Apa yang diajukan bung Liang sangat jitu. Itulah namanya perdagangan, dimana 
ada untung baru bisa jalan. Agar orang suka dan lebih banyak pengusaha 
menanamkan modalnya dinegeri ini, tentu harus menciptakan syarat-syarat yang 
lebih baik agar pengusaha bisa dapatkan untung dan usahanya berrkembang baik. 
Prinsip kapitalis dimana saja tentu sama, yaitu, gunakan modal sekecil mungkin 
untuk dapatkan keuntungan sebesar mungkin. Dimana dia melihat bisa dapatkan 
keuntungan lebih besar, kesitulah dia pergi. Tidak mungkin dicegah. Juga tidak 
mungkin orang dituntut tunjukkan partiotisme-nya untuk pertahankan usahanya di 
Indonesia, dengan menanggung jatuh rugi atau kurang beruntung. Disinilah peran 
Pamerintah yang berkuasa untuk memperbaiki syarat-syarat penanaman modal, untuk 
berusaha dinegeri ini. Pertama bersihkan birokrasi Pemerintah, beresin 
pungutan-liar yang merajalela selama ini; kedua, benahi itu listrik yang tidak 
stabil, byar-pet melulu tentunya sangat mengganggu produksi; ketiga, kurangi 
buruh berdemo, tidak masuk kerja, aksi mogok, dst., ... peraturan-peraturan 
yang kurang menguntungkan lancarnya berusaha dinegeri ini.

Dalam pelaksanaan AFTA, sebenarnya saja tidak mungkin kita kalah disegala 
bidang. Pasti ada juga keunggulan dinegeri ini dibanding dengan Tiongkok. 
Berdasarkan keterangan seorang kawan, pabrik tekstil di Indonesia, juga tidak 
semuanya akan kalah bersaing dengan produksi Made In CHina. Dibagian produksi 
baju-dalam berkwalitas rendah, misalnya Indonesia mungkin kalah, tapi dalam 
produksi tektil yang halus dan berkwalitas tinggi dengan motive-motive 
tersendiri, Indonesia tetap bisa bertahan melawan saingan Made In China itu. 
Itu yang katanya terjadi beberapa tahun terakhir ini. Tidak semua pabrik 
tekstil dimatikan oleh Made In China!

Seperti halnya dengan Thailand, Indonesia juga bisa kembangkan dan tingkatkan 
perkebunan buah-buahan dan sayuran tropik, yang jelas di Tiongkok tidak ada. 
Menjual buah-buahan merebut pasaran di Tiongkok. Dan ambil keuntungan lebih 
bersar disitu, seperti yang dilakukan Thailand. Jadi, Pemerintah harus siap 
hadapi globalisasi yang sedang bergulir, tidak berteriak masuknya barang 
produksi Tiongkok akan mematikan pabrik lokal. Itulah pertanyaan bung Erik, 
kalau barang produksi Made In China bisa masuk pasaran Indonesia, kenapa tidak 
Made In Indonesia masuk pasaran Tiongkok. Dalam hal ini kita mungkin saja 
kalah, tapi dalam hal lain masih bisa menang, kan. Dan setiap perjanjian 
perdagangan 2 negara itu dasarnya saling menguntungkan. Barang Made In CHina 
tidak masuk, apa dikira barang Made in Viet Nam, Made In Thailand, Made In 
Malaysia tidak akan masuk?Tapi, kalau kita tidak mengikuti permainan 
globalisasi ini, mengurung diri atau menutup AFTA dengan Tiongkok apa tidak 
berarti negeri ini akan terus terbelakang, tidak bisa maju-maju? Atau dengan 
kata lain, tetap membiarkan Indonesia diperas habis-habisan sebagaimana terjadi 
selama lebih 60 atahun ini oleh imperialis AS dan negara Eropah, terutama dalam 
penyedotan kekayaan bumi alam.

Salam,
ChanCT

  ----- Original Message ----- 
  From: liang u 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, January 07, 2010 6:35 PM
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Pandangan Anda tentang AFTA ? (Pro Jackson 
dan Anthony)





  Saya nimbrung sedikit. Pengalaman saya waktu lalu, tahunnya lupa, tapi 
Tiongkok baru membuka diri. Ada pengusaha Indonesia yang pergi menanam modal di 
sana. 
  Seorang mahasiswa di Jakarta datang bertanya kepada dosennya yang pribumi 
asli.  Karena kebetulan saya ada di situ, jadi ikut mendengar. Pertnyaannya:
  "Mengapa kita biarkan pengusaha Indonesia yang Cina (sesuai istilah yang 
digunakan si penanya) menanam modal di Cina, padahal kita kekurangan modal?"
  Sang dosen menjawab:  "Loh, waktu lalu anda bilang, modal asing di Indonesia, 
hanya menyebabkan kita miskin, sebab keuntungan dibawa ke sana, ke US, ke 
Belanda dll. Rakyat tetap menderita. Jadi menurut anda modal asing 
menguntungkan negeri yang menanam modal merugikan negeri yang ditanami modal. 
Sekarang pengusaha kita menanam modal di Cina, harusnya kita yang untung, Cina 
yang rugi. Koq sekarang jadi terbalik?'  Si penanya mulai agak panik, "Ya, pa, 
tapi faktanya begitu“ 。"Begini, " sang dosen dengan sabar melanjutkan" Kalau 
ditanami modal rugi, menanam modal rugi, itu artinya kta yang bodoh. Bisnis 
bisa terlaksana hanya kalau kedua pihak untung. Sama dengan kalau kita belanja, 
pembeli dan penjual harus diuntungkan, pembeli merasa kebutuhannya dipenuhi dan 
penjual mendapat laba. Kalau salah satu pihak merasa dirugikan, bisnis tak 
jalan. Kalau pembeli merasa dirugikan ia tak akan datang lagi belanja ke sana. 
Kalau si penjual merasa rugi, ia tidak akan menjual lagi. Setuju?"  Mahasiswa 
dengan segan mengangguk juga.  "Mahasiswa kita banyak yang kurang berfikir 
maunya emosi saja,' katanya kepada saya.
  Sayang peristiwa simple yang terjadi 20 tahun yang lalu, sampai saat ini 
masih belum dipahami oleh sebagian dari kita. Atau memang kita senang jalan di 
tempat?
  Persetujuan perdagangan bebas ditandatangani sudah lama, mengapa kita tidak 
menyiapkan diri? 
  Kalau kita ke Guangzhou sudah ada puluhan ribu orang Afrika Hitam tinggal di 
sana. Di Yiwu, kota yang menjadi pasar consumer product terbesar di Tiongkok 
banyak saudagar orang Arab dari Irak. Lalu mengapa orang Indonesia tak bisa? 
Mungkin ada yang menjawab, ada yang bisa tapi Cina lagi. Inilah akibat 
kebijakan pemerintah yang cupat. Berbeda politik , mengapa bahasanya yang harus 
diboikot. Kalau anti komunis mengapa harus anti huruf Tionghoa?  Bahasa itu tak 
ada salahnya, dipakai menyebar paham komunis bisa, dipakai menyebar politik 
anti komunis bisa. Tapi kita "lugu" , bahasanya dilarang. Akibatnya orang Arab 
bisa bisnis di sana, orang Afrika bisa bisnis di sana, orang Indonesia 
kebingungan. 
  Sudahlah, yang sudah lalu tak perlu dibicarakan, percuma sudah lewat. Kita 
lihat sekarang saja. Apakah sikap kita sudah berubah? Yah, tapi belum 
menyeluruh, kalau sudah berubah total, hari ini tak akan ada yang ribut masalah 
ini.
  Sdr.Siswanto, saya tak menyerang anda, tapi mengeluhkan mengapa kita tidak 
mau bergerak maju?
  Salam
  Liang U



------------------------------------------------------------------------------
  From: Erik <rsn...@yahoo.com>
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Sent: Thu, January 7, 2010 1:19:57 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Re: Pandangan Anda tentang AFTA ? (Pro Jackson dan 
Anthony)

    

  Nampaknya diskusi ttg  AFTA sudah mereda ya? Saya mohon maaf kalo posting 
saya ini munculnya terlambat. Belakangan ini memang agak sibuk, tapi karena 
sudah janji pada bung Jakcson untuk memberi pendapat (sekaligus klarifikasi 
ungkapan Absurd yang diprotres bung Anthony) saya sempatkan bikin oret-oretan 
sedikit di sini.

  Bung Anthony, yang mampu membungkam orang berbicara di sini adalah para 
moderator, bukan saya. Apa lagi hanya dengan  ungkapan "Absurd" langsung orang 
bisa dibungkam, wah anda terlalu merendahkan bung Jackson kalau gitu!! Tidak 
ada sama sekali maksud membungkam dari saya, apa lagi merendahkan bung 
Jackson!! Lalu, mengapa saya katakan pendapat bung Jackson absurd? Karena bagi 
saya, (mohon maaf ya, Jackson) pendapat beliau itu terkesan sangat 
menyederhanakan permasalahan, seakan penyebab dampak negatif AFTA adalah 
gara-gara hadirnya pedagang eceran dari China. Padahal dampak negatif (kalau 
memang ada) itu tetap akan ada, bahkan seandainya pedagang eceran dari China 
itu diusir semua. Produk Made In China tetap akan membanjiri pasaran Indonesia 
lewat importir lokal, dengan potensi melemahkan dan akhirnya membangkrutkan 
industri lokal yang berdampak pada meningkatnya pengangguran. Dan itulah 
permasalahannya yang harus kita hadapi!! Dan untuk itu, pada posting lalu saya 
minta pencerahan rekan miliser yang ahli ekonomi makro.

  Saya tidak menafikan pandangan ngkoh ABS bahwa kebijakan AFTA adalah satu 
paket yang membebaskan keluar masuknya produk dan juga para pekerja profesional 
antar negara penanda-tangan AFTA. Tapi, menurut saya (secara bodoh dan 
subyektif) yang paling krusial di depan mata kita adalah membanjirnya produk 
China berharga murah yang sudah mengamcam sektor riil kita.  Para ahli ekonomi 
(seperti Aviliani, Faisal Basri dll) pernah mensinyalir bahwa perekonomian 
Indonesia 70% ditopang oleh sektor informal, hanya 30% dari sektor formal 
(termasuk di dalamnya sektor industri). Apa jadinya kalau industri kita yang 
cuma 30%  ini bukannya meningkat tapi justru gulung tikar satu per satu akibat 
kalah saing dengan poduk China yang terus membanjiri pasaran Indonesia? 

  AFTA khan sudah dicanangkan jauh sebelum ini. Mengapa negara ASEAN lain siap 
dan kita tidak? Padahal kita adalah yang terbesar (secara geografis dan juga 
demografis) di antara mereka? Apalagi ditunjang dengan Sumber daya Alam yang 
kaya?  Apa yang salah dari kita?? Kalau produk made in China bisak masuk ke 
pasar Indonesia, mengapa produk kita (yang teoritis juga bebas masuk ke China) 
tidak berbuat hal yang sama? Kalau modal pengusaha China bisa bebas ditanamkan 
di pelbagai sektor riil kita, kenapa kita tidak bisa berbuat hal yang sama? 
Kenapa pula pengusaha Indonesia yang (dulu pernah) berinvestasi ke China 
dituding tidak nasionalis dan melarikan modal ke luar negeri?? Itulah sekelumit 
kegamangan saya (sebagai rakyat kecil) yang menghadapi AFTA, sementara 
pemerintah dan elite politik kita malah tenang tak bereaksi, bahkan masih terus 
aja asyik dalam permainan politik promodial memperebutkan kepentingan pribadi 
dan kelompok. 

  Pepatah Tionghoa katakan "Kalau yang di kuali sudah siap, tak perlu khuatir 
yang di mangkok kita masing-masing tidak kebagian". Jadi, kalau secara makro 
kita sudah siap, gak usah khuatir dengan hadirnya pedagang eceran dari mana 
pun. 

  Salam,



  Erik

  ------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------- 
--------- --------- --------- --------- --------- --

   In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "anthonyrayindra" <anthonyrayindra@ 
...> wrote:
  Sorry ya... walaupun menurut pak Erik AFTA itu 'level makro', menurut saya 
tidak ada salahnya sdr Jackson mempertanyakan dampaknya pada 'ekonomi mikro', 
terutama yang mungkin sudah ia hadapi sehari-hari.
  Faktanya memang ada pedagang dari RRT yang langsung berjualan di sini. 
  Tidak apa2 toh mengajukan pertanyaan, rasanya tidak perlu langsung membungkam 
dengan mengatakan pertanyaan itu absurd. Masak bertanya saja tidak boleh... 
Kalaupun pak Erik tidak setuju dengan pertanyaannya, rasanya ada kata lain 
untuk berpendapat, tidak perlu menggunakan kata-kata yang galak. 

  > Kalau saya pribadi, masih 'wait and see' tentang AFTA ini. Teorinya sih 
bagus, karena kita (harusnya) mendapat akses ke pasar yang jauh lebih luas, dan 
contoh penyatuan Uni Eropa juga berjalan baik........ ......... ......... 
......... ......... ......... ......... ......... ......... .......... 
......... ......... ......... ......... ......... ......... ......... ......... 
.. 
  >





  


------------------------------------------------------------------------------



  Internal Virus Database is out of date.
  Checked by AVG - www.avg.com 
  Version: 9.0.722 / Virus Database: 270.14.123/2593 - Release Date: 12/30/09 
03:14:00

Reply via email to