Bung Iljas,
Ya, saya memang kekurangan vitamine B dan D.
Beberapa tahun yang lalu, seorang teman mengingatkan saya.
saya pasti kekurangan vitamine B, karena saya bertahun tahun
pakai methformine untuk diabetes saya.
Waktu saya ke Jerman untuk second opinion apa saya harus dioperasi
untuk hernia di punggung bawah dan kanal stenose, dokter dari Indonesia,
lulusan Belanda, kerja di Jerman, bilang jangan, latihan fisik saja untuk
kuatkan otot punggung dan perut. Kemudian dia bilang saya harus disuntik
neurobion, campuran Vitamine B1, B6, B12  dua kali seminggu selama 9
minggu, dan kemudian sekali seminggu selama seminggu, sampai ujung2
jari kaki bisa pulih rasa. Dia bilang, saya sudah pakai lama methformine,
jadi
kalau tablet neurobion tidak akan bermanfaat, karena tidak bisa diserap oleh
usus. Tetapi di negeri Belanda tidak bisa beli obat untuk neurobion. Harus
belinya
di jerman. Apotik Jerman kirim obat suntikannya ke saya, dan saya bayar
seterimanya.
Yang nyuntikkan waktu itu Siauw Maylie.
Lalu saya baca dari Google tentang vitamine D, dan orang Asia di Belanda
banyak yang
kekurangan vitamine D, apalagi berusia lanjut. yang lalu bisa mudah kena
cancer.
Saya ke huisarts saya, terus dia beri surat untuk analisa darah. Benar,
kurang sekali akan
Vitamine D. terus diberi tablet Ca dan vitamine D3. Dokternya heran, sudah
sebulan kok
sama sekali tidak ada perbaikan. Lalu diganti dengan vitamine D dalam
minyak, dosis tinggi.
Langsung terjadi perbaikan, dan sebulan sekali saya harus minum 2 ampules.
Kemudian saya tanya, apa saya ini tidak kekurangan vitamine B12,. Teman
mengingatkan saya
karena bertahun tahun pakai methformine. Dokternya langsung lihat di
internet. Betul
disebut begitu. Lalu beri surat untuk analisa darah. Benar kekurangan
sekali akan vitamine B12.
jadi tiap 2 bulan sekali disuntik oleh assistentenya.
Siang nanti ke fysiothrapeut. Mau dibehandel dubbel, jadi 2 X 20 menit.
Biasanya dia behandel saya
sampai 50 menit. Sisanya yang 10 menit, dia pakai isi laporan behandling.
Bertha juga susah jalan.
Kalau lagi sakit, saya kesakitan jalan. Tetapi kalau sedang sehat, saya
jalannya lebih cepat dari Bertha.
Ya, sekarang sering dijemput teman kalau ada undangan pesta. Didrop dulu di
depan restaurant, supaya
tidak kesakitan jalan. Kalau ada tempat parkiran, ya saya stuur sendiri.
Salam,
KH

Pada tanggal Sel, 26 Feb 2019 pukul 10.08 Tom Iljas <iljas...@yahoo.se>
menulis:

> Sangat prihatin mendengar bung Djie kena artrose.
> Saya punya seorang teman yg menderita penyakit yg sama. Ia mengatasinya
> dengan banyak berjemur. Setiap vacansi ia mesti ke Bali. Bukan untuk
> berlibur tetapi untuk berjemur. Katanya banyak membantu. Mungkin ada
> hubungannya dengan kekurangan vitamin D.
>
> Saya sendiri ada baik2 saja. Sehatnya lansia. Selagi bisa terbang sering
> bolak-balik ke Singapur dan Jakarta.
>
> Semoga bung Djie cepat sembuh. Salam untuk Berta,
>
> //Tom
>
> Den måndag 25 februari 2019 23:27:29 CET, kh djie dji...@gmail.com
> [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> skrev:
>
>
>
>
> Bung Ilyas,
> Ya, waktu cruise sepanjang pantai New Zealand itu keadaan saya waktu itu
> lumayan.
> Sudah sembuh dari hernia punggung bawah L4-L5 dan juga dar kanal stenose.
> Yang paling menggembirakan saya bisa janjian dan ketemu teman dekat.
> Meskipun tidak
> satu jurusan, dia dari Kimia murni, tetapi saya sering mampir ngobrol di
> empa kost dia, dan
> saya kenal semua eman2 seindekostnya.. 2 tahun yang lalu, saya dapat
> e-mail dari anaknya
> kalau dia meninggal, pagi-pagi dari bangun tidur, presis di ambang pintu
> kamar tidurnya.
> Waktu terakhir ngobrol di New Zealand itu, saya baru tahu kalau dia 3
> tahun lebih tua dari saya.
> Saya jadi heran, mengapa bisa begitu. Dia bilang, dulu di Garut sekolah
> Tionghoa, sekolahnya dibakar
> waktu Belanda mau masuk. Sampai 3 tahun, dilarang sekolah oleh kakeknya,
> karena tidak aman.
> Saya bilang, saya setahun tidak sekolah, sekolahannya dibakar habis,
> tetapi untung saya di rumah
> diajari paman saya. Masuk sekolah, boleh melompat dari klas 1 SD ke kelas
> 3.
> Ada teman sekuliah juga 2-3 tahun umurnya lebih tua karena ada yang pindah
> pindah sekolah, dari sekolah Tionghoa, ke sekolah Belanda, kemudian ke
> sekolah Indonesia.
> Ada juga satu teman, umur 16 tahun sudah masuk ITB, karena dia dari HBS.
> Ujian
> bahasa Indonesia untuk masuk ITB tidak lulus, tetapi ya ngerti, tidak ada
> persoalan. Waku
> lulus ITB, ITB nya lupa, tidak ada catatannya kalau dia masih harus ujian
> bahasa Indonesia......
> Teman se HBSnya, yang tidak seberani dia, masuk SMAK di Bandung dulu,
> ujian SMA lulus,
> baru masuk ITB.
> Punya teman ex HBS itu enak, waktu harus baca literatuur dalam bahasa
> jerman untuk praktikum.
> Saya sedang baca, sambil buka kamus. Dia lihat, dia langsung terjemahkan.
> Sampai sekarang
> bahasanya masih bagus, berani terjemahkan artikel ke bahasa Perancis, dan
> dimuat di Perancis.
> Kalau menang, mungkin Jokowi berani ambil kembali tanah2 yang terlantar
> dan menyetop pemberian
> konsesi baru HGU dan Hak Tanam tanaman industri.Kalau masalah HAM, saya
> kira tidak akan diusut
> secara hukum. Yang kasih perintah kan sudah mati semua atau sudah sulit
> dapatkan saksi2nya.
> Saya kira paling-paling pemerintah mengaku berbuat salah, melakukan
> tindakan berlebihan, lalu
> menganjurkan semua supaya dengan ikhlas saling memaafkan dan menjaga tidak
> terjadi lagi
> pelanggaran.
> Di Belanda dulu, dianggap satu petani perlu punya 16 ha tanah, baru bisa
> hidup cukup. Tidak tahu
> sekarang. Saya yang tahu, Kodam jatim punya tanah luas . Dulu bisa disewa..
> Sekarang saya susah jalan. Rupanya kena artrose di pinggul dan lutut. 3
> minggu lagi dokternya bau
> balik dari vakantie, mau beri keterangan dari foto apa benar begitu.
> Sementara saya dibehandel fysiotherapy, tiap minggu 2 behandeling ( 2 X
> setengah jam) . Kalau bisa,
> ya , supaya cepat sembuh. Dari assuransi saya dapatnya 27 kali dalam
> setahun + 12 kali kalau ada
> artrose. Jadi selebihnya mesti bayar sendiri.
> Bagimana keshatan bung. Baik-baik saja ?
> Salam,
> KH
>
>
> Pada tanggal Sen, 25 Feb 2019 pukul 18.14 Tom Iljas <iljas...@yahoo.se>
> menulis:
>
> Bung Djie,
>
> Bung menyinggung rencana cruise Laut Tengah mengingatkan saya pada Ocean
> Cruise Sydney – New Zealand kita bersama teman2 dari Los Angeles 4 tahun
> yang lalu. Sungguh suatu kenang2an indah. Saya masih ingat, dalam pelayaran
> Sydney ke Milford yg makan waktu satu hari penuh itu bung lebih banyak
> duduk di korsi malas ditepi kolam renang di deck paling atas, asyik membaca
> buku. Berkat bung, Berta dan teman2 baik dari LA itu yg selalu gembira satu
> minggu diatas kapal tidak terlalu menjemukan.
>
> Saya sengaja menyelipkan kata ”evaluasi” karena tentu ada perkebunan2
> menggunakan HGU itu yang produktif, dikelola secara sehat, efektif dan
> memberikan pemasukan berarti kepada Negara. Lahan2 HGU diluar itu sudah
> sewajarnya diambil kembali oleh Negara untuk di bagi2kan kepada petani.
>
> Sebenarnya ini hanyalah reforma agraria yang sangat sangat ringan, jauh
> dari jiwa UUPA. Dan sebenarnya kalau mau Pemerintah Jokowi bisa melakukan
> itu tanpa khawatir akan di cap BTI atau PKI. Karena tanah2 konsesi itu
> adalah milik Negara. Tetapi tidak, Jokowi dalam hal ini bersikap pasiv. Ia
> hanya *menunggu. *Menunggu pemegang konsesi2 besar itu akan dengan murah
> hati sukarela mengembalikan konsesinya kepada Negara. Ya, ndak bakal lah.
>
> Btw, akhir Januari yl saya menghadiri sebuah Seminar On Agroforestry and
> Its Contribution Towards Achieving SDGs (Sustainable Development Goals)
> yang diselenggarakan oleh KTH Royal Institute of Technology Stockholm. Seminar
> dihadiri oleh pakar2, para akademisi terkait, wakil2 Pemerintah dan
> pengusaha  Swedia, Indonesia dan negeri2 penghasil kelapa sawit lainnya
> dari Asia dan Amerika Latin. Sangat interesting. Sungguh masih banyak yg
> bisa dilakukan dibidang research, teknology, ilmu kimia, ilmu pertanian dan
> lain2, untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi hingga pengembangan
> agroindustri khususnya kelapa sawit tidak harus merambah tanah (hutan)
> baru.. Dari seminar juga terungkap masih sangat banyak industri dibidang
> ini yang beroperasi tidak searah dengan certification dan tidak
> berkontribusi untuk mencapai SDGs yang ditetapkan PBB. Khusus Indonesia,
> ton/hectar perkebunan kelapa sawit kita masih jauh dibawah Malaysia. Ampas
> kelapa sawitpun masih banyak yang belum dimanfaatkan.
>
>
>
> Salam
>
>
>
> //Tom
>
>
> Den måndag 25 februari 2019 13:14:38 CET, kh djie <dji...@gmail.com>
> skrev:
>
>
> Bung Iljas,
> Kalau Jokowi ngomong mau evaluasi saja untuk bagikan tanah konsesi ke
> rakyat, pasti
> bakal ribut, orang akan ketakutan kehilangan tanah konsesinya.
> Tidak tahu apa sudah saatnya untuk menyetop pemakaian tanah hutan untuk
> kelapa sawit,
> dan perkebunan kelapa sawit harus dioptimalkan, tidak boleh diperluas.
> Mungkin kalau tanah gambut diubah jadi perkebunan kelapa sawit, masih
> boleh.
> Yang bisa dilakukan dan sudah ada peraturannya, adalah tanah yang tidak
> diolah diambil
> kembali oleh negara ? HGU yang sudah habis waktunya, bisa dihutankan
> kembali, bisa dijadikan tanah transmigrasi dll.
> Kalau di Belanda jaman dulu, gambut itu ditambang, dikeringkan , dibikin
> briket, dijadikan
> bahan bakar. Mungkin untuk Pembangkit listrik tenaga uap ? Dulu semua
> serba sederhana,
> ngambilnya pakai perahu yang datar.
> Mungkin perlu dilakukan begitu di beberapa tempat, daripada setiap kali
> ada kebakaran,
> dan menimbulkan polusi asap.
> Di Belanda, bekas gambut yang diambil, jadi danau untuk rekreasi motor
> boot, zeilboot,
> perumahan di tepi danau, pemeliharaan ikan.
> Saya lihat orang Dayak di Kalimantan sudah bisa mengatasi kemungkinan
> kebakaran tanah
> gambut dengan bikin sumur boor. Gambut yang mulai agak kering, dengan
> kemungkinan terbakar
> disemprot air. Saluran2 air juga dibikin.
> Tahun ini kami nemani teman sekeluarga, anak, menantu dan cucu2nya dari
> Toronto cruise Laut
> Tengah. Ya, sekarang, kami sudah mulai sulit jalan, jadi ya cruise mungkin
> lebih cocok. Bisa enak ngobrol2
> Salam,
> KH
>
>
> Pada tanggal Sen, 25 Feb 2019 pukul 12.41 Tom Iljas iljas...@yahoo.se
> [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
>
>
>
>
> Kesan saya setelah mencermati pidato Jokowi: Benang merah pembangunan
> ekonominya adalah ekonomi kerakyatan. Bagus.
> Kritik saya:
> Di tengah2 pidatonya Jokowi menekankan ber-ulang2:
> " Jika ada konsensi besar yang mau mengembalikan konsesinya kepada negara,
> saya tunggu. Dan akan saya bagikan untuk rakyat kecil".
>
> Ini jelas ditujukan kpd Prabowo. Sekedar propaganda untuk meraih suara.
> Belum tentu niat tulus Jokowi untuk mem-bagi2kan tanah konsesi kepada
> petani dalam rangka program reformasi agraria.
>
> Kalau mau melaksanakan program reformasi agraria penggalan pidato itu
> harusnya berbunyi:
>
> "Saya (Pemerintah) akan mengevaluasi konsesi2 besar, memastikan untuk
> mengembalikan konsesinya kepada negara untuk di-bagi2kan kepada rakyat
> (petani). Se-kurang2nya konsesi besar yang tidak ada manfaatnya bagi
> perekonomian negara dan rakyat".
>
> Kata "evaluasi" diperlukan karena ada konsesi besar spt kebun kelapa
> sawit, melalui kontrak  Hak Guna Usaha, menunjang eknomi negara dalam
> bentuk pajak.
>
> //Tom
>
>
> Den söndag 24 februari 2019 22:26:42 CET, Sunny ambon
> ilmeseng...@gmail.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> skrev:
>
>
>
>
>
>
> *https://www.youtube.com/watch?v=8Xwyq2o7u6g
> <https://www.youtube.com/watch?v=8Xwyq2o7u6g>*
>
> 
>

Reply via email to