Asswrwb,, Kalo ini benar adanya maka ATIOLO GORONTALO KU..............
ayo berkaca dan belajar kepada saudara2 kita yg keturunan Tionghoa/China. Mereka MENCINTAI tidak hanya dengan "mengaku" tetapi mencintai dan hidup berbudaya semestinya dimana mereka dilahirkan. mereka akan dengan bangga mengatakan I Am an American, kalo dia berwarga negara Amerika, mereka juga akan bilang I AM Singaporean kalo lahir dan berwarga negara Singapore, aku sing asli jowo kalo lahir dan besar di Jawa, abdi teh urang Bandung (buat yg lahir di bandung) dsb..dsb. Nah kiapa kitorang musti bercerai berai dan terlalu picik sehingga nalar kita menghalalkan semangat Pengemis muncul hingga saudara bisa jadi lawan dengan TOPENG PUTERA DAERAH. Kalo mau tatinggal jangan bawa2 org laeng (pesan utk politisi lokal) FADlI BANGKITLAH ANAK-ANAK, Buatlah sesepuh malu terhadap mu --- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, Rahman Dako <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Kak Agung, > > Tulisannya bagus sekali. Ini bisa dijadikan landasan bagi refleksi Gorontalo saat ini, apakah dengan adanya pemekaran-pemekaran daerah tersebut mampu merubah keadaan menjadi lebih baik, atau hanya hasrat berkuasa dari para borjuis/elit lokal dan kaum intelektual opportunis. > > Saya melihat dalam konteks pemekaran Provinsi, framing dengan menggunakan isu etnis dan agama menjadi salah satu alat yang ampuh untuk menjadikan etnis Minahasa sebagai "the other". Akan tetapi, dalam konteks pemekaran Bulango, Gorut, Boalemo dan Pohuwato, saya tidak berpikir isu ini pantas dijadikan komoditas politik dan bahkan merusak alat pemersatu di Gorontalo. Bahasa, agama, dan hubungan sosial antara kita di Gorontalo tidak perlu lagi dipisah-pisah, karena menurut saya itulah salah satu identitas dan kekuatan ampuh yang kita miliki saat ini. Bahwa secara sosial, manusia senantiasa mencari identitasnya dengan mengaitkannya dengan lingkungan tempat dia hidup, itu adalah persoalan lain. Tetapi kalau itu dijadikan alasan untuk kepentingan politik oleh kelompok tertentu, saya rasa itu sudah keterlaluan. > > Agak perih telinga saya mendengar dan membaca beberapa tokoh politik dan kaum intelektual kita menggunakan isu putra daerah untuk kepentingan politik sesaat seperti putra daerah Boalemo, putra daerah Gorut, Bolango, dll, yang menurut pengetahuan saya saat ini, ini adalah pengingkaran terhadap fakta historis dan cultural. Saya pernah membaca Gorontalo Post dimana ada demo 'mahasiswa dan masyarakat' di Boalemo yang memperkarakan adanya beberapa orang dari kota Gorontalo dan Limboto yang lulus jadi PNS disana. > > Adakah yang bisa menjelaskan kesaya mengapa harus ada putra daerah Gorut, Boalemo, dll? Coba cek asal muasal kebanyakan orang Boalemo/Pohuwato atau Gorut, darimana mereka berasal, bagaimana hubungan kekerabatan mereka dengan Limutu dan Hulonthalo? Jangankan di daerah Boalemo atau Gorut, di sebagian daerah Bolaang Mongondow (Pinolosian, sebagian Bolaang Itang), Toli-toli, Parigi Moutong dan sekitarnya, mereka menggunakan bahasa Gorontalo. > > Salam, > AGA > > ----- Original Message ---- > From: ag moz <[EMAIL PROTECTED]> > To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com > Sent: Sunday, January 6, 2008 10:42:12 PM > Subject: [GM2020] Kaum Marhaen dan Pemekaran > > ............ ......... .Indonesia Merdeka hanjalah suatu Djembatan-- - -- > Sekalipun djembatan emas! --- jang harus dilalui ...... > Seberang djembatan itu djalan petjah djadi dua: > satu ke Dunia Keselamatan Marhaen, > satu dunia kesengsaraan Marhaen; > satu dunia Sama-rasa- sama- rata > satu dunia sama-ratap- sama- tangis. > Tjilakalah Marhaen bilamana Kereta itu > masuk keatas djala jang kedua, > Menudju alamnja Kemodalan Indonesia dan kebordjuisan Indonesia > (soekarno, Mentjapai Indonesia Merdeka) > > > catatan diatas adalah kutipan dari tokoh besar bangsa yang mengantarkan kita menjadi sebuah bangsa...... ......... ..yang dikenal dengan nama Indonesia. (Bung Karno) > > Mungkin manjadi sangat relevan dengan masyaraklat kita di gorontalo saat ini yang telah berhasil membuat dan melalui sebuah jembatan perubahan yang kita sebut jembatan perjuangan provinsi.... dan beberapa Jembatan perjuangan kabupaten pemekaran > > Substansi jembatan perjuangan tersebut adalah bermakna pembebasan atas dominasi atau hegemoni satu bangsa satu atas bangsa yang lain, etnis satu atas etnis yang lain, kelompok satu atas kelompok yang lain yang bersifat ekspolitatif dan diskriminatif dalam peran politik dan distribusi ekonomi yang tidak berimbang. > > Dalam lingkup nasional terbangun sebuah sikap sentimen politik, nasionalisme yang bersifat anti asing, secara regional dalam pemekaran provinsi gorontalo terjadi anti sulut atau minahasa. artinya fanatisme lokal menjadi sulit dikendalikan jika tidak ingin dikatakan chaos, segala yang berbau manado dan minahasa menjadi momok politik gorontalo, dalam rekruitmen PNS sangat gorontalo centris, segala urusan administrasi dan kompetensi menjadi terabaikan, kecuali urusan atau bidang kerja tehnis direlakan untuk etnis non gorontalo asal bukan manado. seperti pak anda dan bererapa staff dari Jakarta > > Jika demikian potret semangat peran politik lokal yang mengalami pembebasan dari dominasi etnis atau kelompok lain yang berkepanjangan, apakah kita dapat memahaminya atau kita akan menghukum sebagai sebuah pengingkaran terhadap demokrasi? > > Mungkin kita perlu membaca kembali semangat bung karno ketika memperjuangkan kaum marhaen..... ......... ...... > > Caring (catatan ringa) ini bukan sebuah justifikasi atas pro dan kontra terhadap sebuah polemik tentang pemekaran yang menimbulkan Fanatisme Lokal dan menuntut peran politik yang lebih besar. tapi semata-mata sebagai sebuah renungan atas proses prosedur demokrasi dan substansi demokrasi. > > Yang perlu menjadi perhatian kita semua khususnya saudara2 kita di gorut dan bolango atau juga di level provinsi, apakah momentum pemekaran ini dapat memperbaiki kehidupan sosial ekonomi-politik masyarakat setempat? Banyak pengalaman di berbagai tempat mengajarkan ternyata perubahan itu ternyata tidak dengan sendirinya mengubah pola-pola dasar penguasaan ekonomi -politik oleh kelompok- kelompok dominan yang ada selama ini. > > Fakta menunjukan kepada kita bahwa kelompok-kelompok dominan semasa orde baru atau atau periode sebelum pemekaran pada dasarnya tetap merupakan kekuatan yang mampu mengendalikan ekonomi-politik saat ini, dapat kita sebutkan beberapa nama di gorontalo bahkan mereka telah menjangkau arena politik pilkada dengan panji2 partai dengan agenda politik yang sangat fragmatis dan memperkuat posisi mereka sebagai borjuasi lokal yang didukung oleh kekuatan massa yang membutuhkan sedikit kenyamanan dan kelangsungan hidup yang bersedia menjadi penjaga dan preman sang patron yang dalam politik dikenal dengan hubungan patron dan klien. > > Jika demikian halnya, maka kaum marhaen berada pada jalan yang mana? > dan kaum elit lokal menjadi borjuasi lokal baru yang akan dominan atas kelompok lain...... > > Mungkin disini kita membutuhkan aluran tangan peran politik para intelektual dari gorontalo maju 2020 untuk memberikan penguatan terhadap peran Civil Society membangun demokrasi yang substansial, tergantung pada peran dan kemampuan kita masing2. > > Mengapa kita (GM2020) karena kita bukan klien dari para patron yang ada di panggung peran-peran politik lokal. > > > salam > > > agung mozin > > > > > > > > > Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. > > > > ______________________________________________________________________ ______________ > Be a better friend, newshound, and > know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ >