Bung Kiky dan mas Adyanto,
Masalah penghunian rumah dinas di lingkungan TNI sudah lama bermasalah dan 
tidak pernah ada penyelesaian.  Padahal di lingkungan dinas instansi yang bukan 
TNI (baca : PNS)  hal seperti ini tidak pernah terjadi karena aturan yang ada 
ditindak lanjuti secara bijak.
Masalah ini sebetulnya sudah sampai kepada presiden, sehingga untuk memberikan 
jalan penyelesaian Presiden SBY mengeluarkan Peraturan Presiden yang baru, 
yaitu Peraturan Presiden RI No. 11 Tahun 2008, yang sebetulnya merupakan 
pengulangan/penegasan dari UU RI no. 72 tahun 1957 tentang penjualan 
Rumah-Rumah Negeri ,  dan Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1994 yang telah 
diubah dengan PP No.31 tahun 2005 tentang Rumah Negara.
Namun bagaimana mungkin aturan ini akan jalan kalau instansi yang membawahi 
tidak mau memprosesnya. Saya tidak tau apakah karena dalam peraturan itu hanya 
menyebut Pegawai Negeri   (bukan PNS - ulangi - bukan PNS),  tidak secara 
eksplisit menyebut Prajurit TNI.
Rasanya tidak terlalu keliru kalau banyak kalangan yang berpendapat bahwa  ada 
perasaan iri dan dengki dari para yunior kepada seniornya dengan alasan yang 
tidak jelas.  Lebih miris lagi, melihat tayangan penggusuran paksa terhadap 
keluarga purnawirawan di media (TV dan suratkabar), yang notabene adalah para 
pejuang pendahulu mereka,  para pejabat teras di lingkungan TNI tetap 
bergeming. Tidak sedikitpun nuraninya tersentuh untuk berbuat sesuatu, berupaya 
menyelesaikan masalah secara bijak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Wong 
peraturannya juga sudah ada ..
 /Joko
 
--- Pada Sel, 26/1/10, Adyanto Aditomo <adyantoadit...@yahoo.co.id> menulis:


Dari: Adyanto Aditomo <adyantoadit...@yahoo.co.id>
Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Gus Dur Pahlawan Nasional, Suharto 
Penjahat Nasional!
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 26 Januari, 2010, 5:47 PM


 



Bung Kiky,
 
Ayah saya itu Pegawai Negri Sipil yang menempati Rumah Dinas.
Pada akhir th. 1960'an, ada kebijakan bagi Pegawai Negri yang tinggal di Hotel 
atau Mess atau Bangunan yang akan digunakan oleh Pemerintah, diminta keluar 
dari tempat hunian tersebut dan diberi ganti rugi uang, dimana jumlahnya cukup 
untuk membeli rumah pribadi yang layak.
Peraturan tersebut berlaku bagi Pegawai Negri Sipil dan Militer (karena banyak 
famili dan rekan saya yang Militer juga mendapatkan fasilitas yang sama dengan 
Pegawai Negri Sipil).
Pada akhir th. 1970'an dan 1980'an ada Peraturan Pemerintah yang membolehkan 
Rumah Dinas (istilahnya status Rumah Klas 2) dirubah menjadi Rumah Pribadi bagi 
Pegawai Negri Sipil & Militer dengan cara merubah status Rumah Klas 2 menjadi 
status Rumah Klas 3 (Rumah Pribadi).
Beberapa rekan dan famili saya yang menempati Rumah Dinas karena statusnya 
tetap Rumah Klas 2 (Rumah Dinas) dan tidak boleh dirubah menjadi Klas 3, 
umumnya mereka diberi bantuan untuk bisa mencicil Rumah Pribadi dengan subsidi 
dari Pemerintah (uang muka dijamin pemerintah dan cicilannya sangat ringan).
Ini berlaku bagi rekan dan famili saya yang Pegawai Negri Sipil maupun Militer.
 
Pertanyaan saya:
Mengapa masih banyak kasus penghuni Rumah Dinas khususnya Militer yang harus 
digusur secara paksa padahal mereka umumnya sudah menempati Rumah Dinas 
tersebut sejak 1970'an dan 1980'an???
Bukankan mereka seharusnya mendapatkan Rumah Pribadi yang disubsidi oleh 
Pemerintah?? ?
 
Salam,
 
Adyanto Aditomo

Kirim email ke