Asswrwb

Ana SOTUju dengan Bang Ninong,

Te  Arter tidak perlu pake "of the record" skrang ordeya sudah 
borubah yakni orde GM 2020.............jadi dja mongola speak up.

Pak Arifin, THx wa... so beberkan data. tapi kenapa kok prinsip 
keadilan "bahwa tunjangan jabatan dan sejenisnya (berhubungan dengan 
doi) petinggi harus lebih tinggi dari sub ordinasinya? kayaknya ini 
berlaku di semua sektor baik PNS, peg swasta, dll. 
Kalo gaji dan mobil dinas saya masih setuju berdasarkan jabatan, tapi 
kalo tunjangan lain2 menurut ana haruslah sama atau sebaiknya 
persentasi tunjangan harusnya lebih tinggi bawahan dari atasannya, 
mengingat bawahan adalah anak panah yang siap diarahkan kemana saja 
untuk mengimplementasi strategi yang di putuskan. ini juga bisa 
mengeliminir tingkat korupsi level bawah, dan memotivasi kerja 
mereka. 
Di Aceh, LSM kita pernah mengalokasikan tunjangan semacam tunjangan 
kekerasan daerah untuk setiap staff mulai lokal, national dan 
expatriat. semakin tinggi posisi/jabatan dan golongan maka presentasi 
(dari gaji pokok) semakin kecil malah untuk posisi Senior management 
team dapatnya 0 rupiah/ 0 USD, mengingat buat posisi2 tinggi dorang 
pe gaji BBUUUANYAK REK.

kembali ke sppd................

ada kisah menarik waktu ana di Poso, ini terjadi tidak kepada PNS 
tapi anggota DPRD Prop Sulteng. 

waktu itu torang mo biking sosialisasi Rancangan PERDA tentang 
Penanganan Anak dan Perempuan Korban Kekerasan.
pas di Poso, anggota yang terhormat yang diundang dari palu ada 5 
orang, sementara yang datang cuma 3 orang, eh..eh ujung2 pas diakhir 
acara dorang minta tolong tanda tangan akang dorang pe taman pe SPPD. 
tapi  ana dengan sohib2 tidak mau, torang hanya tanda tangan buat 
yang hadir tiga orang. he...he,dassssar................

anyway, ana tidak tau apa yang ba bagini ada di Gorontalo? mudah2an 
tidak ada, kalo pun ada mudah2an dorang masuk "sorga".

dalam konsep Good Governance sebaiknya transparansi di mulai dari dan 
atau memfasilitasi keterwakilan akar rumput termasuk Penganggaran.
untuk melibatkan akar rumput.

Bolo maapu wa... kayaknya saya setuju kalo SPPD di "hambur-hamburkan" 
buat pegawai-pegawai yang melakukan kajian Mikro yakni kajian tentang 
apa kebutuhan orang Miskin, keperluan pengangguran (perluasan 
lapangan kerja), penghargaan terhadap orang tua (contoh dinegara2 
bekas ex soviet, orang2 tua dapa tunjangan pensiun, walaupun kecil 
sih tapi ada..., tambahan walaupun bukan PNS), Peningkatan 
ketrampilan agar kapasitas dan kompetensi meningkat, dan pemetaan 
wilayah ekonomi daerah yang terintegarsi dari desa hingga level 
propinsi.

upps sorry, ana ternyata harus ke lapangan dulu (tapi tdk ada sppd 
sub, he...he), sampe besok wa....


Fadli

Sudahkah ANAK-ANAK di sekitar kita tersenyum hari ini??







--- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, "Elnino van Gorontalo" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Mudah-mudahan topik ini dibacakan di CIVICA 105 FM (For ba-eksen 
> akang... hehehe)
> 
> 
> Pak Arter,
> 
> 1. Tidak porlu "off the record" itu ponjolasan, hehe, sobab 
> uraiannya itu tidak menyinggung siapa-siapa. Saya juga cukup 
> mengerti, walaupun ada istilah2 yang tidak akrab di telinga saya 
> (beberapa singkatan).
> 
> 2. Setiap pembahasan anggaran, rapat-rapat antara eksekutif dengan 
> DPRD selalu bersifat "TERTUTUP UNTUK UMUM". Teman-teman wartawan 
> mana pernah diijinkan masuk biar bo mbanonton itu rapat. Dorang 
> (pejabat + DPRD) bilang, "Nanti so kalar baru ente baca." Pata'o 
> bagimana mo protes kalo so diketuk-palu-kan? Sebab, para wakil 
> rakyat merasa bahwa mereka itulah representasi rakyat. Kita rakyat 
> tinggal terima saja apa hasil dari mereka (wakil yang telah kita 
> pilih di Pemilu). Alasan yang logis juga. Jadi, kalau torang 
> bertanya-tanya setelah anggaran diputuskan secara resmi, wajar itu 
> uti...
> 
> 3. Torang pe gubornur, Te Padel, sudah membuktikan betapa dia 
berani 
> melawan aturan-aturan dari pusat demi kepentingan daerah (TKD, 
> ekspor jagung, kerjasama dengan malaysia, usaha menarik generator 
> listrik dari daerah lain, dll). Masa' aturan untuk SPPD dia tidak 
> berani lawan...? Atau dia tidak mau melawannya karena diuntungkan 
> dan menguntungkan aparat-aparatnya? Atau mungkin sudah dilawannya 
> aturan itu tapi justru untuk memperbesar anggaran SPPD?
> 
> 4. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dari tingkat 
desa 
> sampai tingkat provinsi apakah hasilnya benar-benar menjadi pijakan 
> penyusunan APBD? Selama ini pejabat eksekutif dan legislatif 
> melakukan perdebatan dalam menyusun APBD, tetapi tidak pernah 
> menyebut "hasil musrenbang" sebagai pijakan argumentasinya! Atau 
> Musrenbang pun dilaksanakan sekadar "gugur kewajiban"? (Seperti 
> orang yang sholat tidak khusyu')
> 
> 5. Penjelasan bung Arter sangat normatif. Intinya, "semua sesuai 
> aturan, so what?". Setahu saya, undang-undang otonomi daerah dibuat 
> agar Pemda-Pemda berwenang membuat aturan2 yang menguntungkan 
> rakyatnya, dan bukan "menyesuaikan diri dengan aturan yang dibuat 
> pemerintah pusat". Menurut saya, te Padel juga berpikiran seperti 
> itu sehingga dia berani melakukan INOVASI melawan norma-norma resmi 
> yang dibuat pemerintah pusat. Sayang, inovasi-nya untuk dana 
> perjalanan dinas--yang kita bahas sekarang ini--belum ada.
> 
> Sewaktu saya menjadi "pejabat negara" (anggota KPU Kota Gorontalo 
> 2003-2005), anggaran SPPD dalam setahun hanya Rp. 50 juta. Tapi itu 
> pun susah skali dihabiskan... sehingga kami putuskan untuk 
> mengalihkan anggaran SPPD itu untuk menambah gaji para pegawai 
> honorer. Waktu itu semua anggota KPU Kota tidak menggunakan SPPD 
> lokal. Sebab, "logika rakyat" kami mengatakan bahwa besarnya gaji 
> yang diterima (Rp.2.750.000/bulan) sudah lebih dari cukup untuk 
> membeli bensin dan akomodasi lainnya kala bertugas di wilayah Kota 
> yang luasnya cuma 8 km X 8 km. SPPD ke Jakarta cuma habis Rp.25 
> juta. Ketika itu, ada PNS yang mengatakan, "Pak, anggaran SPPD ini 
> harus dihabiskan untuk SPPD, tidak boleh dialihkan jadi gaji 
> honorer. Mo jadi 'temuan' indikasi korupsi." Erman Rahim, anggota 
> KPU Kota, menjawab, "Haiyah..! Korupsi itu yang mengambil uang 
> negara untuk memperkaya diri sendiri. Yang torang bekeng kan untuk 
> mempermiskin diri sendiri..."
> 
> Rupanya aturan-aturan dari pusat membuat "logika para PNS daerah" 
> (terutama pejabat) tidak sinkron dengan "logika rakyat"--nya. 
> Pertanyaannya, siapa sebetulnya yang 'nggak nyambung', rakyat atau 
> pejabat daerah???
> 
> Odu olo,
> 
> 
> Elnino
>


Kirim email ke