Mungkin jika mengalami sendiri gimana keluarga pecah, anak n ortu musuhan, adik dan kakak ga saling nyapa, hanya gara2 yg sudah " tobat" mengajak yg laennya "tobat" dan tidak diikuti bahkan banyak yg sampe meninggalpun masih "bermasalah" maka akan tau kenapa org antipati terhadap kiprah kristen n budaya tionghoa. -----Original Message----- From: jackson_ya...@yahoo.com Date: Wed, 16 Dec 2009 12:13:35 To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: nDableg ( ikut nimbrung ).
Saya dari lahir kristen dan baru 5 tahun ini jadi buddhist. Sejak kecil selama 24 tahun sudah beberapa kali pindah gereja. Dari smua gereja hanya katolik yang ajarannya murni dan sesuai firman ( kasih yang terutama ) Kalau kristen non kharismatik juga bagus hampir mirip katolik mengutamakan kasih juga hanya sedikit "fanatik" Kristen kharismatik (berbahasa roh) wahhh tiap gereja kharismatik ajarannya beda2 tergantung pendetanya. Kasih nomor 2 hanya iman yang menyelamatkan (tujuannya cari selamat aja) Tapi yang saya lihat dari ketiganya yang paling di berkati oleh tuhan gereja kharismatik (berbahasa roh) para pendetanya benar2 di beri kelimpahan berkat, mobil dan rumah nya mewah2. Semua tulisan saya ini hanya pendapat pribadi belum tentu benar. Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...! -----Original Message----- From: "Erik" <rsn...@yahoo.com> Date: Wed, 16 Dec 2009 10:34:43 To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com> Subject: [budaya_tionghua] Re: nDableg ( ikut nimbrung ). Selamat sore koh Beng, senang sekali jumpa lagi di milis ini! Saya rasa anda salah menangkap apa yang saya maksud dalam posting saya terdahulu itu. Memang tidak betul kalau dikatakan salah satu misi penyebaran agama Kristen pada awal misionaris barat adalah untuk memberangus budaya lokal setempat yang sudah berakar kuat sebelumnya. Saya kira kalimat dan bahasa saya tidak seperti itulah! Sebagai seorang Katolik yang pernah mengalami "brain washing' selama bertahun-tahun di STF Driyarkara, saya pun setuju dan menghayati benar bahwa tujuan utama para misionaris adalah menyebarkan kasih. Namun sebagaimana saya katakan sebelumnya, lewat studi perpustakaan (yang amat minim) serta pengamatan saya (yang amat dangkal pula) saya mendapatkan adanya semacam "Persepsi Yang Keliru" dari misionaris barat pada awal kedatangan mereka ke ladang Timur kita ini. Persepsi yang keliru itu adalah bahwa "keterbelakangnya bangsa-bangsa Timur disebabkan oleh belenggu budaya yang masih primitip serta kepercayaan takhyul! " Tentu persepsi keliru itu bukan monopoli para misionaris, karena itulah pandangan hampir seluruh masyarakat barat pada zamannya dulu itu! Namun implikasinya pada misionaris ketika mereka berkarya di ladang Timur kita ini, berakibat fatal yakni peragaan "Arogansi Kultural". (Mohon diperhatikan, yang saya maksud AROGANSI KULTURAL bukan arogansi sikap, tetapi arogansi pendangan walau mereka tetap tampil dengan sikap yang sopan dan rendah hati). Saya pun setuju bahwa banyak sekali jasa-jasa yang telah disumbangkan oleh para misionaris barat bagi kita masyarakat Timur. Salah satu contoh yang bisa saya sebutkan adalah Matthew Ricci yang berjasa mengajarkan dan menterjemahkan kitab-kitab ilmu pengetahuan alam dan ilmu pasti dari barat ke dalam bahasa Mandarin. Tanpa jasa beliau, saya kira bangsa Tionghoa tak mungkin bisa mencapai kemajuan sepesat hari ini dalam bidang IPTEK. Namun demikian, koh Beng! Situasinya kita di Indonesia sekarang sudah berubah pasca era reformasi. Banyak sekali sekolah-sekolah yang dikelola Yayasan Kristen berlomba-lomba menyelenggarakan kursus bahasa Mandarin, bahkan saya tahu dan saya kenal ketua yayasan beberapa sekolah Kristen yang mengharuskan siswa berbahasa Mandarin pada hari-hari tertentu, di samping bahasa Inggris pada hari-hari lain. Bukan cuma itu, teman kita pak Kukuh dan juga instruktur kaligrafi dan Chinese painting asal Nanjing Tiongkok pun adalah umat Nasrani yang sangat getol mendalami dan memperkenalkan budaya Tionghoa ke mana-mana. Sebagaimana telah saya singgung pada posting terdahulu. Pemberangusan budaya Tionghoa oleh lembaga-lembaga agama di Indonesia juga terkondisikan oleh kebijakan rezim rasis Orde Bau yang anti Cina selama lebih 30 tahun lalu. Saya yakin dan percaya (sebab saya mendapat pelajaran dan latihan itu di STF Driyarkara) bahwa lembaga agama Kristen tahu dan paham akan metode inkulturasi dalam misi pengabaran injil. Namun, dalam situasi yang serba curiga dan anti Cina pelaksanaan metode inkulturasi yang mengakui eksistensi budaya Tionghoa bukanlah sebuah pilihan yang menguntungkan waktu itu di Indonesia. Namun demikian, yang saya sesalkan adalah di samping keterpaksaan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan anti Cina rezim Orde Bau, ada juga beberapa lembaga Kristen yang dikelola justru oleh orang Tionghoa (entah dengan maksud dan tujuan apa?) justru dengan sengaja membentur-benturkan budaya Tionghoa dengan Injil, dan hal itu tetap berlangsung sampai hari ini, sebagaimana yang disinyalir oleh beberapa rekan di milis ini. Beda halnya dengan Katolik. Agama Katolik yang pernah masuk ke daratan Tiongkok jauh sebelum zaman Yuan pernah menelan pil pahit gara-gara tidak menghargai budaya lokal. Agama Nasrani yang pada zaman itu dikenal dengan nama Jing Jiao pernah mengalami masa-masa kejayaan di Tiongkok berkat keberhasilan mereka mendekati para bangsawan dan inner-circle kerajaan. Tetapi naasnya, hanya gara-gara melarang umatnya memelihara meja abu leluhur dan melaksanakan beberapa upacara tradisional, agama Jing Jiao pun dilarang oleh raja yang merasa tersinggung, para pastur bule harus minggat dari Tiongkok diusir oleh kerajaan dan pastur lokal pun dipaksa lepas jubah. Nah, berkaca pada pengalaman masa lampau itu, pastur-pastur Katolik yang datang ke daratan Tiongkok di kemudian hari (Matthew Ricci dkk) lebih pandai beradaptasi dengan budaya lokal. Dengan berjubah pendeta Taois mereka memberi kotbah dalam bahasa Mandarin, bangunan gereja pun ditata dalam arsitektur dan ornamen ketionghoaan. Bahkan sembahyang leluhur dengan hio pun tidak diharamkan, asal tidak dilakukan di paroki. Hal serupa juga dipraktekkan di Indonesia, walau masih dalam cekaman rezim rasis Orde Bau dulu, misalnya paroki Santa Maria de Fatima (Toa Se Bio) yang di Petak sembilan serta yang di Mg Besar Jakarta tidak pernah putus menyelenggarakan misa Sincia setiap tahun sepanjang masa kekuasaan rezim Orde Bau. Dalam terminologi antropologi budaya, apa yang dilakukan Matthew Ricci dkk iktulah yang saya maksud "metode Inkulturasi", masuk dan meleburkan diri ke dalam lingkup budaya lokal, dan menjadi bagian dari budaya itu. Ini pula yang pernah dilakukan oleh rahib-rahib Buddhis di Tiongkok yang asalnya dari India, sampai-sampai hari ini orang sudah lupa lagi tanah asal agama Buddha adalah di India. Mengapa rekan-rekan pendeta anti budaya Tionghoa yang disinyalir oleh beberapa rekan di milis ini tidak mau berkaca dan bercontoh pada saudara-saudara Katolik untuk berinkulturasi pada budaya Tionghoa dalam karya mereka? Oh ya, mohon jangan salah mengerti lagi, pendeta yang saya maksud adalah yang disinyalir anti budaya Tionghoa oleh rekan-rekan. Bukan keseluruhan!! Jangan nanti saya disalahi lagi. Salam, Erik In budaya_tionghua@yahoogroups.com, beng mazmuri <beng...@...> wrote: Dear all members,.. Saya baru brapa bulan mengikuti milis BT, Senang sekali bisa mendapatkan banyak pengetahuan tentang hal2 yg berhubungan dng kebudayaan Tionghoa, baik dari sisi sejarah, sosial ,,filosophi ,mitos dan implikasi untk kehidupan sehari2 ------------------------------------------------------------------------\ ------------------------------------------------------------------------\ ------------------------------------------------------------------------\ ----- > 6. Saya ingin menyanggah sedikit pernyataan Sdr Eric, adalah tidak betul bhw misi penyebaran agama kristen pd awal2 misionaris yg di pelopori oleh orang2 barat , salah satunya adalah untk memberangus kebudayaan lokal, setempat yg sudah berakar kuat sebelumnya. Misi mrk yg terutama dalah pendidikan dan kesehatan, siapa yg mau memperhatikan mrk..? ( suku2 atau masyarakat yg dianggap terbelakang, bahkan kanibal ). Saya sedih ktk ada pihak2 yg menyerang mrk, dng alasan , mendirikan sekolah2 atau rumah sakit, hanya kedok belaka , semata mata untk menyebarkan agama kristen atau "brain washing ", Prinsip utama dlm ke kristen an adalah "KASIH ". Salam....