Date sent: Tue, 15 Aug 2000 07:58:27 -0500 (CDT)
Send reply to: [EMAIL PROTECTED]
From: "King JoJon" <[EMAIL PROTECTED]>
To: Multiple recipients of list <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: Amandemen UUDS
Ada beberapa pertanyaan anda yang tidak saya jawab dengan baik
jadi saya susulkan.
>
> Rasanya gue pernah bilang setuju dulu bahwa Dekrit 1959 itu tidak sah.
> Dan konsekuensinya, UUD 45 yang "dkembalikan" juga tidak sah.
> Sampai sejauh itu gua masih setuju.
>
> Soalnya adalah apakah Majelis sejenis Dewan Konstituante itu mesti
> dipaksakan supaya ada?
Penyusunan UUD - secara umum - tidak mesti oleh Dewan
Konstituante.
Ada prosedur lain, seperti UUD yang disusun oleh sebuah panitia
lalu disahkan oleh pemilih melalui referandum, atau lembaga
legislatif pilihan rakyat yang legal dan legitim.
Sepanjang yang menyangkut Indonesia, Pembentukan Dewan
Konstituante adalah tututan UUDS 50.
Dan tuntutan UUDS 50 itu paling sesuai dengan semangat
Rechtsstaat.
> Apa bedanya dengan MPR - yang difungsikan dan ditugaskan untuk mengamandemen
> UUD45 yang sudah karatan ketinggalan jaman?
>
MPR adalah lembaga UUDS45, yang diberlakukan kembali secara
illegal oleh Soekarno dulu.
Keruh air dibula'an, keruh pula air di muara: apapun yang keluar
dari Dekerit 5 Juli itu, artinya juga MPR, adalah keruh.
Membiarkan MPR befungsi, apapun fungsinya, hatta menyusun UDD,
dari segi Rechtsstat adalah salah.
> Memang kalau mau bener-beneran sih - mesti mundur ke periode sebelum Dekrit.
> Tapi apa manfaat praktisnya?
>
Berpegang kepada prinsip itu tidak selalu praktis.
> Toh, masyarakat berjalan menuju kedepan, tidak mundur kebelakang.
> Perubahan sosial selalu terjadi di dunia manapun secara periodik dan sejalan
> dengan waktu yang maju terus. Ini tidak bisa dihindari.
>
Kembali sama sekali tidak bisa, karena hampir tidak ada lagi
anggota Dewan Konstituante yang masih hidup.
Yang bisa dilakuan sebaliknya adalah diselenggarakannya
pemilihan Dewan Konstiante yang baru dengan memakai UU pemilihan
umum yang berlaku tahun 1955 oleh lembaga legitim, artinya yang
tidak lahir dari rezim yang berdasarkan UUD45.
Dulu, ketika Soeharto baru lengser kemungkinan itu ada bila
dibentuk semacam Dewan Peralihan yang didukung oleh semua
kekuatan politik, kecuali pendukung Orde Baru, dengan tugas
khusus untuk menyelenggarakan pemilihan umum berdasarkan UU yang
berlaku tahun 1955.
Kesempatan itu telah hilang.
> Soekarno sudah mati. Soeharto sudah lengser, bentar lagi juga koit :-(
> Yang menentukan Indonesia sekarang adalah generasi yang dominan berusia
> muda. Yang sering tiak peduli apa itu Dekrit.
>
> Yang duduk di MPR/DPR sekarang adalah mereka yang terpilih lewat pemilu yang
> relatif OK.
Tapi illegal.
> Sekalipun masih ada pemain lama, tapi yang gaek-gaek ini lama
> kelamaan juga minggir. Kalah sama zaman. Realitas politik sekarang
> di Indonesia adalah seperti itu. Sekarang masih campuran, tapi 1
> atau 2 periode lagi yang muda akan perkasa. Jadi biarlah
> mereka-mereka yang tua dan yang muda ini berinteraksi. Saling adu
> thesis dengan antithesis untuk menghasilkan suatu sintesis dimasa
> datang. Itu kan yang dicanangkan oleh metode dialektik Hegel. Selama
> masa transisi ini biarlah mereka berproses.
>
> Dimasa Soeharto, UUD 45 merupakan barang suci yang tidak boleh diutak-atik.
> Sekarang, UUD 45 itu sudah menjadi barang mainan yang diutak-atik sana sini.
> "Tidak ada yang tidak bisa diubah, selama itu buatan manusia" kata mereka.
>
> Jadi biarlah para legislatur ini - yang dipilih lewat pemilu yang sah dan
> diterima oleh semua orang - diberikan kebebasan untuk merubah-rubah UUD 45
> yang kata anda adalah produk cacat agar bisa menjadi produk yang lebih baik.
> Kalau masih kurang baik, yah perbaiki lagi. Begitu seterusnya.
>
> Kembali ke pertanyaan anda di awal diskusi : Siapakah yang memberi wewenang
> kepada MPR untuk merubah UUD 45?
> Gue sudah jawab dan sudah berikan penjelasan yaitu: UUD 45 sendiri yang
> memberikan wewenang di pasal 37.
>
> Soal UUD 45 nya sendiri itu sah apa tidak, itu tidak dipertanyakan dan
> rasanya sudah tidak relevan lagi untuk ditanya di jaman sekarang.
>
Buat ahli hukum ketataa negaraan masih relevan.
>
>
> Salam,
> KJJ
Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo
=====================================
* Ijtihad untuk mencerdaskan ajaran Islam yang sekarang ini penuh ketololan,
kedunguan, kegoblokan dan kebodohan
* Ijtihad untuk memanusiawikan ajaran Islam yang sekarang ini biadab, keji dan nista