok Nestorian yang mewakili bagian dari umat Kristen awal tidak mengakui 
Yesus sebagai Tuhan, dan di-kejar kejar. Banyak yang kemudian menjadi Islam.

Inti pemahaman Nestorian kini hidup lagi, diwakili oleh kelompok yang bernama 
Unitarian Curch, satu kelompok Non Trinitarian..



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <ardia...@...> wrote:
>
> ikut nimbrung jg, seinget aye tuh yg namanya jingjiao/nestorian itu agama 
> kristen yg beda ama yg jaman sekarang. seabis konsili nicea khan semua yg tdk 
> sepaham dibantai abis ama yg menang.
> nah ada bbrp yg kabur, salah satunya Aloben yg kabur ke dinasti Tang dan 
> minta suaka. Pada dasarnya dinasti Tang itu dinasti yang toleran dan nerima 
> banyak pelarian, Aloben dikasih tempat, kebebasan mengembangkan agamanya, 
> kitabnya jg diterjemahkan.
> 
> Nah kejadian yg parah itu khan dijaman Qing awal, yg mana gara2 gak respect 
> ama budaya Tionghoa makanya semua missionaris katolik nelen pil pahit.
> Kalu Jing Jiaonya sendiri khan gak berkembang di Tiongkok malah Mongol empire 
> dapet surat dari Vatican yg suruh para Khannya menakluk kepada kerajaan Allah 
> trus jg itu agama Nestorian harus dibasmi.
> 
> Matteo Ricci sendiri bawa buku2 filsafat timur plus pengetahuan Tiongkok yg 
> nantinya bawa Eropa kearah abad pencerahan.
> 
> So itu ya kalu dibilang timbal baliklar. Gak beda itu waktu jaman Eropa masuk 
> abad kegelapan, bisa ngeliat terangnya sedikit gara2 pengaruh Arab.
> Sayangnya org2 Eropa waktu jaman dah melek mata itu jadi arogan plus jg 
> terbiasa mensetan2kan budaya lain.
> 
> Ya baru ditahun 1930an itu Vatican melek mata dan kasih ijin utk budaya 
> Tionghoa dilaksanakan oleh umat2nya. Sebelonnya mana boleh seh ?
> 
> Suka gak suka ya inilah sisi gelap sejarahnya.
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Erik" <rsn_cc@> wrote:
> >
> > 
> > Selamat sore koh Beng, senang sekali jumpa lagi di milis ini!
> > 
> > Saya rasa anda salah menangkap apa yang saya maksud dalam posting saya
> > terdahulu itu. Memang tidak betul kalau dikatakan salah satu misi
> > penyebaran agama Kristen pada awal misionaris barat adalah untuk
> > memberangus budaya lokal setempat yang sudah berakar kuat sebelumnya.
> > 
> > Saya kira kalimat dan bahasa saya tidak seperti itulah! Sebagai seorang
> > Katolik yang pernah mengalami "brain washing' selama bertahun-tahun di
> > STF Driyarkara, saya pun setuju dan menghayati benar bahwa tujuan utama
> > para misionaris adalah menyebarkan kasih. Namun sebagaimana saya katakan
> > sebelumnya, lewat studi perpustakaan (yang amat minim) serta pengamatan
> > saya (yang amat dangkal pula) saya mendapatkan adanya semacam "Persepsi
> > Yang Keliru" dari misionaris barat pada awal kedatangan mereka ke ladang
> > Timur kita ini. Persepsi yang keliru itu adalah bahwa  "keterbelakangnya
> > bangsa-bangsa Timur disebabkan oleh belenggu budaya yang masih primitip
> > serta kepercayaan takhyul! " Tentu persepsi keliru itu bukan monopoli
> > para misionaris, karena itulah pandangan hampir seluruh masyarakat barat
> > pada zamannya dulu itu!  Namun implikasinya pada misionaris ketika
> > mereka berkarya di ladang Timur kita ini, berakibat fatal yakni peragaan
> > "Arogansi Kultural". (Mohon diperhatikan, yang saya maksud AROGANSI
> > KULTURAL bukan arogansi sikap, tetapi arogansi pendangan walau mereka
> > tetap tampil dengan sikap yang sopan dan rendah hati).
> > 
> > Saya pun setuju bahwa banyak sekali jasa-jasa yang telah disumbangkan
> > oleh para misionaris barat bagi kita masyarakat Timur. Salah satu contoh
> > yang bisa saya sebutkan adalah Matthew Ricci yang berjasa mengajarkan
> > dan menterjemahkan kitab-kitab ilmu pengetahuan alam dan ilmu pasti dari
> > barat ke dalam bahasa Mandarin. Tanpa jasa beliau, saya kira bangsa
> > Tionghoa tak mungkin bisa mencapai kemajuan sepesat hari ini dalam
> > bidang IPTEK.
> > 
> > Namun demikian, koh Beng! Situasinya kita di Indonesia sekarang sudah
> > berubah pasca era reformasi.  Banyak sekali sekolah-sekolah yang
> > dikelola Yayasan Kristen berlomba-lomba menyelenggarakan kursus bahasa
> > Mandarin, bahkan saya tahu dan saya kenal ketua yayasan beberapa sekolah
> > Kristen yang mengharuskan siswa berbahasa Mandarin pada hari-hari
> > tertentu, di samping bahasa Inggris pada hari-hari lain. Bukan cuma itu,
> > teman kita pak Kukuh dan juga instruktur kaligrafi dan Chinese painting
> > asal Nanjing Tiongkok pun adalah umat Nasrani yang sangat getol
> > mendalami dan memperkenalkan budaya Tionghoa ke mana-mana.
> > 
> > Sebagaimana telah saya singgung pada posting terdahulu. Pemberangusan
> > budaya Tionghoa oleh lembaga-lembaga agama di Indonesia juga
> > terkondisikan oleh kebijakan rezim rasis Orde Bau yang anti Cina selama
> > lebih 30 tahun lalu. Saya yakin dan percaya (sebab saya mendapat
> > pelajaran dan latihan itu di STF Driyarkara) bahwa lembaga agama Kristen
> > tahu dan paham akan metode inkulturasi dalam misi pengabaran injil.
> > Namun, dalam situasi yang serba curiga dan anti Cina pelaksanaan metode
> > inkulturasi yang mengakui eksistensi budaya Tionghoa bukanlah sebuah
> > pilihan yang menguntungkan waktu itu di Indonesia.
> > 
> > Namun demikian, yang saya sesalkan adalah di samping keterpaksaan untuk
> > menyesuaikan diri dengan kebijakan anti Cina rezim Orde Bau, ada juga
> > beberapa lembaga Kristen yang dikelola justru oleh orang Tionghoa (entah
> > dengan maksud dan tujuan apa?) justru dengan sengaja membentur-benturkan
> > budaya Tionghoa dengan Injil, dan hal itu tetap berlangsung sampai hari
> > ini, sebagaimana yang disinyalir oleh beberapa rekan di milis ini.
> > 
> > Beda halnya dengan Katolik. Agama Katolik yang pernah masuk ke daratan
> > Tiongkok jauh sebelum zaman Yuan pernah menelan pil pahit gara-gara
> > tidak menghargai budaya lokal. Agama Nasrani yang pada zaman itu dikenal
> > dengan nama Jing Jiao pernah mengalami masa-masa kejayaan di Tiongkok
> > berkat keberhasilan mereka mendekati para bangsawan dan inner-circle
> > kerajaan. Tetapi naasnya, hanya gara-gara melarang umatnya memelihara
> > meja abu leluhur dan melaksanakan beberapa upacara
> > tradisional, agama Jing Jiao pun dilarang oleh raja yang merasa
> > tersinggung, para pastur bule harus minggat dari Tiongkok diusir oleh
> > kerajaan dan pastur lokal pun dipaksa lepas jubah.
> > 
> > Nah, berkaca pada pengalaman masa lampau itu, pastur-pastur Katolik yang
> > datang ke daratan Tiongkok di kemudian
> > hari (Matthew Ricci dkk) lebih pandai beradaptasi dengan budaya lokal.
> > Dengan berjubah pendeta Taois mereka memberi kotbah dalam bahasa
> > Mandarin, bangunan gereja pun ditata dalam arsitektur dan ornamen
> > ketionghoaan. Bahkan sembahyang leluhur dengan hio pun tidak diharamkan,
> > asal tidak dilakukan di paroki.  Hal serupa juga dipraktekkan di
> > Indonesia, walau masih dalam cekaman rezim rasis Orde Bau dulu, misalnya
> > paroki Santa Maria de Fatima (Toa Se Bio)  yang di Petak sembilan serta
> > yang di Mg Besar Jakarta tidak pernah putus menyelenggarakan misa Sincia
> > setiap tahun sepanjang masa kekuasaan rezim Orde Bau. Dalam terminologi
> > antropologi budaya, apa yang dilakukan Matthew Ricci dkk iktulah yang
> > saya maksud "metode Inkulturasi", masuk dan meleburkan diri ke dalam
> > lingkup budaya lokal, dan menjadi bagian dari budaya itu. Ini pula yang
> > pernah dilakukan oleh rahib-rahib Buddhis  di Tiongkok yang asalnya dari
> > India, sampai-sampai hari ini orang sudah lupa lagi tanah asal agama
> > Buddha adalah di India.
> > 
> > Mengapa rekan-rekan pendeta anti budaya Tionghoa yang disinyalir oleh
> > beberapa rekan di milis ini tidak mau berkaca dan bercontoh pada
> > saudara-saudara Katolik untuk berinkulturasi pada budaya Tionghoa dalam
> > karya mereka?
> > 
> > Oh ya, mohon jangan salah mengerti lagi, pendeta yang saya maksud adalah
> > yang disinyalir anti budaya Tionghoa oleh rekan-rekan. Bukan
> > keseluruhan!! Jangan nanti saya disalahi lagi.
> > 
> > 
> > 
> > Salam,
> > 
> > 
> > 
> > Erik
> > 
> > 
> > In budaya_tionghua@yahoogroups.com, beng mazmuri <bengmaz@> wrote:
> > Dear all members,..
> > 
> > Saya baru brapa bulan mengikuti milis BT,  Senang sekali bisa
> > mendapatkan banyak pengetahuan tentang hal2 yg berhubungan dng
> > kebudayaan Tionghoa, baik dari sisi sejarah, sosial ,,filosophi ,mitos
> > dan implikasi untk kehidupan sehari2
> > ------------------------------------------------------------------------\
> > ------------------------------------------------------------------------\
> > ------------------------------------------------------------------------\
> > -----
> > > 6. Saya ingin menyanggah sedikit pernyataan Sdr Eric, adalah tidak
> > betul bhw misi penyebaran agama kristen pd awal2 misionaris yg di
> > pelopori oleh orang2 barat , salah satunya adalah untk memberangus
> > kebudayaan lokal, setempat yg sudah berakar kuat sebelumnya. Misi mrk yg
> > terutama dalah pendidikan dan kesehatan, siapa yg mau memperhatikan
> > mrk..? ( suku2 atau masyarakat yg dianggap terbelakang, bahkan kanibal
> > ). Saya sedih ktk ada pihak2 yg menyerang mrk, dng alasan , mendirikan
> > sekolah2 atau rumah sakit, hanya kedok belaka , semata mata untk
> > menyebarkan agama kristen atau "brain washing ", Prinsip utama dlm ke
> > kristen an adalah "KASIH ".
> > 
> > Salam....
> >
>


Reply via email to